-38-

1.3K 122 9
                                    

Happy reading

***

Aksa menyeka keringatnya, matahari memanggang tanpa ampun. Ada banyak orang yang mengeluh. Rendy tak habis-habisnya menggeram. Mereka saat ini sedang mengadakan kegiatan ospek. Aksa benci dengan kegiatan seperti itu, dia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak mengikutinya lagi.

Aksa memilih jurusan kedokteran, dia tiba-tiba ingin menjadi dokter setelah melihat Bintang. Aksa sendiri yang akan memeriksa Bintang jika anak itu sakit lagi. Tidak jauh berbeda dengan Rendy, dia juga memilih jurusan yang sama. Alasannya? Karena dia ingin menjadi pengikut Aksa. Rendy sudah sangat terbiasa melakukan kegiatan bersama sang sahabat.

"Eh? Itu bukannya Sita?" Rendy menyikut lengan Aksa, menunjuk ke barisan paling depan.

Aksa malas untuk menanggapi, dia hanya ingin satu hal. Pulang.

"Aksa, lihat, tuh. Sita di sini juga." Rendy masih terus berkomentar.

"Terus, kenapa kalau itu Sita?"

"Kamu beneran nggak mau balikan sama dia? Kamu nggak nyesel?"

"Bintang itu lebih penting."

"Cinta banget, ya?" Rendy tersenyum menggoda. Dia sudah tahu akan segalanya. Aksa sendiri yang curhat secara gamblang. Aksa tidak bisa menutupi permasalahannya dengan Rendy, mereka sudah seperti saudara.

"Ini bukan soal cinta atau gimana. Tapi Bintang itu butuh aku, aku juga butuh dia. Kami saling membutuhkan. Selama ada Bintang, di situ ada Aksa."

Rendy menahan tawanya. Di depan sana para senior memberikan arahan. Aksa sendiri tidak mendengarkan dengan baik, pikirannya berkelana ke suatu tempat, dimana ada Bintang di sana.

Ketika waktunya istirahat, Aksa dan Rendy memilih untuk duduk di tepi lapangan, ada pohon yang menjadi penghalang matahari. Angin semilir menyejukkan kegerahan mereka. Tiba-tiba seorang cewek berambut pendek mendekat. Aksa kikuk di tempatnya, kemarin lalu dia memberikan pernyataan yang cukup menyakitkan.

"Kamu kuliah di sini juga, Sa?" Sita bertanya sembari tersenyum lebar.

"Iya."

"Kamu ambil jurusan apa?"

"Kedokteran."

Sita manggut-manggut, matanya terus memperhatikan Aksa. Rendy cukup peka akan adanya kobaran cinta yang masih menyala. Sita belum bisa melupakan secepat itu, ada banyak kenangan yang tidak mudah untuk dilupakan.

"Bintang gimana?" Sita berbasa-basi.

"Udah baik, dia udah bisa jalan sendiri. Kepalanya juga nggak sakit lagi."

Setelah mendapatkan perawatan yang intensif, sakit di kepala Bintang tidak kambuh lagi. Tadi pagi anak itu agak rewel karena Aksa akan pergi, dia mengatakan banyak hal. Aksa harus membuat janji lagi.

"Kalau aku pulang, nanti aku beliin es krim." Itu yang Aksa katakan sebagai tiket kebebasannya.

"Aksa...." Sita memanggil lembut. Aksamelirik dengan wajah yang datar.

"Apa?"

Sita mengambil napas panjang. "Kamu bisa temanin aku ke toko buku sebentar? Nggak lama, kok."

"Tapi...."

"Aku mohon, Sa...."

Rendy menyikut lengan Aksa, keduanya saling bertatapan. Aksa tahu maksud Rendy, tidak lain menyuruhnya untuk ikut. Rendy tipe cowok yang tidak tegaan, apalagi kalau melihat seorang cewek memohon.

Little Sister Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang