Derap kaki yang menghentak lantai. Suaranya begitu mengganggu, hingga beberapa orang yang ada di koridor Rumah Sakit menoleh bersamaan.
Mereka nampak geram karena kedua bocah berseragam itu mengganggu ketenangan, berlarian dari gerbang hingga lantai dua menuju kamar di pojok paling ujung.
Mereka tak hanya membawa bising, tapi juga meninggalkan jejak sepatu basah yang bercampur tanah.
Mari kita kembali beberapa menit sebelum ini.
"Tapi aku akan melewati bagian cacat dan tua nya." Putus Ein sepihak.
Gail hanya mendengus.
"Gail, ada yang nyariin tuh." Tunjuk Ein pada seorang pria paruh baya yang ia ketahui adalah tetangga Gail.
Gail menoleh dan segera berdiri saat pria itu mendekatinya dengan langkah yang terburu-buru.
"Om pandu?"
"Gail, sebaiknya kamu ke rumah sakit, sekarang!" ucap Om Pandu tegas.
"Ada apa?" tanya Ein bingung. Ia merasa hanya jadi pajangan di sana. Gail mematung, otaknya berkata kalau semua sudah usai, tapi hatinya menentang.
Belum, belum cukup. Ini uma omong kosong!
"Gail." Om Pandu menepuk bahu Gail pelan, Ein nanpak menyadari sesuatu.
Hujan mulai mereda, namun rintiknya tetap ada. Hawa dingin juga tak bosan menemani kebisuan tiga orang lelaki berbeda usia yang hanya mematung dengan pikiran masing-masing mereka.
"Rumah sakit mana?" tanya Ein memecah keheningan yang mencengkram tengkuknya, ia tak tahan dengan semua kebisuan yang ada.
Om Pandu menghela napas lelah.
"Ibu Kasih," jawab om Pandu lemah. Ein mengangguk lalu menarik tangan Gail dengan paksa, menyeret Gail keluar kelas menuju parkiran. Dan Gail, dia berjalan tanpa tenaga, pikirannya tengah bergelut dengan hatinya. Ia sungguh tak siap bila yang datang hari ini adalah berita duka.
~~~
Ein memacu sepeda motornya membelah jalanan, menerobos rinai hujan. Hanya gerimis memang, namun tetap saja seragam mereka basah. Beruntung bensin Ein masih full.
Mari kita skip perjalanan yang membosankan ini dan kita lanjutkan pada paragraf di awal tadi.
Gail memacu kakinya. Jujur, hatinya bergemuruh. Di belakangnya, Ein mengikuti dengan napas tersengal-sengal. Ia capek, berkeringat dan bermandi hujan bukan lah gayanya.
Semua itu ia lakukan demi satu hal.
PENASARAN!
Ia yakin kalau judul terakhir itu ada kelanjutannya. (Al)kisah, mungkin berikutnya adalah Alkisah 2 atau Alkisah bla bla bla seperti judul-judul sebelumnya.
Gail berhenti di depan sebuah pintu yang terbuka. Ada beberapa orang di dalam sana, Ein membenturkan netra nya pada sosok yang terbaring di ranjang.
Seorang gadis muda, kira-kira seusia sepupunya yang masih kelas 8.Gail berjalan pelan mendekati ranjang, bibirnya bergetar. Ia lalu mengeluarkan buku usang dari dalam tasnya, meletakkannya di sisi ranjang dan berbisik.
"Maaf, Kakak belum bisa berdongeng ...." Gail tak mampu lagi berkata, bahunya naik turun. Ein menjadi saksi dari air mata Gail yang mengalir, ia menangis tersedu-sedu layaknya gadis yang baru patah hati.
Setelah itu, semuanya terasa berjalan amat cepat bagi Ein. Dan di hari pemakaman, ia melihat Gail yang hanya mematung di depan nisan.
"Gail," panggil Ein hati-hati.
Tanpa berbalik, Gail menyerahkan buku usangnya pada Ein, Ein menerimanya dengan perasaan bingung.
"Berakhir, tak akan ada lanjutan dari dongengku ..."
"Gail, kau bisa melanjutkan–"
Gail mengangkat tangannya.
"Setelah ini, aku akan pindah sekolah."
Ein membulatkan matanya. "Hah?! Ma-maksudmu?"
Gail menatap dalam pada gundukan tanah basah di depannya.
"Mulai besok, aku akan pindah ke SMA Bulan dan menetap di asrama," putus Gail. Ia lalu pergi meninggalkan Ein yang masih mematung.
Amat singkat dan cepat, hingga Ein bingung harus bereaksi seperti apa.
Ein memandangi buku usang di tangannya. Ia membuka dari lembar ke lembar, menuju halaman paling akhir dan membaca sebuah kalimat disana.
"Untukmu tuan putri. Dariku, si pendongeng aneh yang buta huruf dan tuli."
Honesty
~end~

KAMU SEDANG MEMBACA
HONESTY (End)
Historia Cortajujur ... aku sebagian darimu yang selalu menghindari kata itu. jujur ... aku sebagian dari mereka yang dengan mudah meminta orang lain melakukannya. jujur ... aku sebagian dari kalian yang dengan amat sangat mengharapkannyya. dari ku, untukmu ... H...