-12-

1.4K 145 12
                                    

Happy reading

***

Menjelang sore, langit menampakkan awan hitam yang cukup pekat, tidak ada sinar jingga yang lembut. Sudah tampak jelas jika sebentar lagi hujan akan turun deras.

Aksa belum pulang, Bintang menunggu dengan resah. Pak Wiryo memperingatkan Bintang untuk tidak kemana-mana, dia juga sudah menelpon Aksa agar cepat kembali.

Aksa sedang berdiskusi bersama teman sekelasnya, minggu depan mereka harus mempresentasikan tugas yang Bu Tari berikan. Makalah mereka belum jadi, tinggal dipoles sedikit saja.

“Aksa, udah mau hujan, nih. Pulang, yuk!” Teman yang lain memperingatkan.

Aksa sebenarnya tahu kalau di luar sana hujan akan bertandang, mereka tidak punya banyak waktu untuk berlama-lama lagi. Mereka semua bisa basah kuyup, mereka juga bisa sakit. Bisa jadi masalah jika itu terjadi, UN tinggal beberapa minggu lagi.

“Benar, tuh. Kita harus pulang.”

Aksa menghela napas. “Besok giliran kita yang naik, kalau ini belum selesai, gimana?”

“Nanti aku kerja di rumah,” kata Rendy. Dia sudah tidak tenang di tempatnya, ingin segera berlalu.

“Emang kamu bisa?”

“Hampir semua yang kerja tugas ini itu aku.” Rendy berucap bangga, menepuk dadanya.

Karena semuanya sependapat dengan Rendy, akhirnya mereka memilih untuk pulang. Aksa nebeng dengan Rendy karena motornya sedang ada di bengkel, sedikit ada masalah dengan akinya.

Di perjalanan pulang, hujan sudah tidak bisa menampung air itu terlalu lama. Hujan turun sangat lebat, tanpa ampun. Pepohonan bahkan hampir tumbang diterpa angin dan derasnya hujan. Jadinya Rendy memilih untuk berteduh di salah satu kios yang tidak jauh dari rumah mereka.

“Kita udah setengah basah, kita hujan-hujanan aja, lah!” Aksa memberi usul, Rendy menggeleng karena itu.

“Aku nggak bisa, aku itu rentan sakit. Lagian, kalau kita nyerobos hujan, yang ada kita bisa kecelakaan, jalannya pasti licin dan penglihatan juga buram.”

“Tumben kamunya mikir.”

Rendy mendengus. “Aku cuman realistis aja.”

Aksa tidak menjawab lagi. Dia hanya bisa menunggu kapan hujan itu akan mereda. Aksa juga tidak bisa pulang dalam keadaan yang basah, pasti Bintang akan sedih dan tidak akan membiarkannya seorang diri. Bintang akan khawatir. Berlebihan.

“Aksa, cewek yang ada di sana mirip Bintang, ya?”

Pertanyaan itu menarik perhatian Aksa, dia memperhatikan saksama. Cewek di seberang sana berambut panjang. Kepalanya celangak-celinguk. Payung biru yang dipakainya menutupi wajah.

“Kayaknya bukan, deh. Masa Bintang ke luar sendiri? Bukannya dia masih takut karena hilang kemarin?” Rendy kembali berkomentar.

Aksa ingin beranggapan yang sama, tidak mungkin Bintang melakukan hal yang membuatnya takut. Selama ini Bintang selalu mengadu jika dia ketakutan. Namun, Aksa ragu dengan kesimpulan di dalam otaknya. Bintang itu cukup nekad. Ah, tidak. Tapi sangat nekad!

Aksa maju selangkah, menyipitkan matanya. Sosok yang mirip dengan Bintang itu bergerak gelisah, dia bahkan hampir tertabrak motor. Payungnya jatuh ke tanah, dalam sekejap hujan menyerbu tubuhnya.

“Bintang?” Rendy berkata pelan. Matanya membulat tatkala mengetahui siapa sosok di balik cewek berpayung itu.

Benar saja. Cewek itu memanglah Bintang. Dia melawan rasa takutnya hanya karena satu alasan. Yaitu mencemaskan Aksa yang belum pulang ke rumah.

Little Sister Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang