[CERITA SUDAH TAMAT]
Kejadian enam tahun lalu, disaat rintik hujan membasahi kota Jakarta, seorang wanita yang lahir di bulan April dan bekerja sebagai model sekaligus pecinta karya sastra klasik, bertemu dengan seorang photographer jalanan yang lah...
Tau gak? Gak tau kan? Yaudah deh. Wkwkwk monmaap aku gabut:") Baiklah jgn lupa tinggalin jejak kalian yg berharga bak permata dan berlian yaitu vote dan komen ya readers tersayangku *uwu* . . .
Waktu sudah menunjukkan pukul dua siang tetapi hujan tak kunjung reda. Sepertinya butiran-butiran air ini ingin bermain lebih lama dengan kota Jakarta. Hingga tak terasa mereka berdua sudah menghabiskan waktu satu jam di tempat ini. Bahkan hanya sedikit gambar lukisan yang sempat Lia abadikan di kamera ponselnya sebab datangnya hujan yang tak di undang.
Keduanya hanya mengobrol seputar pembahasan mengenai kerja saja. Tidak ada di antara mereka yang berani bertanya mengenai kehidupan pribadi. Hanya saja Lia jadi mengetahui bahwa Rian tiga tahun lebih tua darinya. Di samping itu, di dalam hati kecil Rian, ia ingin mengenal Lia lebih dekat, begitu juga sebaliknya.
Tapi biarlah waktu berjalan dengan sendirinya.
Karena waktu yang terus berjalan dan juga merasa tidak memungkinkan untuk berada di sini lebih lama, Rian pun melirik ke arah Lia yang tengah memainkan ponselnya sambil mendengus pelan.
“ Maaf ya mas Febrian saya jadi ngerepotin. Kalau aja pak Roni gak sibuk pasti sekarang saya gak ganggu waktu mas Febrian. Dia juga gak bisa jemput saya sekarang.” Ucap Lia pelan tapi masih bisa tertangkap oleh indra pendengaran pria itu.
“ Mbak April, saya sama sekali gak merasa di repotin. Justru saya senang kamu ngajak saya kesini. Koleksi foto lukisan saya jadi bertambah.” Jawab Rian sambil terkekeh pelan.
“ Lain kali apa boleh saya minta gambar-gambarnya? ”
“ Boleh banget. Kenapa enggak? ” Lia tersenyum puas mendengar jawaban dari Rian, begitu juga sebaliknya.
Tak lama kemudian mentari yang tadinya tertutup oleh awan hitam, perlahan mulai mengambil alih langit biru. Rian tersenyum lega, sementara Lia mendengus pelan.
Rian beranjak dari duduknya kemudian ia melepaskan jaket hitam yang sedari tadi dikenakannya. Pria itu memberikan jaket hitam tersebut kepada Lia.
“ Kamu pakai aja, masih gerimis di luar.”
“ Tapi mas Febrian gimana? ” Jawab Lia sambil mengerjapkan mata. Ia masih belum mengambil jaket yang diserahkan pria itu.
“ Tenang aja, saya kuat kok kayak Thanos.”
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sebuah mobil agya hitam terpakir di depan rumah besar bewarna cokelat yang diketahui adalah tempat tinggal Lia. Seorang wanita paruh baya turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah itu.
“ Ibunya Aprilia ya? ” Tanya seorang wanita yang usianya sekitar 40 tahun. Diketahui wanita itu adalah sang pemilik rumah, atau biasanya orang-orang yang tinggal di sana memanggilnya dengan sebutan ibu kos.
“ Benar sekali buk. Ngomong-ngomong dia ada di kamar gak ya? ”
“ Tadi pagi sekitar jam sepuluh dia pergi. Tapi saya gak tau kemana. Mari duduk dulu buk sambil nunggu anaknya pulang.”
Intan pun tersenyum ramah lalu duduk di salah satu kursi yang ada di sana. Hanya beberapa menit ia menunggu, manik matanya menangkap sebuah motor hitam berhenti di belakang mobilnya. Intan juga melihat anak perempuannya itu turun dari motor tersebut sambil tersenyum kepada seorang pria yang mengantarnya pulang.
Siapa? Roni kah? Tapi tumben Roni naik motor.
Kaki jenjang milik Lia melangkah masuk ke dalam rumah itu dan mendapati ibunya sedang duduk di teras sambil melihat ke arahnya sambil tersenyum.
“ Mama?! ” Ucap Lia lalu berhambur ke pelukan sang ibu.
“ Hayo habis dari mana? ” Goda Intan sambil mencolek dagu anaknya itu.
“ Habis dari pameran lukisan ma. Yaudah yuk masuk dulu, gak enak ngobrol di luar.”
….
Tatanan kamar bernuansa putih ini terlihat rapi dan enak dipandang. Lia memang tipe orang yang rapi dalam segara urusan, kepribadian ini mirip seperti ayahnya.
Ketika tangan milik Lia ingin melepaskan tasnya, ia baru tersadar jika jaket Rian masih melekat di tubuhnya sekarang. Bibir itu tersenyum, lalu perlahan ia buka resleting jaket tersebut.
“ Sayang, gimana hubungan kamu sama Roni? Baik-baik aja kan? ”
Pertanyaan yang keluar dari mulut Intan membuat Lia berhenti melakukan aktifitasnya tersebut. Ia pun menoleh ke belakang dan menatap ibunya itu.
“ Sejauh ini masih baik, memangnya kenapa ma? ”
Intan langsung bangkit dari duduknya kemudian mendekatkan diri pada Lia. Ia mengelus surai anak perempuannya itu dengan lembut. Lia mencoba untuk tidak berpikiran buruk terhadap ibunya ini. Ia tahu betul jika Intan sudah seperti ini pasti ada hal penting yang ingin disampaikan.
“ Kamu kan sudah besar sayang, sebentar lagi juga wisuda.” Lia masih menunggu Intan untuk melanjutkan perkataannya.
“ Terus, kapan rencana kamu sama Roni menikah? ”
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.