Minho itu memang istimewa, dia indigo, dan kini malah kolaborasi dengan hantu. Well, meski aku tidak suka mereka—bahkan benci—tidak bisa kupungkiri, keberadaan sosok bernama Jeongin itu cukup membantu.
"Gue ikut Minho, ada hal yang gue inget di sana."
Berpasang-pasang mata itu menatapku penasaran.
"Senior gue yang parno abis sama maling yang mau nyuri kamera, dia sempat beli hidden camera buat dia letakkan di lemari, tempat Rachel tergolek sekaligus tempat kamera," tambahku. "Semoga kamera itu masih ada."
"Dan nyala," tambah Woojin.
Sepertinya seniorku satu itu saking parnonya suka mampir ke ruang klub dua minggu sekali untuk mengecek lemari kamera. Yeah, semoga saja kamera itu masih ada dan hidup.
"Oke, kita ke lokasi dulu nanti kalian nyusul," kata Chan mengambil kesimpulan.
"Jangan sampai loncat pagar lagi ya adik-adik," Jisung mengejek sambil menjawil dagu Minho.
Sialnya, cowok itu malah senyum-senyum. Dasar.
"Kompleks Mega Mendung, don't forget," Felix menepuk bahuku lalu ikut melenggang pergi. "Jangan warung Tahu Lontong, apalagi pecel lele dekat kompleks itu."
Kami mengecek kembali TKP itu dari kejauhan, dan kata Minho Jeongin sudah merangsek ke dalam ruang Klub Film, dimana banyak polisi sedang mondar-mandir di sana.
"Kita nunggu di sini tanpa juntrungan?" ucapku sangsi.
"Percaya sama Jeongin, dia anak IPA di masa lalunya."
"Apa hubungannya?"
Minho tertawa renyah. "IPA kan pintar, nggak kayak kita yang hanya Bahasa."
"Tapi," aku menyeringai. "di angkatan kita anak IPA memang pintar dan banyak kasus."
Candaan ekstrimku menuai tawa keras sohibku. Sorot matanya setuju sekali denganku.
(Mohon maaf nak IPA, bukannya gimana-gimana, saya cuma bahas kelas IPA yang saya alami kok, pernyataan ini nggak mewakili IPA di seluruh Indonesia, sama sekali tidak, okay).
"Nah, itu Jeongin udah datang," Minho menoleh ke arah ruang Klub Film.
"Ya ampun, SD card-nya kenapa melayang-layang begitu?!"
Minho menatapku beberapa detik dengan muka datar lalu tertawa seakan merutuki tampang blo'onku yang ketakutan setengah mati dengan SD card yang melayang.
"Udah percaya kalau Jeongin itu ada di antara kita selama ini," Minho menyeka sudut matanya yang mengeluarkan air mata lantaran terlalu puas tertawa. "Lebih tepatnya ada di samping lo dan gue."
Aku menghela napas panjang. Ini memang tidak masuk akal, tapi bukti nyata ada di depan hidungku dengan sangat jelas. "Oke, gue percaya."
"Lo berhasil, Je," kutahu ucapan itu tidak untukku, melainkan untuk sobat rohnya. "Langsung jalan ke kompleks Mega Mendung ya, Je?"
Aku mengernyit. "Kenapa nggak bahas di sini aja?"
"Mengutip dari film Narnia yang beken itu, 'pohon pun punya mata dan telinga'." Uh-oh. "Kalau bahas di sini tentang apa yang kita temui di TKP, bukannya rada gimana. Lebih baik kita jauh-jauh dari kandang singa."
Kami jalan beriringan keluar gerbang sekolah sembari melayangkan tatapan penuh kemenangan karena Pak Satpam yang punya dendam kesumat padaku tidak bisa berbuat apa-apa sekarang.
Minho menengadahkan telapak tangannya, ada hidden camera, SD card, dan selembar foto yang kutahu itu adalah fotoku.
"Kata Jeongin," ucapnya memulai penjelasan. "hidden camera ini dia temukan persis seperti intruksi lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] CTRL + C ✓
غموض / إثارةKepsek kami memberi tugas yang rada aneh, tapi tetap kami lakukan lantaran dihadiahi jam kosong serta keistimewaan lain. Namun, di beberapa ruangan yang sering kami santroni mendadak teman-teman kami tergolek dengan riasan yang bagus banget, seperti...
![[1] CTRL + C ✓](https://img.wattpad.com/cover/222033251-64-k672192.jpg)