15-

262 46 7
                                        

Lee Minho

Dengan motor pinjaman dari Changbin, akhirnya aku sampai di rumah orang yang paling aku hindari dua tahun belakangan. Kilasan-kilasan kejadian masa lalu di rumah ini terngiang kembali satu persatu secara acak. Itu menyakitkan.

Buru-buru aku memarkir motor ini, dan masuk ke dalam, berusaha mengenyahkan semua ingatan jelek itu. aku tidak menekan bel rumah, tapi berusaha membukanya karena aku memegang salah satu kunci rumah ini.

Kukira selamanya aku tidak bakalan menggunakan kunci yang diberi oleh ART-ku waktu itu saat aku kabur, tapi ternyata bagaimanapun juga aku masih harus berhubungan dengan rumah ini begitu penghuninya.

Aku memasang cengiran konyolku untuk menyapa sosok halus yang berseliweran di ruang tamu. Dia sosok anak kecil yang ramah, bisa dibilang dia dulu yang menemaiku waktu dikunci di gudang.

"Hai, apa kabar?" katanya. "Kemana aja?"

"Baik, gue ada di suatu tempat kok."

"Makan yang baik di sana."

Aku mengangguk. "Gue duluan ya."

Kakiku melangkah hingga ke sebuah ruangan yang dekat dengan dapur. Itu kamar orang tua Yiren. Kuberanikan diriku untuk mengetuk pintu kamar itu. karena tidak ada sahutan aku mencoba membukanya, tidak terkunci.

Di sana aku rada terkesiap, sosok yang tengah terbaring disana lumayan kurus dan pucat dari pada saat terakhir kami bertemu. Rupanya sosok itu masih pulas dalam tidurnya, jadi aku memutuskan untuk mengurungkan niatku.

Begini-begini aku masih punya sisi kemanusian barang sejumput.

Saat aku balik badan, hampir saja aku menabrak seseorang yang kuketahui adalah 'papa'. Tampangnya rada kacau, dasinya longgar dan rambutnya riap-riapan, mukanya kelewat kusut dan jauh terlihat lebih tua, pasti orang ini banyak pikiran.

Diam-diam aku menahan senyum. Well, apa yang Yiren lakukan selama ini hingga mereka bedua menjadi sosok yang jauh dari kata baik saat ini.

"Minho..." sosok itu memelukku, tas kerjanya yang berisi laptop ia geletakkan di lantai begitu saja. "Akhirnya kamu pulang nak."

Ehm... entah rasanya sungguh menjilat. Padahal dulu, orang ini jarang bermanis-manis kepadaku. Oke, sekarang kita tunggu apa yang dia inginkan.

"Mamamu sakit-sakitan sejak kamu pergi, dia pingin kamu ada di sini, menemaninya."

"Yiren?"

Tubuh papa menegang sejenak. "M-mama pingin kamu yang ada disampingnya."

Baiklah, kita sudahi basa-basi ini. aku sedang tidak mood melakukan hal-hal melankolis seperti ini, cukup saat bersama Hyunjin kehidupanku mendadak penuh drama picisan karangannya.

"Bagaimana kabar anak laki-laki itu sekarang?"

"Papa kangen, Nak."

Tentu itu bukan jawaban yang kuharapkan.

"Anak laki-laki yang Yiren celakai, bagaimana kabarnya?"

"Kamu ngomong apa sih?" ucapnya masih dalam posisi mendekapku yang notabennya lebih tinggi darinya. "Mau makan dulu? Biar papa pesankan apapun yang kamu mau."

Kalau aku masi bocah usia tujuh tahun mungkin aku bakalan luluh lantak mendengar kata makanan, tapi aku sudah kelewat usia itu dan tidak bisa disogok dengan makanan.

"Sekali lagi, apa kabar anak laki-laki itu, kumohon Papa jangan mengalihkan pembicaraan. Cukup jawab apa adanya, Minho hanya butuh itu."

Papa terdiam sejenak, lalu melepaskan pelukannya dan berjalan melewatiku, membuka pintu dibelakangku lalu menutupnya kembali.

[1] CTRL + C ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang