Beberapa bulan yang lalu, aku pernah bertemu wajah itu sebelumnya. Wajah laki-laki memuakkan yang kini berdiri di hadapanku.
Malam itu, aku tengah berbincang dengan Ashkara di depan rumah. Dia memergokiku sedang memotret Arsyana diam-diam di dalam kamar yang pintunya sedikit terbuka.
"Lu suka?" tanya Ashkara memecah keheningan.
Jujur, ada rasa malu ketika Ashkara menanyakan itu. Jawaban apa yang harus kuberikan padanya? Aku suka, tentu saja.
"Siapa?" Aku balik bertanya, pura-pura tak mengerti.
"Arsyana. Lu suka?"
Ashkara menatapku lekat. Matanya seolah sedang menyelidiki kebenaran dalam mataku.
"Gue tau reputasi lu di kantor," tambahnya.
Ah, ya ... reputasiku sebagai seorang pria yang senang bermain dengan perempuan malam. Satu kantor mengetahui itu.
"Ash, gue ...."
"Kalo lu berniat untuk berubah, gue bisa aja kasih izin. Tapi ...."
Kini giliranku yang menatapnya lekat. Berharap kata-kata yang keluar dari bibir Ashkara adalah sesuatu yang mungkin saja bisa memberi kesejukan.
"... Dia udah punya pacar," lanjut Ashkara dengan suara nyaris tak terdengar.
Seketika hatiku bergemuruh. Seperti ada sesuatu yang tajam dan menyayatnya perlahan.
"Oh. Ya." Hanya kata itu yang keluar dari bibirku. Kata penuh dusta. Kata yang terucap penuh kepasrahan.
Setelah itu hanya keheningan yang tercipta. Aku dan Ashkara sama-sama memandangi Sang Bulan dalam pekatnya malam. Pikiranku pun melebur entah ke mana.
Menit berikutnya, Ashkara mengulum senyum. Lalu menepuk bahuku.
"Tapi lu tenang aja. Gue sih kurang suka sama bocah tengil itu."
"Bocah tengil?"
"Dia cuma bocah tengil yang sok-sokan macarin ade gue."
"Kenapa?"
Ashkara hanya mengangkat bahu, tak menjawab pertanyaanku.
Tiba-tiba terdengar suara bising dari jauh yang mulai mendekat memecah keheningan. Tak lama, asal suara bising itu berhenti tepat di depan rumah Ashkara. Sebuah sepeda motor yang body dan knalpotnya telah dimodif.
Seorang laki-laki turun dari sepeda motor. Setelah membuka helm, dia berjalan menghampiri aku dan Ashkara yang sedang duduk di teras.
"Bocah tengil," bisik Ashkara seraya melirikku.
Aku mengamati laki-laki yang berpenampilan urakan di hadapan. Dia memakai celana jeans sobek di bagian lutut, dan terdapat anting di salah satu telinganya. Badannya kurus, dan wajahnya yang ... entah.
"Malem, Bang," sapa laki-laki itu setelah berdiri di hadapan kami.
"Ngapain?" tanya Ashkara mengangkat dagu, mengabaikan sapaannya.
Laki-laki itu melirikku tajam, lalu kembali menatap pada Ashkara. "Ars ada, Bang?"
"Ars udah tidur."
"Yah, Bang. Bisa dibangunin aja nggak?"
"Nggak berani gue. Emang lu mau apa?"
"Gue udah janji, Bang, mau ajak dia nonton konser."
"Yaelah konser doang. Besok-besok lagi kan bisa?"
"Tapi konsernya sekarang, Bang."
"Gue nggak mau ya ganggu mimpi indahnya cuma buat nonton konser, dan jingkrak-jingkrak nggak jelas," ucap Ashkara dengan tegas.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Ars!
RomancePRANG! Aku melemparkan piring dan gelas di hadapanku yang masih berisi sandwich dan teh hangat. Biarlah. Aku suka ini. Aku suka ketika hatiku yang sedang bergemuruh mendapatkan 'teman'. "Ars, dengerin aku dulu ...." "Cukup!" Napasku terengah. Entah...