Bagian 17

279 52 7
                                    


Sungguh, meninggalkan Jungkook sendirian di basecamp benar-benar membuatku khawatir. Kali ini aku berada di perpustakaan pribadiku, yah bukan aku yang meminta tapi ayah sendiri yang membuatnya.

Waktu kecil aku tidak terlalu suka membaca, namun lama-kelamaan aku menyukainya. Apalagi buku tentang pengetahuan dunia dan seni, sungguh aku merasa berada di dalam imajinasi yang sangat menyenangkan.

Ku dengar besok akan ada kuis dadakan pelajaran Matematika. Aneh bukan? Aku mengetahuinya lebih dulu padahal jelas-jelas disebutnya saja dadakan. Coba tebak, kenapa? Tentu saja karena teman-temanku yang pintar itu, haha.

Jhope dan Jin hyeong, mereka selalu mencari suatu hal dengan cepat tak terkecuali dengan kuis dadakan ini, katanya kali ini kuisnya berbeda. Karena akan sangat berpengaruh pada penilaian di akhir semester.

Aku berusaha fokus pada buku yang berada di atas mejaku, namun sulit. Pikiranku terus mengarah pada Jungkook, apa dia baik-baik saja? Apa Suga hyeong sudah pulang, dengan darah lagi? Ya ampun bagaimana ini? Aku sangat khawatir.

Pada akhirnya aku menutup buku yang sedang kubaca dengan kasar, lalu mengambil handphone hitam milikku yang tergeletak di atas kasur untuk menelepon Jungkook. Cukup lama namun akhirnya panggilannya tersambung.

"Ada apa, Namjoon hyeong?" tanya Jungkook pelan, terdengar seperti berbisik.

"Bagaimana di sana? Apa Suga hyeong sudah pulang?"

"Itu--"

Ucapan Jungkook terpotong tatkala seseorang memanggil namanya, aku mengerutkan kening heran, Suga hyeong?

"Tidurlah, ini sudah malam."

Ku dengar Jungkook terkekeh kecil. "Haha iya hyeong, aku akan tidur di kamar."

Hening, setelah itu hanya terdengar suara-suara kecil. Aku terdiam membiarkan Jungkook yang memulai pembicaraannya. Sekitar lima menit berlalu, akhirnya anak itu kembali berbicara padaku.

"Suga hyeong sudah pulang dan dia baik-baik saja. Kau jangan khawatir."

"Dia pulang dengan darah lagi?"

Tidak ada jawaban darinya, kebungkaman Jungkook semakin membuatku yakin bahwa Suga hyeong melakukannya lagi. Aku tidak mengerti, entah sejak kapan dia jadi seperti ini. Semuanya bermula karena ia membunuh pemilik toko bar.

"Tidurlah dengan nyenyak, kau harus sekolah besok," kataku.

Aku masih terdiam membiarkan Jungkook yang memutuskan sambungan teleponnya lebih dulu. Tapi kulihat, panggilannya masih terhubung, hanya terdengar hembusan nafas kasar.

"Jungkook kau--"

Brak!

Suara itu berhasil mengagetkanku, mungkin Jungkook juga. Aku bisa mendengar anak itu berlarian. Tunggu, apa yang terjadi? Aku berusaha untuk terus memanggil-manggil nama Jungkook namun tidak ada jawaban sama sekali darinya.

"Serahkan semua harta benda kalian! Atau akan kubunuh kalian dengan pisau ini!"

Suara siapa itu? Teriakkannya begitu keras hingga terdengar sangat jelas oleh telingaku. Bukan Suga hyeong, suara itu terdengar lebih berat namun tegas. Entah mengapa aku bisa merasakan betapa tegangnya mereka di sana.

"Ya siapa kau berani masuk ke sini tanpa ijin?!" tanya Jungkook berteriak pula. Ya ampun anak ini, kenapa malah bertanya? Sudah jelas dia adalah perampok!

"Diam kau bocah!"

Bersamaan dengan itu kudengar Jungkook meringis. Aku yakin perampok itu berhasil membuat adik kecil kami terluka. Tidak, ini tidak bisa dibiarkan. Aku berlari keluar rumah tak lupa mengambil kunci mobil yang tergeletak di atas meja belajarku.

Ku tempelkan handphone-ku tepat di telinga, berharap Jungkook kembali mengangkat nya namun justru yang kudengar adalah, "Jangan pernah berani melukai adikku, brengsek."

Itu suara Suga hyeong. Tidak ini tidak baik, aku melajukan mobil kencang ditengah-tengah heningnya malam. Keringat dingin mengalir deras di seluruh tubuhku padahal sekarang ini cuacanya sangat dingin. Aku melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan ku, pukul satu pagi.

Untunglah di saat seperti ini aku masih bisa berpikir jernih. Aku memarkirkan mobilku jauh dari basecamp kemudian berlari menuju pintu belakang. Aku bisa melihat lewat lubang kecil dari pintu. Suga hyeong, tangan kanannya memegang pisau dengan erat dan terus menyiksa perampok itu.

Jungkook berada tak jauh dari tempatku. Aku membuka pintu belakang secara perlahan. Posisiku sekarang berada di sebelah Jungkook, kulihat matanya memerah. Sudah dua kali anak ini melihat bagaimana Suga hyeong menghabisi seseorang.

"Hentikan!" teriakku namun nampaknya Suga hyeong tak menghiraukan aku sama sekali. Dia mulai mengambil ancang-ancang. Di angkatnya pisau itu tinggi-tinggi, bersiap untuk mengakhiri hidup perampok yang mulai melemah itu.

"Mati kau!"

Aku menutup mata Jungkook dengan tangan kananku, sedangkan mataku masih memperhatikan bagaimana Suga hyeong benar-benar melenyapkannya. Tangannya bergetar, bersamaan dengan jatuhnya pisau itu dari tangannya.

"Apa kau masih belum puas, hyeong? Berapa orang sekarang?"

Suga hyeong menoleh padaku, "Pertama ayahku, kedua pemilik bar, ketiga anak SMA, keempat para pembully dan kelima..."

Dia menghentikan perkataannya, lalu menunjuk perampok yang sudah tergeletak di lantai dengan luka tusukan dan goresan di tubuhnya.

"...perampok brengsek itu."

Ku rasakan tangan kanan ku mulai basah, Jungkook menangis. "Kenapa kau seperti ini? Apa dengan begini kau akan merasa lebih baik, begitu?!"

Suga hyeong berjalan perlahan mendekat padaku. Matanya begitu terlihat lelah, aku tahu itu. "Aku hanya berusaha untuk melindungi adikku, apa aku salah?"

Ku tutup mataku sejenak dan melepaskan tangan kananku yang sebelumnya menutupi mata Jungkook.

"Hyeong, kumohon jangan seperti ini."

Tepat setelah itu, Suga hyeong terjatuh tak sadarkan diri di hadapanku.

TBC

AGUST ' D || myg ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang