-27-

1.2K 125 2
                                    

Happy reading

***

Aksa, Rendy dan Romy saling bertatapan, pipi mereka merona merah. Saat ini hanya ada mereka bertiga, Bu Mala dan Pak Wiryo sedang pergi ke pasar. Ini hari libur, otomatis Bintang tidak pergi ke sekolah.

“Abang… Bintang takut….” Bintang menangis pilu, memeluk Aksa sangat erat. Handuk melilit di pinggangnya. Bintang memakai kaos putih tanpa bawahan, hanya handuk itu yang menjadi penutup bagian bawahnya.

“Jangan nangis, nggak apa-apa, kok.”

“Darah banyak, Bintang takut mati….”

Rendy pura-pura tidak tahu apa-apa, dia tidak sanggup untuk memberi penjelasan, begitupun dengan Romy. Satu-satunya orang yang harus menjawab segala kegundahan hati Bintang adalah Aksa.

“Itu nggak masalah, Bintang.” Aksa berucap lembut. Bintang yang ada di pelukannya bergetar.

Pada dasarnya Bintang sama seperti cewek yang lainnya, fisiknya pun sama. Setiap orang yang akan menuju masa remaja pasti mengalami yang namanya pubertas. Hari ini Bintang mengalaminya. Organ reproduksinya mulai berjalan sebagai mestinya. Bintang menstruasi.

Orang pertama yang menyadari itu adalah Aksa, dia melihat darah dibalik celana Bintang. Sangat kontras karena celananya berwarna putih. Mulanya Aksa panik, dia tidak tahu akan mengucapkan apa. Bintang sudah menjerit kencang saat mendapati ada yang mengalir di kakinya. Darah itu cukup banyak.

“Bintang kenapa? Perut Bintang sakit….”

“Sakit, ya?” Romy mengelus rambut Bintang, dia cukup khawatir.

“Perut Bintang sakit….”

Aksa menggaruk kepalanya, dia sudah menelpon kedua orang tuanya untuk segera kembali. Ketiga cowok itu tidak tahu apa-apa mengenai menstruasi. Mereka hanya pernah mendengar, tidak pernah mempraktekkannya.

“Mama udah mau pulang, kok. Jangan takut, kamu cuman….” Suara Aksa menghilang, ada sesuatu yang menjanggal tenggorokannya. Aksa agak gengsi memberi pemahaman seperti itu. Dia seorang cowok.

“Abang….”

“Iya?”

Bintang menunduk, darahnya mengalir lagi sampai menyentuh lantai. Bintang makin menjerit, kakinya gemetar. Matanya tertutup rapat, sesekali dia mencubiti Aksa.

“Itu normal, Bintang. Normal….” Romy berusaha menenangkan, dia kelimpungan. Bintang tidak henti-hentinya menangis, hidungnya sudah sangat memerah.

Aksa menggendong Bintang ke dalam kamar mandi untuk membersihkan darahnya. Romy dan Rendy menunggui di ruang tamu. Sekarang ini Aksa benar-benar diuji, Bintang tidak mau melepas pelukannya.

“Lepas dulu, Bintang.”

“Nggak mau!”

“Bersihin dulu kakinya….”

“Takut….”

Lama-lama Aksa terpancing juga, dia melepaskan genggaman Bintang dengan paksa. Untuk kondisi seperti ini Aksa harus melakukan kekerasan, Bintang tetap akan kokoh seperti bangunan jika tidak bertindak keras.

Aksa mendorong tubuh Bintang menjauh, menyuruhnya untuk masuk ke dalam toilet. Saat Bintang sudah berada di dalam sana, Aksa menutup pintu dengan cepat. Bintang berteriak heboh, dia memukuli pintu brutal.

“Abang jahat! Abang nggak sayang Bintang!”

“Aku tunggu di sini, kok! Aku nggak kemana-mana.”

Little Sister Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang