6-Lee Minho

247 47 0
                                    

Waktuku tidak banyak, hanya satu minggu syuting sekaligus produksi. Padahal deadline asli dari panitia lomba sudah sejak satu bulan lalu. Ya ampun, mau tidak mau aku jadi mengatai kepsekku ini sinting.

Meski naskah yang disodorkan si Kepsek itu drama murahan untuk sekarang padahal beken di masanya, tetap saja dialog-dialognya tidak bisa disepelekan.

Aku sibuk memahami jalan ceritanya juga membaca dialog antar pemain dengan muka bete. Saking betenya, aku bahkan tidak menyadari kalau Jeongin duduk ngawang di sebelahku sambil menopang dagu, ikut-ikutan membaca naskah.

Saat aku menoleh, tampangnya jauh lebih berminat dariku.

"Je?"

Fokusnya teralihkan, matanya menatap bingung mataku. "Apa?"

"Baca apa?"

Jeongin nyengir sambil menggaruk tengkuknya—meski aku tak begitu yakin. "Naskah lo, kelihatan menarik."

"Cerita klise loh, menarik dari mananya?"

"Ada kok, meski klise dan udah ketebak jalan ceritanya, tetap aja ada yang beda."

Aku tidak mendebat lebih banyak lagi, tapi menyuarakan rasa penasaranku. "Kelihatannya tertarik banget sama naskah ini."

"Iya," Jeongin mengangguk, sorot matanya menerawang penuh harap. "Andaikan gue masih manusia, gue pasti jabanin deh jadi aktor entah itu cuma cameo atau lakon utama. Dulu, gue punya cita-cita mau kuliah ambil jurusan Film dan Televisi."

"Lo inget masa lalu lo?" tanpa sadar aku melotot padanya saking kagetnya.

Jeongin hanya tertawa ringan. "Mungkin gara-gara gue ngekorin lo ke sekolah, gue inget beberapa. Sudah sejak di sekolah tadi gue mau bilang, cuma ketunda terus dan ujung-ujungnya lupa juga."

"Besok ikut gue lagi ya?" tawarku. "Kali aja ingatan lo bisa pulih semuanya."

"Semoga aja," dia tertawa, hanya saja tawanya tidak mencapai mata. Ya ampun, apa yang dia ingat hari ini merupakan ingatan buruknya?

"Oh ya, kesepakatan awal kita, lo bakalan cerita tentang diri lo, coba dong ceritain apa yang lo ingat hari ini."

Meski wajahnya nampak tenang, aku merasa dia menyembunyikan sesuatu. Buru-buru Jeongin tertawa bahagia.

"Hal remeh temeh sih, sama sekali belum menuntun ke jati diri gue." Matanya melihat langit-langit, dan kali ini sorot matanya tidak bisa ia sembunyikan, sorot mata sendu. "Gue ternyata anak IPA dulu dan yang udah gue singgung tadi, hanya itu buat hari ini."

Aku membulatkan mata. "Ya ampun, berarti lo lebih tua dari gue dong!"

"Entahlah, gue nggak yakin." Jeongin mengerling jahil. "Berarti sekarang lo kudu sopan sama gue. Sini, sungkem sama Kang Prabu!"

Aku mendengus. "Kalau bisa gue jitak kepala lo, bakalan gue jitak."

"Masalahnya tangan lo bakalan nembus gue..." wajahnya berubah muram.

"Hei, sori... gue nggak bermaksud-"

"Realistis aja, nggak usah pikirin perasaan gue. Hidup gue kan udah berakhir dari kapan-kapan, lagi pula gue juga bukan manusia. Nggak ada kan hukumnya lo kudu sopan sama roh."

Oh God, pasti dia kepikiran ucapan Hyunjin yang sedikit banyak menusuk hati.

"Omong-omong lo tertarik sama pemeran yang mana?"

"Ehm... yang bisa deket-deket sama Hyunjin."

"Hyunjin bukan aktornya, dia VJ-nya. Apa lo mau jadi lighting yang biasanya suka diperintah-perintah Hyunjin?"

[1] CTRL + C ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang