Bagian 27

221 35 10
                                    


Entah ini benar atau tidak, tapi aku melakukannya tanpa pikir panjang. Semua orang mendadak berhenti berbicara hingga suasana terasa sangat hening dan tenang, tapi tidak dengan detak jantungku yang berdetak tak karuan. Begitupun dengan orang yang berada di hadapanku sekarang.

Ya aku sudah gila, aku memeluk Suga seonbae-nim di hadapan semua orang.

Detik demi detik terus berlalu namun aku tak merasakan pergerakan apapun darinya. Kenapa Suga seonbae-nim hanya diam? Kebungkamannya itu benar-benar membuatku takut dan gemetar. Aku menyesal, sangat menyesal karena telah berani memeluknya.

Alhasil aku hanya bisa diam dan terus bertahan di posisiku sembari menutup mataku kuat. Pikiranku melayang kemana-mana dan jantungku terus berdetak kencang begitupun dengan Suga seonbae-nim. Posisiku sekarang membuatku bisa mendengar detak jantungnya yang berpacu begitu cepat, apa dia juga gugup sama sepertiku?

"Mereka sudah pergi."

Sontak aku membuka mata dengan posisiku masih memeluknya. "Ya?"

"Kau sudah aman."

Segera aku melepas pelukan itu kemudian menunduk dalam-dalam karena malu. Ingin rasanya aku berlari kencang dan berteriak sekeras mungkin tapi sepertinya itu akan membuat Suga seonbae-nim mengganggap ku aneh.

"Kau menangis?"

Kau tahu? Suaranya itu benar-benar lembut dan terdengar penuh kasih sayang. Aku belum pernah mendengarnya dari siapapun bahkan ayahku sendiri. Perlahan aku mengangkat wajahku dan dikagetkan dengan wajah Suga seonbae-nim begitu dekat denganku.

Mataku membulat lebar dan spontan kakiku mengambil beberapa langkah mundur. Aku bisa melihat ekspresi Suga seonbae-nim yang bingung menatapku.

"Ada apa?"

Meski gugup aku tetap berusaha untuk menjawabnya. "Te-terimakasih," ucapku lantang sembari membungkuk 90 derajat.

"Terimakasih sudah menolongku, seonbae-nim. Aku harus pergi karena temanku sedang menunggu di kantin, sekali lagi terimakasih!"

Entahlah aku tidak peduli apa yang sudah kukatakan tadi. Aku berterima kasih karena pertolongannya dan kurasa itu cukup bukan? Eh bukankah aku seharusnya meminta maaf juga? Aku memeluknya tanpa ijin tadi.

"Aku bisa gila karena seonbae yang satu itu. Arggh sialan!" kataku lalu berjalan cepat menuju ke kantin. Soo Jin pasti akan mengomel tak jelas karena aku terlambat.

Aku sampai di kantin lalu duduk di antara Jungkook dan Soo Jin. Mereka hampir menyelesaikan makan siangnya sedangkan makananku masih dalam proses pemesanan. Sebuah keputusan buruk saat kau datang ke kantin terlalu siang, kau akan sulit mendapatkan makanan favoritmu.

Sembari menunggu pesanan datang, aku terdiam sambil menopang dagu. Kejadian tadi itu masih terngiang-ngiang di otakku. Bahkan aku sampai tak sadar kalau makananku akhirnya sudah datang.

Alhasil aku merenung di depan makanan-makanan yang bahkan belum ku sentuh sama sekali. Berbeda dengan diriku, sepertinya Soo Jin dan Jungkook hampir menghabiskan seluruh makan siangnya.

"Hei lihat makananmu sudah dingin, bodoh!"

Mataku berkedip berkali-kali, kulihat Soo Jin tengah memperhatikanku dengan mata tajamnya. Aku tersenyum kikuk lalu mulai melahap makan siangku dengan cepat. Aku tidak mau menjadi alasan kami bertiga terlambat masuk kelas.

=====

Lelaki itu berjalan santai menuju ke sebuah ruangan yang pintunya terkunci. Tangan kanannya merogoh sesuatu dari saku celana hitamnya untuk mengambil sebuah kunci berwarna perak.

Pintu itu terbuka lebar. Ruang hampa layaknya gudang di mana hanya ada sebuah piano cukup besar berwarna cokelat berada tepat di hadapannya. Ia duduk di depan piano itu lalu menarik nafas dalam-dalam.

Jari-jari putih pucatnya mulai memainkan piano itu dengan lihai. Sesekali ia menutup matanya, menikmati nada menenangkan dari piano yang tengah ia mainkan. I Need U, lagu dari salah satu artis favoritnya. Tak sadar pria itu bahkan tersenyum tipis.

 Tak sadar pria itu bahkan tersenyum tipis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hyeong."

Panggilan seseorang membuat pria itu menghentikan aktivitasnya, ia menoleh ke belakang. Adik bungsunya itu menghampirinya dengan pakaian seragam yang masih melekat di tubuh kekarnya itu.

"Ah aku merindukan saat-saat kau memainkan piano. Rasanya sudah lama sekali ya kau tidak ke ruangan ini? Ayo hyeong cepat mainkan lagi!"

"Tidak."

Anak lelaki bergigi kelinci itu membulatkan matanya. "Apa? Ah kenapa?"

"Aku sedang sibuk, Jungkook," balasnya lalu berdiri dari posisi duduknya. Ia berjalan keluar meninggalkan Jungkook di ruangan itu sendirian, namun ia malah tersenyum lebar.

Jungkook mengeluarkan handphone dari saku celananya dan menelpon seseorang.

"Hyeong kurasa kita berhasil."

"Hmm?"

"Aku dengar Suga hyeong melindungi Eun Ra dari gerombolan gadis pembully. Lalu saat aku ke basecamp, dia sedang bermain piano."

"Syukurlah."

Tiba-tiba saja keduanya saling diam. Jungkook yang masih tersenyum senang, bahwa masih ada harapan agar hyeong-nya kembali. Dan di sisi lain Namjoon tengah berpikir keras.

"Jungkook."

"Ya?

"Apa kau berpikiran sama sepertiku?"

Jungkook mengerutkan keningnya tak mengerti. "Apa?"

"Aku rasa Suga hyeong mulai menyukai Eun Ra."

TBC


Kangen ga? 😄😄

AGUST ' D || myg ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang