Satu-satunya pencahayaan di kamar ini berasal dari lampu tidur. Aku memicingkan mata, mencarinya. Arsyana sedang terlelap di atas sofa. Satu tangannya terjulur hampir menyentuh lantai. Terdapat sebuah ponsel di antara jemarinya.
Aku mengusap wajahnya dengan lembut. Perlahan, kukecup keningnya. Desahan napasnya begitu jelas di ruangan yang sunyi ini. Lalu, dia membuka mata.
"Evan?" Suaranya terdengar parau, khas orang bangun tidur.
"Sayang ...." Aku mengusap wajahnya lagi.
"Ini jam berapa? Kenapa kamu baru pulang?"
"Maaf, aku lembur mendadak."
"Aku telpon, kenapa nggak di angkat?"
"HP aku silent."
Arsyana merubah posisinya, kini duduk bersandar. Menyibak rambut yang menghalangi wajah.
"Kamu udah makan?" tanyanya.
"Udah. Kamu pindah ya ke tempat tidur. Pasti pegel-pegel."
Arsyana mengangguk. Lalu, beralih ke tempat tidur. Aku berjalan menuju kamar mandi, dan berganti pakaian.
"Apa yang kamu kerjain sampe selarut ini?" Dia menatapku lekat.
Ini bulan ke dua pernikahanku dengan Arsyana. Memang, sebelumnya aku tak pernah pulang sampai larut. Tapi, akhir-akhir ini, entahlah. Sampai mendapati dia ketiduran di atas sofa selama menungguku pulang.
"Ada yang harus diberesin secepatnya di kantor."
Dia menghela napas perlahan. "Tidurlah. Kamu butuh banyak istirahat," ucapnya sambil mengusap rambutku.
Aku menangkap usapan tangannya. Menciuminya lembut.
***
Setiap pagi, Arsyana selalu menyiapkan sarapan. Walaupun rasanya sedikit aneh, tapi tidak seburuk saat pertama aku mencicipi masakannya. Tak pernah aku menyisakan satu butir pun nasi di atas piring. Aku selalu menghargainya.
Menurutku, dia sedang berusaha menjadi istri yang baik. Menyiapkan sarapan, walaupun setelahnya dapur seperti habis diterjang gempa. Merapikan rumah, walau tak begitu rapi sempurna.
"Hari ini kamu lembur lagi?"
Arsyana menaruh piring berisi nasi dan semangkuk sup di depanku. Kepulan asap terlihat di atas mangkuk, menandakan sup masih panas.
"Aku nggak tau."
Dia memajukan bibir. Gemas.
"Aku bosen, Van."
"Kamu mau apa? Shopping sama Erika?"
Dia menggeleng.
"Lalu?"
Aku menyuap sesendok sup.
Asin
"Kayaknya aku butuh kegiatan lain."
Dia menyendok sup, dahinya mengernyit.
"Misalnya?"
Matanya bergerak-gerak, tanda sedang berpikir.
"Mungkin ... pilates, acroyoga, atau ...."
"Ars ... kalo kamu mau olah raga, kan bisa di rumah. Aku beliin matras nanti buat pilates."
"Kalo acroyoga?"
"Nggak! Itu resikonya besar."
"Ya nggak lah, Van. Kan latihan dulu. Nggak mungkin lah dateng langsung akrobat gitu aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Ars!
RomancePRANG! Aku melemparkan piring dan gelas di hadapanku yang masih berisi sandwich dan teh hangat. Biarlah. Aku suka ini. Aku suka ketika hatiku yang sedang bergemuruh mendapatkan 'teman'. "Ars, dengerin aku dulu ...." "Cukup!" Napasku terengah. Entah...