-34-

1.1K 105 5
                                    

Happy reading

***

Ketika Aksa sampai di rumah sakit, Bintang langsung berteriak heboh. Kakinya bergerak lincah, melupakan bahwa saat ini kondisi kakinya belum membaik. Aksa cepat-cepat berlari mendekati Bintang, memeluknya.

“Jangan banyak gerak, kaki kamu masih sakit.”

“Abang datang, Bintang rindu.”

Aksa menghela napas untuk yang kesekian kalinya. Dia pergi hanya beberapa menit untuk mengganti pakaian, itu pun Aksa melakukannya dengan kecepatan ekstra. Kamarnya berantakan, handuknya pun juga belum dijemur. Aksa terus dibayangi dengan penampakan Bintang yang menjerit, menangis heboh.

“Mama sama papa mana?” tanya Aksa lalu mengedarkan pandangan.

“Mereka pergi.”

“Kemana?”

“Bintang nggak tahu….”

“Terus, kamu sama siapa di sini?”

Bintang menunjuk ke sisi kanan, ada seorang cowok dengan posisi tidur yang mengenaskan. Kakinya bersandar pada tembok dengan mulut yang menganga. Aksa lupa kalau sahabatnya itu sangat setia, perhatian dan juga suka menolong. Aksa tidak pernah meminta pertolongan, tetapi Rendy datang mengulurkan tangannya, sangat peka.

“Dia udah lama tidurnya?”

Bintang mengangguk. “Rendy suka bobo, Bintang panggil tapi nggak bangun.”

Aksa terkikik. Dia membuka lemari kecil di samping Bintang, mengambil selimut dari sana lalu menyelimuti Rendy. Perlakuan manis itu tidak luput dari pengawasan Bintang.

“Abang….”

“Iya?”

“Abang sayang Rendy?”

Aksa merasa bulu kuduknya merinding. “Kok nanyanya gitu? Emang kenapa?”

“Abang sayang Rendy?” Bintang bertanya kembali. Mata bulatnya berkedip.

“Iya. Tapi sayang sebagai teman. Rendy itu udah aku anggap sebagai saudara. Jadi, kamu jangan sungkan sama dia, anggap aja Rendy itu Abang kamu juga.”

Bintang merengut, bibirnya mengerucut. Rasa sayang Bintang kepada Aksa tidak sama dengan perasaan yang Aksa miliki terhadap Rendy. Sayang seorang Bintang lebih di atas dari kata pertemanan maupun dari kata kekeluargaan.

“Bintang cinta Abang.”

“Bintang….” Aksa mengeluh, perasaannya jadi tidak keruan kalau Bintang mengungkapkan cinta padanya. 

“Bintang salah?”

“Anu….”

Bintang melambaikan tangannya, menyuruh Aksa untuk duduk di sampingnya. Suasana langsung berubah sunyi, penuh kedamaian. Bintang dan Aksa bertatapan, seolah berkomunikasi melalui pikiran.

Bintang mulai aneh akhir-akhir ini. Semalam dia tidak bisa tidur, jadi Aksa menemaninya begadang. Bintang tidak mengeluh atau sekadar ingin bercerita, dia hanya diam sambil memandangi Aksa.

“Bintang, kamu lapar?”

“Abang, jantung dug-dug terus.” Bintang mengalihkan topik.

“Itu….”

Bintang agak mendekat, memperhatikan setiap lekukan wajah Aksa. “Kenapa jantung dug-dug lihat Abang? Jantung Bintang sakit. Bintang takut....”

Aksa berpaling, tubuhnya memanas. Tak bisa dipungkiri bahwa wajah manis Bintang bagaikan sihir. Perlahan-lahan Aksa mulai terbuai.

“Abang….” Bintang langsung memeluk erat, kepalanya bersandar di dada Aksa. "Bintang kenapa? Kenapa jantung dug-dug?"

Kedua insan itu saling memeluk, waktu terasa berhenti sesaat. Aksa menutup matanya untuk meresapi segala kedamaian yang menjalar di tubuhnya.

“Kamu udah datang, Sa?” Suara rendah Rendy menusuk pendengaran.  Aksa menoleh cepat, tangannya masih melingkar di tubuh Bintang.

“Aku baru datang.”

“Peluk aja terus, jangan kasih kendor….” Rendy mencibir. Berjalan ke luar untuk mencari udara pagi yang menyehatkan.

Aksa tidak menanggapi cibiran itu, fokusnya ada pada sang adik. “Bintang, aku ambilin kamu makan dulu, ya?”

“Bintang nggak mau makan, Bintang mau Abang.”

“Nanti kamu lapar.”

Bintang tersenyum tipis. “Bintang mau peluk Abang terus.”

Diam-diam Rendy mengintip dari celah pintu. Sejak tadi dia penasaran akan keduanya. Rendy juga harus menjadi penjaga, siapa tahu Aksa melakukan hal yang tidak baik lagi. Rendy hanya ingin memastikan bahwa semuanya aman terkendali.

“Bintang, lepas dulu.”

“Nggak mau.” Rupanya keras kepala Bintang masih tertanam manis dalam dirinya.

“Aku mau ke luar sebentar, nggak lama, kok.”

“Bintang mau peluk Abang! Bintang mau Abang!”

“Aku… mau….” Aksa menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari objek yang pas untuk menjadi sebuah alasan.

“Abang nggak sayang? Abang mau pergi?”

“Masih mau dipeluk? Kok lama?”

“Abang benci?”

“Nggak.”

“Kenapa mau lepas?”

Itu karena Aksa sudah tidak bisa bertahan, takutnya nanti dia malah kebablasan. Saat ini hanya ada mereka berdua, kondisi seperti itu bisa mengundang nafsu terlarang. Aksa harus kabur sebelum dia menjadikan kata khilaf atas perbuatannya.

“Bintang, aku mau ke kamar kecil dulu. Aku udah nggak tahan.”

“Bohong!”

“Beneran.”

“Abang bohong, bohong itu nggak baik.”

Sementara itu, Rendy yang masih setia memandangi terkikik. Aksa tampak putus asa. Ternyata sangat susah untuk meyakinkan Bintang, sekarang Rendy tahu mengapa Aksa sering berkeluh-kesah.

“Bintang mau Abang!” Pelukan itu pun makin mengerat.

“Lepasin, Bintang.”

“Nggak mau! Nggak mau! Bintang mau Abang!”

“Kok kamu nakal? Kamu nggak mau jadi adek yang baik, ya?”

Bintang terdiam.

Aksa mulai menemukan setitik pencerahan. Bintang bisa dijinakkan dengan cara yang sedikit mengancam.

“Kalau kamu nggak lepasin pelukannya, berarti kamu mau jadi adek yang nakal, nggak nurut. Kamu mau kayak gitu?”

“Bintang nggak gitu, Bintang baik….”

“Lepasin dulu, aku nggak akan ninggalin kamu, kok.”

“Tapi Bintang mau cium!”

Aksa menganga, Rendy yang mendengar itu melongo. Untuk menyelamatkan masa depan sahabatny, Rendy langsung datang menyerobos. Bintang dan Aksa cukup kaget akan keributan yang tercipta karena Rendy, cowok itu bernyanyi asal-asalan. Suaranya? Menyiksa pendengaran!



TBC

Little Sister Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang