07. Pertemuan Kembali

50 22 2
                                    

Kalian makin kece deh kalo ngevote 😎
Happy reading and enjoy the story!
.
.
.

Kalimat-kalimat kesal keluar dari mulut Lia disaat temannya sedang fokus pada kemudi yang dipegangnya. Tak jarang pula Lia melirik hpnya sambil mendengus kesal. Evi yang berada disampingnya ini pun hanya bisa menghela nafas pelan.

" Lu udah cocok jadi pemeran antagonis."

Lia yang mendengar itu langsung mendelik marah pada Evi kemudian memukul pelan lengan temannya itu.

" Kan tadi aku bilang kalo udah selesai ngampus, langsung jemput aku di rumah. Ini malah main sama gebetan yang gak peka."

Kini gantian Evi yang mendelik marah.

" Gue mau nanya deh Ril."

" Apaan? "

" Sebenernya gue ini temen lu apa supir lu sih?! " Ucap Evi sambil sedikit meninggikan suaranya.

" Kamu itu cuma cewek bodoh yang masih mempertahankan cinta bertepuk sebelah tang- aw! " Lia mengusap lengannya yang baru saja dicubit oleh Evi.

" Daripada lu, cewek yang punya pacar tapi berasa gak punya pacar."

" Gak papa, yang penting status aku gak single."

" Sialan." Umpat Evi pelan.

Tiba-tiba saja smartphone Lia berdering dan ia segera mengangkat panggilan dari managernya itu.

" Dimana April? Gak bisa cepat sedikit? "

" Ini lagi dijalan kok, sabar sedikit ya please.."

" Lima menit lagi harus sampai." Ucap suara ketus disebrang sana.
Panggilan telfon itu pun terputus secara sepihak.

Lia menoleh pada Evi sambil memasang wajah memelas dan mengatup kedua tangannya.

" Ngebut dong Vi."

" Lu kira gue pemain fast and furious?! "

Raut pura-pura tenang tercetak jelas di wajah Rian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Raut pura-pura tenang tercetak jelas di wajah Rian. Ia memperhatikan penjelasan seorang pria paruh baya yang membimbingnya tentang pekerjaan barunya itu sebagai photographer.

Sebenarnya Rian merasa sangat nervous ketika menerima tawaran kerja ini. Karena biasanya ia hanya memotret benda-benda mati atau alam semesta yang menurutnya indah. Tapi sekarang mau tidak mau ia harus memotret seorang model yang notabenenya manusia.

" Jadi bagaimana? Ada yang ingin ditanyakan? "

" Apakah saya harus memotret semua model, atau hanya satu model saja? "

" Bukannya kemarin sudah dijelaskan oleh pak Roni? "

" Belum pak. Pak Roni belum ada menjelaskan tentang itu." Jawab Rian sambil menggeleng pelan.

" Kamu tetap memotret semua model yang ada di sini. Tapi ada salah satu model kami yang photographer pribadinya yang baru saja mengundurkan diri. Biasanya mereka melakukan sesi pemotretan itu di luar studio, seperti di pantai, dan lainnya. Bahkan terkadang keluar kota."

" Jadi maksud bapak? "

" Maksud saya kamu juga akan menggantikan photographer itu."

Rian terdiam sebentar sambil mencerna perkataan pria paruh baya di depannya ini. Setelah itu ia pun mengulum bibir tipisnya sambil mengangguk pelan pertanda setuju.

" Baik pak, saya mengerti. Tapi kalau boleh, bisa bapak perkenalkan model itu pada saya? "

Pria paruh baya itu terlihat sedang melihat ke sekeliling studio, kemudian bertanya pada salah seorang staff lain yang berada di sana.

" April sudah datang? "

" April? " Ucap Rian spontan sambil menaikkan sebelah alisnya.

Hingga terdengar suara langkah kaki seperti sedang terburu-buru masuk ke dalam ruangan itu. Ditambah lagi helaan nafas yang tersengal-sengal.

" April di sini pak. Maaf terlambat."

Seluruh pandangan mata tertuju pada wanita berambut panjang yang mengenakan kaos putih square dan balutan rok tutu bewarna merah muda. Tak lupa pula sepatu boot hitamnya yang terpasang manis di kaki jenjangnya.

Pria penikmat kopi, dan pembenci hujan ini tak bisa melepaskan pandangannya dari seorang model yang tengah berdiri di depan pintu sambil menyelipkan anak rambutnya yang panjang ke belakang telinga. Wajah manis itu seperti pernah terlukis di gambaran masa lalu yang selalu tersimpan di dalam benak Rian.

" Kamu, April? Aprilia? "

Merasa namanya disebut, Lia menoleh kearah pria yang mengenakan kemeja putih panjang yang lengannya digulung sembari duduk dihadapan pria paruh baya.

Manik mata hitam lekat dan manik mata hazelnut itu bertemu kembali setelah beberapa tahun lamanya. Senyuman manis nan tulus yang sudah lama tidak dikeluarkan pria ini akhirnya muncul kembali. Rasanya ia benar-benar ingin berterima kasih pada takdir.

Tapi sayangnya, takdir hanya akan menyakiti hatinya lagi.

Tapi sayangnya, takdir hanya akan menyakiti hatinya lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Februari & April ; Takdir Kala Rintik Hujan [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang