-33-

1.3K 108 1
                                    

Happy reading

***

Mereka bertiga masih ada di sana. Aksa duduk di samping kanan Bintang sedangkan Romy duduk di samping kiri. Rendy memperhatikan dari jauh, mengisi perutnya yang keroncongan. Bu Mala sedang pergi ke luar kota karena ada urusan bisnis, Pak Wiryo juga ikut untuk mengantar.

Bintang sudah siuman. Walaupun begitu, dia masih sangat lemah. Dia tidak mampu untuk banyak bergerak, semua badannya terasa sakit.

“Abang… kaki sakit.” Bintang mengeluh.

“Tahan, ya? Kakinya sakit karena dijahit,” ucap Aksa selembut mungkin.

Bintang melirik melalui ekor matanya. Bintang sedikit takut dengan Romy. Cowok itu menarik lengannya kasar dan memaksanya masuk ke mobil. Bintang hanya tidak menyangka kalau Romy yang dikenalnya bisa sekasar itu.

“Bintang, aku minta maaf, ya? Aku nggak ada maksud apa-apa.” Romy berkata pelan. “Aku… nyesel.”

Bintang bungkam. Tidak tahu harus menjawab apa. Bintang agak dongkol.

“Bintang….” Romy menyentuh tangan Bintang, mengelusnya. “Kamu masih jadi adek aku, kan? Kamu nggak marah sama aku, kan?”

Bintang tetap diam, mengerjap beberapa kali. Selain karena ogah untuk menjawab, tenggorokannya juga terasa kering. Pandangannya masih berkunang-kunang, efek karena terbentur batu.

Bintang ingat betul bagaimana kendaraan beroda empat itu menabrak tubuhnya. Bintang sampai terlempar beberapa meter. Bintang terlalu panik sampai tidak memperhatikan jalan.

“Bintang, kamu marah?” tanya Romy. Matanya berkaca-kaca. Sudah jelas semuanya, Bintang bahkan enggan untuk menatapnya. “Kamu marah sampai segitunya? Kamu nggak mau aku di sini? Kenapa?”

Aksa belum menginterupsi, dia memberikan sedikit kebebasan kepada Romy untuk mempertanggungjawabkan kesalahannya. Diam-diam Aksa sedikit merasa kasihan. Tatapan cowok itu tampak sedih, seakan dia akan mati besok.

“Bintang?” Romy memanggil lagi.

“Kak Romy jahat.” Pada akhirnya Bintang menjawab. “Kak Romy marahin Bintang.”

Romy menggeleng cepat, mencondongkan sedikit tubuhnya. “Nggak gitu, Bintang. Aku marah karena aku iri. Kamu sayang banget sama Aksa, kamu selalu butuh dia, rindu sama dia. Aku gimana? Aku juga kakak kamu.”

Bintang terdiam kembali.

“Romy,” panggil Aksa. Tatapannya sudah tidak setajam tadi. “Jangan paksain Bintang kalau dia nggak mau.”

“Aksa, kamu tahu perasaan aku?”

“Nggak.”

“Kamu nggak tahu gimana sedihnya aku pas Bintang rindu sama kamu, padahal aku di sampingnya. Dia terus-terusan cari kamu padahal aku ada sama dia. Aku rasa nggak dibutuhin….”

“Kakak….” Tangan Bintang menyentuh lengan Romy. “Bintang maaf….”

Di sisi lain, Rendy memperhatikan dengan cermat. Dia seperti sedang menonton. Cukup menjadi hiburan baginya. Rendy akan menikmati persembahan itu.

“Kamu nggak salah apa-apa.”

“Bintang nggak benci Kak Romy, Bintang sayang….”

Aksa menunduk, menetralkan akal sehatnya. Aksa tidak boleh marah di depan Bintang yang sedang sakit.

“Tapi kamu nggak betah sama aku….” Romy merasa putus asa. Bintang semakin hari susah untuk diraih.

“Kak Romy penting, Abang Aksa penting. Kalian penting. Tapi pentingnya beda. Bintang sayang Kak Romy, tapi Bintang sayang Abang lebih. Kak Romy jangan marah, Bintang tetap sayang juga.” Bintang berusaha mengucapkan kalimat panjang itu meski tenggorokannya tidak memungkinkan.

Little Sister Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang