-17-

1.4K 142 2
                                    

Happy reading

***

“Ma, bilang sama Bintang kalau aku pergi duluan. Hari ini aku piket.”

Setelah mengucapkan kalimat itu, Aksa bergegas pergi. Dia menaiki motor dan melaju dengan cepat. Sejak semalam dia mengutuk dirinya, menyalahkan dirinya karena berbuat hal yang tak senonoh kepada Bintang, kepada adiknya.

Aksa makin kacau. Setelah berciuman dengan Bintang, Aksa mulai jaga jarak. Dia hanya takut akan berbuat lebih jika Bintang bersamanya. Mungkin saja mereka hanya berciuman, tapi tidak ada yang tahu ke depannya. Bagaimana kalau Aksa khilaf? Ingat, dia itu cowok yang normal.

“Aksa!” Rendy memanggil kencang, dia mendekat lalu memperhatikan wajah sahabatnya. “Kamu insomnia lagi karena Bintang?”

“Aku rasanya mau gila, Ren.”

“Oh? Mau gila? Gila aja, aku izinin, kok.”

Aksa tanpa sungkan mendaratkan sebuah pukulan di kepala Rendy, saat ini Aksa tidak mau bermain-main dulu. Masalahnya sangat serius, lebih serius dari tugas matematikanya.

“Emang kamu kenapa? Aku bisa jadi teman curhat yang baik. Gratis juga. Tenang aja.”

Aksa memang ingin berkonsultasi kepada Rendy, hanya cowok itulah tempatnya berkeluh-kesah. Aksa juga tidak bisa memendamnya sendiri, bisa jadi penyakit batin.

Sesampainya di kelas, Aksa langsung mengutarakan isi hatinya. Dia dan Rendy duduk di pojok kelas, saling menatap dengan serius.

“Kamu beneran cium Bintang? Di bibirnya?” Rendy bertanya ragu. Dia tidak menyangka jika Aksa akan berbuat seperti itu.

“Aku juga nggak tahu kenapa bisa kayak gitu. Bintang duluan yang nyium aku.”

Rendy berdeham. Sifat jahilnya kini berubah haluan menjadi seorang yang bijak. Untuk saat ini Rendy akan memberikan saran yang terbaik.

“Aku tahu kenapa Bintang nyium kamu, dia mungkin anggap itu sebagai bentuk kasih sayang. Seharusnya Bintang itu sekolah, mungkin dia bisa dapat pelajaran tentang batasan cowok dan cewek, tentang seks juga. Kamu harus ngusulin itu sama mama kamu. Siapa tahu Bintang ngerti, kan?”

“Masalahnya, Bintang itu takut ketemu sama orang. Dia pasti nangis kencang. Aku takutnya dia makin tertutup dan nggak mau makan.”

“Tunggu, aku mau nanya sama kamu. Kenapa kamu nyium dia? Kamu suka sama dia?”

Itulah yang menjadi permasalahan. Aksa bingung harus bagaimana. Hati dan pikirannya berbeda pendapat.

“Aku… aku nggak tahu.”

“Kok nggak tahu, sih?!” Rendy melotot tajam, tidak puas akan jawaban yang diberikan Aksa.

“Ren, kalau aku deg-degan lihat Bintang. Itu artinya apa, ya? Soalnya aku sering kayak gitu.”

Rendy menjauh sedikit. “Kamu… suka beneran sama Bintang?”

“Nggak tahu.”

“Kok nggak tahu mulu, sih?!”

“Ya… karena nggak tahu. Emangnya aku mau bilang apa?”

“Aku mau ngusul lagi.” Rendy menghirup napas panjang, dia menepuk bahu Aksa. “Kamu harus perbaiki masalah kamu sama Sita, kamu juga harus ngejauh dikit sama Bintang. Mulai saat ini kamu harus bilang sama Bintang kalau kalian nggak boleh peluk-pelukan dulu!”

“Tapi itu susah, Ren. Bintang nggak akan nurut.”

“Kamu harus lakuin itu, demi masa depan kamu dan juga kelangsungan keluarga kamu. Apa jadinya kalau orangtua kamu tahu ini? Bisa-bisa kamu diusir!”

Little Sister Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang