Bagian 14

301 54 7
                                    


Sekitar jam delapan kurang seperempat kami sampai di depan kantor polisi. Kulihat beberapa orang yang berlalu lalang, entah mengapa perasaan takut tiba-tiba menerpa diriku begitu saja. Sudah beberapa kali aku menghela nafas, namun rasa takut di hatiku tak kunjung hilang.

Namjoon memegang bahu kananku cukup kuat hingga membuatku menoleh padanya.

"Kau bisa, hyeong."

Kami berjalan memasuki kantor polisi. Sampailah aku di tempat ini lagi, ku hampiri seorang polisi yang kemarin sempat mengintrogasi Tuan Song. Dia tengah duduk seraya meminum kopinya dan membaca beberapa berkas.

"Permisi," kata Namjoon sopan diiringi senyum manis di wajahnya membuat lesung di pipinya terlihat. Polisi itu menghentikan aktivitasnya kemudian menatap kami dengan kedua alis mengerut.

"Ya ada apa?"

"Kami ingin bertemu dengan Tuan Song."

Orang itu menatap kami begitu tajam, aish menyebalkan. Rasanya aku ingin sekali mencongkel matanya itu. "Oh kau yang kemarin itu ya. Baiklah, ayo ikut aku."

Polisi itu berdiri dari kursinya dan berjalan melewati sebuah lorong. Awalnya Namjoon juga ingin ikut, namun aku menahan tangannya sembari berkata,

"Kau tunggu saja diluar. Biar aku sendiri yang mengatasi masalah ini."

Ia terlihat ragu, namun tetap saja lelaki pemilik lesung pipi itu mengangguk pasrah. Namjoon berjalan keluar dari kantor polisi, mungkin dia akan menunggu di parkiran.

Aku sampai di sebuah ruangan dan duduk di sana. Tak lama Tuan Song datang di dampingi seorang polisi laki-laki. Kulihat tangan pria itu di borgol. Aku menutup mata beberapa saat, rasa bersalah seketika menggelumuti hatiku.

"Waktumu sepuluh menit."

Aku mengangguk. Tuan Song duduk tepat dihadapanku. Aku sama sekali tidak melihat kesedihan di wajahnya maupun matanya. Beberapa menit kami hanya diam, bukankah ini hanya membuang-buang waktu?

"Kenapa kau melakukan ini?" tanyaku. Tuan Song tersenyum sambil menatapku sendu.

"Jangan pernah membenci ayahmu, Min Yoongi."

Deg. Nama itu, bagaimana mungkin dia bisa tahu? Hanya ayah dan ibu yang mengetahui nama asliku, ah anggota Bangtan juga. Tapi apa mungkin ayah memberitahukan ini pada Tuan Song?

Aku bisa merasakan jantungku berdetak dengan cepat. "Tolong Tuan Song, jangan berbelit-belit. Kenapa kau melakukan ini?"

Kalian dengar? Aku mengulangi pertanyaannyaku dan itu cukup membuatku kesal. Akhir-akhir ini aku sering sekali melanggar peraturan dan prinsip yang sudah kubuat sendiri.

"Ayahmu sangat menyayangimu, jangan pernah membencinya."

"Kumohon jangan membuatku marah. Tidak bisakah kau langsung menjawab pertanyaanku? Apa itu terlalu sulit?"

Tuan Song hanya terdiam masih dengan senyuman di wajahnya. "Aku hanya menyampaikan pesan terakhir dari ayahmu. Aku melakukan ini semata-mata hanya ingin melindungimu."

Aku menatapnya heran, masih belum mengerti. Kulihat pria di hadapanku membenarkan posisi duduknya agar lebih nyaman, kemudian ia menari nafas panjang-panjang.

"Dengar ini."

Flashback

Hari itu Tuan Song pergi mengunjungi rumahku untuk membicarakan beberapa hal penting dengan ayah. Walaupun malam hari tapi ia tak peduli, karena pekerjaannya harus selesai besok pagi.

Rumah megah ku yang gelap gulita membuat Tuan Song merasa heran. Dia datang tak terlalu larut jadi mustahil jika aku dan ayah sudah tertidur. Hingga pada akhirnya Tuan Song memutuskan untuk memasuki rumah.

Yang semakin membuat Tuan Song heran adalah pintunya tidak dikunci. Bukankah sangat berbahaya? Membiarkan rumah besar seperti ini tanpa keamanan ketat? Perampok bisa datang kapan saja dan mencuri apapun yang mereka mau.

Tuan Song berjalan pelan di ruang tengah hingga atensinya teralihkan saat ia mendengar suara rintihan seseorang. Berusaha keras pria itu mencari saklar lampu untuk menyalakannya. Saat lampu menyala, terlihatlah ayahku yang terbaring di atas lantai bersimbah darah.

Tuan Song terkejut bukan main. Ia berlari mendekati ayahku yang hampir sekarat itu.

"Hey ada apa denganmu? Siapa yang melakukan ini?!" tanya Tuan Song panik.

"To-tolong lindungi anakku."

Ucapnya terbata-bata diikuti darah yang keluar dari mulutnya. Tuan Song benar-benar panik, dia berniat untuk membopong tubuh lemas sahabatnya itu namun ayahku menolak sambil tersenyum tipis.

"Tidak perlu, se-sebentar lagi aku akan mati."

"Jangan bicara seperti itu! Aku akan membawamu ke rumah sakit dan dengan begitu kau akan segera diobati, bertahanlah!" ucap Tuan Song. Tak sadar matanya mulai berkaca-kaca.

"Bisakah kau merusak cctv yang berada di seluruh rumahku?" pinta ayahku yang berhasil membuat Tuan Song terheran-heran. Namun meski begitu, ia tetap melakukannya. Pria itu mengambil tongkat besi dari gudang dan merusak semua cctv yang berada di rumahku.

"Sudah ku lakukan," ujar Tuan Song dengan nafas terengah-engah. Ayahku tersenyum padanya.

"Katakan pada anakku. Jangan membenciku, aku sangat menyayanginya."

"Hei kau masih bisa bertemu dengannya!" Tuan Song tidak peduli, ia tetap saja membopong tubuh besar ayahku agar segera dibawa ke rumah sakit, sedangkan ayahku hanya terkekeh pelan.

"Untuk terakhir kalinya, bolehkah aku meminta bantuan darimu?"

Suara ayahku benar-benar pelan, dia kehabisan tenaga karena terus berbicara. Tuan Song hampir mendekati mobilnya, dia menghentikan langkahnya saat mendengar pertanyaan ayahku.

"Tolong lindungi anakku, Min Suga. Dia adalah Yoongi ku, jangan biarkan dia terkena hukuman berat. Biarkan dia melanjutkan hidupnya."

Beberapa detik setelahnya, Tuan Song merasakan tidak ada pergerakan lagi pada ayahku. Entah berapa kali dia menepuk-nepuk pelan pipi sahabatnya, berharap bahwa ia akan kembali membuka mata.

"Hei, Min Dan Joo!"

Flashback end

"Ayahmu, Min Dan Joo. Orang yang sangat kau benci tidak bersalah. Ibumu, ibumu-lah yang selalu bermain di belakangnya. Dia menyakiti ayahmu hingga dia berubah menjadi seperti itu."

Aku bisa mendengar nada kekecewaan saat Tuan Song bicara. Tuan Song marah padaku. Bagaimana dengan diriku? Aku lebih marah, bahkan aku membenci diriku sendiri.

"Apa kau tidak menyadari betapa besar rasa sayangnya padamu? Kau dibutakan oleh ibumu yang selalu menampakkan wajah menderita bukan? Nyatanya ayahmu lebih menderita, Min Yoongi."

Ku kepalkan tanganku kuat. Seseorang tiba-tiba membuka pintu ruangan, memberi informasi bahwa waktuku untuk berbicara dengan Tuan  Song sudah selesai.

"Waktumu sudah habis, kau bisa mengunjunginya lagi besok."

TBC

AGUST ' D || myg ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang