-06-

1.6K 157 0
                                    

Happy reading

***

Aksa berhasil kabur dari sangkar mematikan. Dia tidak peduli lagi dengan panggilan Bintang yang menggelegar. Bu Mala yang baru saja pulang langsung ke kamar Bintang untuk memeriksa apa yang terjadi.

Aksa mengunci pintu di kamar, memasang earphone di telinga. Aksa tidak mau mendengar apa pun dulu saat ini. Dia tidak bersalah. Bintang yang terlalu egois dan juga terlalu menghendaki sesuatu yang mustahil.
Iya, sudah mustahil namanya.

Aksa normal. Pada artian bisa tergoda jika melihat seorang cewek bertelanjang di depannya. Tidak perlu sampai disitu, melihat cewek manis saja sudah membuat Aksa tidak keruan.

“Aksa, buka pintunya.”

Aksa mengintip dari balik selimut. Dia bisa mendengar karena hanya memasang earphone di telinga, belum menyalakan musik.

“Aksa?” Bu Mala mengetuk pintu dengan lembut. "Mama mau bicara.”

Aksa bimbang. Dia ingin menyahut tetapi setengah hatinya memaksa untuk tetap berdiam diri. Pada saat seperti ini Aksa harus berpikir keras.

“Mama pengen ngomong. Mama tahu kamu belum tidur, ayo buka pintunya.”

“Iya, Ma.” Aksa menyerah. Dia bergegas membuka pintu. Kali ini tidak ada penampakan Bintang. Bu Mala hanya sendiri sembari memasang wajah yang manis.

“Mama nggak akan ngomel, kok. Mama ngerti sama keadaan kamu sekarang.”

“Tumben, Ma. Biasanya Mama selalu belain Bintang….” Aksa tidak bermaksud untuk menyindir, dia hanya ingin jujur saja.

Sebenarnya, dari dulu Bu Mala mengerti tentang hati Aksa yang sering meradang. Dia tahu kalau anaknya itu tidak suka akan sifat Bintang yang terkesan mengekang. Tapi apa boleh buat? Bintang sudah hadir di kehidupan mereka, menjadi adik bagi Aksa. Bu Mala juga sangat menyayangi Bintang, sudah menganggapnya sebagai anak sendiri.

“Bintang nggak punya siapa-siapa lagi selain kita, Aksa.”

Aksa tertunduk lesu, terpekur.

Bu Mala mengusap kepala Aksa. “Mama tahu kalau kamu capek, tapi Mama harap supaya kamu tetap sabar hadapin Bintang.”

“Tapi Bintang nggak ngerti, Ma. Aku udah coba buat sabar sama dia, aku selalu ngalah.”

“Soal ganti baju tadi?” tanya Bu Mala lalu terkekeh.

Aksa merengut. Hal yang paling memalukan baginya terkuak kembali. Sebelum Aksa melarikan diri dari kamar Bintang, dia sempat melihat sebagian tubuh Bintang. Adik angkatnya itu langsung melepas baju tanpa permisi. Sontak Aksa pergi begitu saja.

Sampai sekarang ini Aksa masih mengingat bagaimana putihnya paha Bintang, sama sekali tidak ada cacat. Perut Bintang juga sangat mulus. Bintang memiliki tubuh yang ideal, tidak gendut dan juga tidak kurus. Andai saja Bintang tidak cacat, dia pasti memiliki banyak penggemar.

“Aksa?”

“Iya, Ma?”

“Mama pesan sama kamu, jangan sering marahin Bintang. Dia itu nggak tahu apa-apa, dia belum ngerti semuanya.”

“Tuh, kan! Mama bela dia lagi! Masa aku harus nurutin semua permintaan dia? Nggak, ah! Aku punya kehidupan yang lain, Ma. Bukan cuman Bintang doang….”

“Kamu nggak sayang sama dia?”

“Sayang, sih….”

“Dia adek kamu, kan?”

Little Sister Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang