Bagian 16

283 49 17
                                    


"Kau yang akan berjaga malam ini?"

Seseorang yang tengah mengunyah makanan di mulutnya itu mengeluarkan suara. "Iya."

Namjoon menggelengkan kepalanya. "Jangan terlalu banyak makan, bisa-bisa kau malah ketiduran nanti."

Merasa makanan di mulutnya sudah habis, ia berdiri dan berjalan untuk mengambil air. "Tidak akan, aku ahli bergadang akhir-akhir ini."

"Baguslah, kau tidak takut sendirian kan?"

Lelaki itu terkekeh kecil kemudian melipat kedua tangan di depan dadanya, berlagak sombong.

"Oh ayolah, hyeong. Aku ini Jeon Jungkook, si anak tampan, multitalenta dan pemberani dari Busan."

Namjoon tertawa senang. Ia mengambil tas hitam miliknya yang tergeletak di atas kursi lalu menggantungkannya di bahu kanan. Sebelum ia keluar dari basecamp, lelaki itu mengacak rambut adiknya gemas.

"Ya ampun, dari mana bayi besar ini belajar sombong seperti itu?"

Jungkook menyipitkan matanya tajam. "Aku bukan bayi!"

Namjoon kembali tertawa. Namun sebelum benar-benar pergi ia berpesan sesuatu pada adiknya itu.

"Dengar, jangan pernah memancing amarahnya. Jika dia menginginkan sesuatu, turuti saja tanpa banyak berbicara, kau mengerti?"

Jungkook hanya mengangguk. Sebenarnya dia tidak terlalu takut, karena orang yang baru saja Namjoon bicarakan tadi tidak akan memarahi atau bahkan melukainya sedikitpun. Mungkin karena Jungkook adalah yang termuda hingga membuat dia akan selalu menjadi bayinya Bangtan.

"Aku pergi, jaga dirimu baik-baik."

Hyeong kesayangannya itu benar-benar pergi menggunakan mobil putihnya. Lelaki bergigi kelinci itu menghembuskan nafas panjang, dia sendirian. Bukannya takut tapi dia merasa bosan. Jungkook menyalakan televisi lalu mengambil handphone-nya untuk bermain game.

Televisi yang mengeluarkan suara nyaring itu setidaknya sedikit mengobati kesunyian di ruangan ini. Beberapa jam bermain game hingga rasanya tangan Jungkook mulai mati rasa. Jungkook menghela nafas berkali-kali, orang yang ia tunggu tak kunjung datang.

Lelaki itu melirik jam dinding, sudah pukul sebelas malam. Biasanya dia sudah kembali tapi kenapa sekarang terlambat sekali? Jungkook menyimpan handphone miliknya itu di sampingnya dan merebahkan tubuhnya di lantai.

Matanya mulai memberat, ternyata benar kata Namjoon. Terlalu banyak makan membuat Jungkook merasa sangat mengantuk. Jungkook menyesal, seharusnya simpan saja makanan itu di lemari pendingin, dia bisa memakannya kapanpun.

Baru saja lelaki itu menutup matanya, suara pintu yang terbuka membuatnya tersadar. Ia bangkit dari posisinya kemudian berdiri menghadap orang yang baru datang itu. Jungkook tersenyum, namun senyumnya sirna saat ia melihat tangan orang itu yang mengeluarkan cairan kental warna merah yang berbau amis.

Darah.

"Hyeong, tanganmu kenapa?" tanya Jungkook khawatir. Nampaknya orang itu tak menggubris pertanyaannya sama sekali. Dia berjalan pelan melewati Jungkook untuk mengambil gelas berisi air di atas meja kemudian meminumnya sampai habis.

"Kau mau ganti baju? Aku membawa baju ganti dari rumah."

Lagi-lagi orang itu hanya terdiam seakan tak mendengar suara Jungkook. Anak bergigi kelinci itu tak putus asa, dia masih berpikir bagaimana caranya agar hyeong-nya ini berbicara.

"Ah iya hyeong--"

"Apa kau bisa diam?"

Hening. Entah kenapa pertanyaan orang itu berhasil melukai hatinya. Bukan karena Jungkook anak yang sensitif, hanya saja hyeong-nya ini tidak pernah menolak apapun yang Jungkook berikan. Dia selalu menyayangi Jungkook walaupun anak itu terkadang bersikap menyebalkan.

"Suga hyeong, aku hanya ingin--"

"Seharusnya kalian tidak usah berjaga seperti ini, aku masih sanggup mengurus diriku sendiri."

Min Suga, lelaki itu berdiri dan berjalan menuju toilet, meninggalkan Jungkook dalam keheningan. Anak itu hanya terdiam menatap nanar punggung hyeong-nya. Dia sudah berubah, bukan lagi Min Suga yang Jungkook kenal.

Tidak, bukan saatnya berpikir seperti itu. Jungkook berdiri untuk menghampiri Suga yang masih berada di toilet. Tak lupa juga ia membawa kotak obat untuk mengobati luka di tangan Suga.

"Biar aku bantu, hyeong," ucap Jungkook lalu memegang tangan kanan Suga yang dipenuhi banyak darah, sedangkan lelaki bermata kecil itu hanya bisa terdiam menatap adiknya.

"Ah lukanya cukup parah. Tapi tenang saja, aku adalah anak yang ahli dalam berbagai hal!"

Suga hanya bungkam membiarkan adik kecilnya mengobati luka itu dengan teliti. Senyuman kecil terukir di wajahnya, Jungkook adalah anak polos tapi pintar. Tak pantas jika dirinya harus menjauhi anak ini.

"Sudah selesai! Bagaimana, tidak terasa sakit kan?" tanya Jungkook dengan mata bulat yang menatap padanya. Suga memperhatikan tangannya yang kini sudah terbalut oleh perban.

"Anak pintar."

Bukan main bahagianya, kali ini Jungkook sangat senang. Dia tersenyum lebar kemudian memeluk Suga dengan erat.

"Haha tentu saja, hyeong! Aku belajar banyak darimu."

Suga tersenyum di balik leher Jungkook. Dia menepuk-nepuk punggung adiknya pelan, lalu melepaskan pelukan itu. "Aku tidak ingin kalian menderita, bisakah kalian menjauh dariku?"

Anak itu tertegun sesaat namun kemudian ia sadar dan mengerti apa yang Suga maksud. "Tidak. Bagaimanapun keadaanmu, Bangtan tidak akan pernah meninggalkanmu sendirian."

"Aku tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya, aku bahkan tidak bisa mengendalikan diriku sendiri. Bukankah itu berbahaya, Kookie?"

Jungkook mengangguk. "Aku tahu itu berbahaya. Tapi lebih berbahaya lagi jika kau hanya sendirian menghadapi semuanya."

Lelaki berkulit pucat itu menunduk memperhatikan tangannya. "Dengan tangan ini, aku menghancurkan mimpi seseorang."

Hal yang paling Jungkook tidak sukai adalah saat melihat para hyeong-nya menderita. Dia akan menangis saat melihat hyeong-nya menangis, dan bahagia saat hyeong-nya bahagia pula.

"Hyeong, aku membeli makanan ringan cukup banyak. Apa kau mau mencobanya? Jangan menyia-nyiakan kesempatan ini hyeong, aku jarang menawarkan sesuatu pada seseorang."

Malam ini, setidaknya ada yang bisa membuat seorang Min Suga tersenyum.

TBC

AGUST ' D || myg ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang