ARSYANA 19

284 34 10
                                    

Ditanganku sekarang sudah menggantung beberapa paper bag. Aku membeli cukup banyak baju hamil. Padahal, belum terlalu membutuhkan. Hanya saja ... aku tergiur dengan bentuk dan modelnya yang elegan. Siap-siap saja nanti kuping menjadi panas mendengarkan Bang Ash ngomel panjang lebar.

Sekarang, giliran Hilda yang memilih-milih baju bayi untuk Shaquila. Ini pendapatku saja, atau memang baju-baju anak perempuan lebih lucu? Lebih banyak model dan warna. Tidak monoton.

"Ini bagus nggak, Ars?" tanyanya merentangkan satu dress kecil berwarna merah muda.

"Bagus," jawabku.

Setelah memilih beberapa baju, Hilda membayarnya di kasir. Menit berikutnya, di antara lengan kami sudah bergelayut beberapa paper bag.

Saat tiba di ambang pintu keluar, aku berpapasan dengan seseorang yang begitu kukenal. Dia adalah lelakiku ... di masa lalu.

Aldi.

Ingin berpura-pura tak melihatnya, tapi mata ini sudah terlanjur tertangkap basah saat memandang ke arahnya.

"Arsyana?" sapanya sambil terus menatapku.

"Eh, ya?" Aku sedikit canggung.

"Apa kabar?"

"Ars, aku tunggu di sana ya?" Hilda berbisik di telinga seraya menunjuk tempat yang dimaksud. Aku mengangguk.

"Aku ... baik."

"Lama nggak ketemu. Kamu ... makin cantik."

Aku gelagapan. Layaknya orang bodoh yang bertemu sang mantan.

Laki-laki di hadapanku, masih sama seperti dulu. Perawakannya yang cenderung kurus, gel rambut yang melekat di rambut spike-nya, dan sebuah anting yang menggantung di telinga sebelah kiri. Tak lupa sebuah tato yang masih melekat memenuhi lengan kanannya.

Setelah bertemu Evan, aku tak habis pikir. Bisa-bisanya dulu aku tergila-gila pada seorang lelaki bergajulan seperti Aldi. Dari penampilannya saja, terlihat bahwa dia seorang bad boy.

Berbanding jauh dengan Evan. Pria mature yang sangat memperhatikan penampilan. Tubuhnya tegap berisi, dadanya bidang, badannya selalu wangi. Ciri khas pria metroseksual.

Ah, tapi tetap saja tak ada bedanya dengan Aldi. Sama-sama laki-laki brengsek, suka bermain perempuan.

Cih.

Aku merutuki diri sendiri. Miris.

"Permisi," pamitku.

"Ars!" Aldi mencekal lenganku.

"Apa?"

"Kamu gemukan sekarang. Lagi ... hamil?"

Aku menutup bagian perut dengan tas. Walaupun tak sepenuhnya tertutupi.

"Nggak usah ditutupin. Orang masih keliatan."

"Iya. Aku lagi hamil," ucapku sambil kembali menarik tas.

"Suami kamu mana? Kok nggak nemenin kamu berpergian? Harusnya kan kalo kamu lagi hamil ...."

"Dia lagi kerja," kataku cepat-cepat menyela kalimatnya.

"Oh ... oke. Kalo gitu, salam buat suami kamu."

"Ya."

Aku segera melangkah, meninggalkan Aldi di depan outlet baju bayi. Mungkin aku terlihat canggung. Tidak seperti dia yang terlihat sangat santai.

Tapi, aku bertanya-tanya. Kenapa dia juga sendiri? Ke mana perempuan yang dulu dia nikahi? Ah, biarlah. Aku tak peduli, itu bukan urusanku.

"Yuk, Hil," ajakku setelah berdiri di hadapannya.

I Love You, Ars!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang