EVAN 26

295 26 14
                                    

Aku menatap pantulan dirinya dalam cermin. Arsyana begitu menawan mengenakan gaun berwarna biru muda, dengan kerah terbuka memperlihatkan leher jenjangnya. Rambutnya digulung ke bagian atas, sehingga menyisakan anak rambut yang berjatuhan di balik tengkuk, menciptakan debaran bertalu dalam dada.

Aku mendekat, berdiri tepat di belakangnya. Satu tangan merogoh saku celana, mengambil sesuatu untuk diberikan pada Arsyana. Lalu membungkukkan badan, dengan tangan terulur di depan wajahnya.

Pupilnya membulat ketika sebuah kalung bertahtakan berlian menjuntai dari jemariku. Dia menutup mulut, matanya berbinar.

"Kalung yang cantik, untuk Arsyana-ku yang cantik," bisikku lembut di telinganya.

Tanpa menunggunya berkata-kata, aku segera menyematkan kalung itu di leher Arsyana. Dia terlihat semakin anggun dengan kilauan berlian di dada.

"Ini buat aku?" tanyanya dengan tangan menyentuh kalung.

"Kalung ini aku pesan, cuma buat kamu."

"Makasih, Van."

"Kamu bahagia?" tanyaku seraya mendekap tubuhnya. Kami saling bertatapan dalam cermin, melihat lebih dalam antara masing-masing mata.

Arsyana tersenyum. Kemudian mengangguk. Aku mengeratkan dekapan. Menciumi lehernya yang dipenuhi anak rambut adalah kesukaanku, karena dia terlihat begitu menggoda.

"Evan, stop ...," gumamnya.

"Sebentar aja, Ars," pintaku.

"Nanti riasanku kacau. Kita harus tiba di sana tepat waktu."

Aku menarik badan, kembali berdiri tegak di belakangnya. Debaran dalam dada yang tadi sempat riuh, kini lenyap begitu saja ketika teringat ini adalah hari yang sangat penting.

Ashkara hari ini akan melangsungkan pernikahan dengan Kanaya. Setelah merahasiakan hubungan dengan Kanaya dalam waktu yang cukup lama, akhirnya mereka akan bersatu.

Sempat terpikir olehku, bahwa Arsyana akan merasa iri, atau mungkin merasa tak nyaman atas pernikahan Ashkara dan Kanaya yang akan digelar secara meriah. Berkali-kali aku menawarinya untuk mengadakan pesta serupa. Mengingat pernikahanku dengannya dulu terkesan mendadak dan tanpa banyak tamu undangan.

Namun, berkali-kali juga dia menolaknya. Hidup bahagia bersamaku sudah cukup, katanya.

Ah, entahlah ... mengingat kejadian yang pernah menimpanya, membuatku selalu merasa bersalah. Dengan cara apa pun, aku selalu berusaha untuk membahagiakannya.

"Sini, aku pakein," ucapnya setelah berdiri di hadapanku. Dia meraih jas yang terletak di tempat tidur dan membantuku memakainya.

"Tunggu sebentar." Arsyana membetulkan dasi yang menggantung di leherku.

"Perfect!" ucapnya dengan mata mengerling.

Aku mencium bibirnya. Ingin berlama-lama, tapi dia berkelit. Tangannya menahan dadaku yang semakin maju.

"Evan!" pekiknya. Jari telunjuknya menempel di bibirku.

"Aku tunggu kamu nanti malem," bisikku lembut di telinganya. Arsyana terkikik.

***

Suasana di sini sudah cukup ramai. Setiap kursi telah terisi oleh para tamu undangan. Berbagai macam hidangan sudah tersaji di atas meja. Senyum ceria terkembang di setiap wajah yang hadir.

Konsep pernikahan bernuansa garden party ini cukup memukau. Dengan dekorasi yang didominasi warna putih dan gold ini terasa segar, karena di berbagai sisinya terdapat dedaunan dan bunga alami.

I Love You, Ars!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang