Sekitar pukul setengah tiga pagi aku terbangun. Kulihat Namjoon masih tertidur, namun posisinya berubah. Sepertinya selama tertidur ia berputar-putar hingga kini posisinya jadi terbalik.Aku keluar dari basecamp bermodalkan kunci Namjoon yang tergeletak di atas meja kaca. Itu adalah salah satu sifatnya, ceroboh. Tenang saja, aku tidak mungkin menguncinya dari luar. Setelah pintu terbuka aku kembali meletakkan kunci itu ke tempatnya semula.
Suasana pagi hari seperti ini benar-benar lebih dingin daripada malam. Kulihat setiap hembusan nafasku berubah menjadi asap yang mengepul ke atas, dan sialnya lagi aku tidak memakai baju hangat sekarang. Hanya kaos putih dan celana jeans itupun robek-robek.
Bagaimanapun juga aku harus kembali ke rumah. Sebenarnya jarak antara rumah dan basecamp Bangtan cukup jauh. Namun karena aku tak membawa uang sepeser pun, akhirnya ku putuskan untuk jalan kaki saja.
Tidak lama, mungkin hanya satu jam. Sembari berjalan aku memperhatikan toko-toko sepi di sekitarku. Sangat sepi, namun masih ada beberapa juga yang masih buka. Sampai seperti itukah mereka mencari uang?
Satu jam berlalu, akhirnya aku sampai tepat di depan gerbang rumahku. Begitu gelap seakan tak ada penghuni di dalamnya. Kuhela nafasku sejenak kemudian ku langkahkan kakiku memasuki rumah itu.
Di ruang tengah, tidak ada hal aneh. Syukurlah setidaknya tidak ada vas bunga, gelas, atau piring yang menjadi korban. Cukup menyebalkan, mereka yang bertengkar lalu mengapa tak bertanggung jawab atas tindakannya? Selalu aku yang harus membersihkan.
Itupun jika aku ingin.
Aku berniat menuju kamar, tepat di bawah tangga menuju ke lantai atas. Namun suara langkah seseorang menghentikan ku. Dia sedang berjalan padaku, tanpa menoleh pun aku sudah tahu siapa dia.
"Dari mana saja kau?" tanyanya dingin.
Ayah. Ku tutup mataku sejenak, lalu berbalik dan menatap matanya yang merah yang selalu terlihat menyeramkan bagiku. Aku selalu tak bisa melawan apapun yang dia katakan. Namun meski begitu, aku tetap berusaha untuk menutupi rasa takut itu.
"Aku menginap sebentar di--"
"Siapa yang menyuruhmu menginap? Jangan bertindak seakan kau tidak mempunyai rumah."
Entah kekuatan dari mana aku berani mengatakan ini. "Ini memang bukan rumahku, tapi rumahmu. Bukankah begitu, Tuan Min?"
Kulihat matanya semakin memerah. Sepertinya kata-kataku barusan terlalu berlebihan, tapi aku tak menyesal. Aku sudah muak dengan beban yang terus menghantuiku.
"Jaga mulutmu, Min Suga."
"Aku dan Ibu hanya menumpang disini. Bukankah itu yang kau katakan tadi malam?"
Dia mengerutkan keningnya heran. "Kau mendengarnya?"
Aku tertawa. Menurutku pertanyaan yang ia lontarkan tadi benar-benar lucu. "Aku punya telinga, menurutmu untuk apa telinga itu?"
"Kau?!"
Dia sudah siap mengangkat tangan kanannya, aku tersenyum miring. "Bagus, tampar aku sekarang. Kau terus saja melampiaskan seluruh rasa sakit mu pada ibuku. Dan sekarang, berbagilah rasa sakit itu padaku."
Itu adalah kalimat terpanjang yang pernah ku ucapkan selama aku hidup. Jujur, sekarang ini aku sangat marah. Perlahan dia mulai menurunkan tangan kanannya kemudian menghela nafas berat. Aku hanya menatapnya datar.
"Ayah sangat kecewa padamu, Min Suga."
Aku terdiam membiarkan dia untuk melanjutkan perkataannya lagi.
"Dulu kau tidak seperti ini. Kau anak yang baik dan penurut, pintar, hangat, dan selalu tersenyum. Ke mana dirimu? Kau membuat Ayah seakan sedang berhadapan dengan orang asing."
Aku terdiam. Menurutku ucapannya bukanlah sebuah pertanyaan yang harus ku jawab. Kulihat ia menurunkan pandangannya, menatap lantai putih yang ia pijak dengan kaki lebarnya itu. Lalu tak lama kemudian, ia kembali menatap mataku.
"Kembalilah, Min Suga. Jadilah dirimu."
Ternyata hanya omong kosong. Aku berbalik dan berjalan meninggalkannya sendirian di ruang tengah. Aku ingin tertidur, hanya itu untuk sekarang ini. Apakah besok aku akan sekolah atau tidak, entahlah aku tidak peduli.
Ku baringkan tubuhku di atas kasur. Mataku disambut oleh langit-langit kamar yang berwarna putih. Aku suka warna hitam dan putih, mereka memang bertolak belakang tapi menurutku mereka saling menyatu.
"Kembalilah, Min Suga. Jadilah dirimu."
Aku menghembuskan nafas panjang. Kalimat itu terus berulang-ulang terputar di memori otakku. Menyebalkan sekali. Memangnya apa yang membuatku berubah? Bukankah dirinya? Lalu kenapa dia memintaku untuk kembali? Konyol.
Aku membencinya dan aku membenci semuanya. Dunia ini, hidupku dan diriku sendiri. Saat melihat ibuku yang di tampar, dipukul, bukankah aku sebagai anak laki-laki seharusnya melindunginya? Tapi apa yang kulakukan?
Egois, aku lebih memikirkan diriku sendiri dan memilih pergi dari rumah. Kalau dipikir-pikir lagi aku sama saja dengan ayah bukan? Benar juga. Aku terkekeh pelan kemudian menutup mataku untuk tidur.
Harapanku agar hari ini menjadi lebih baik ternyata hanya sekedar harapan saja.
Entah berapa lama aku tidur, namun saat aku terbangun cahaya matahari sudah menerobos masuk ke dalam kamarku. Saatnya sekolah, ya ku putuskan untuk sekolah saja. Berdiam diri di rumah tidak akan menyelesaikan apapun.
Setidaknya di sekolah masih ada orang-orang yang bisa menghiburku, contohnya saja mereka berenam. Tidak semua diantara kami itu sekelas. Empat orang kelas 12-3, termasuk aku. Lalu dua orang kelas 11-4, dan satu orang kelas 10-1, dia adik kecil kami.
Drrttt
Handphone ku bergetar, tepat di atas kasur. Ayolah aku sedang mandi sekarang. Tadinya ingin kubiarkan saja, tapi rupanya orang yang menelepon ku itu tak kunjung menyerah. Alhasil, aku keluar dari toilet dengan handuk yang melingkar di pinggangku juga sikat gigi di tangan kananku.
"Hm?"
"Hyeong, kau mau sekolah bukan?"
"Iya, kenapa?"
"Mau ku jemput?"
Aku terdiam. Membawa mobil dalam pikiran kacau jelas membahayakan. "Baiklah, jemput aku di depan gerbang."
Kudengar dia bersorak senang. Apa se-bangga itu karena dia berhasil mengajakku?
"Kau tunggu saja di rumah, aku sudah siap dan tinggal berangkat saja!"
Ku putuskan sambungan teleponnya. Dia selalu berbicara ceria seperti itu. Meski aku tahu dia akan segera datang, tapi aku tak kunjung mempercepat mandi. Biarkan aku menikmati suasana tenang ini.
Sekarang aku sudah keluar dari toilet, dan bersiap menggunakan seragam khas SMA ku. Baru saja memakai sepatu, seseorang datang dan membunyikan bel rumah.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
AGUST ' D || myg ✓
Fanfic[COMPLETED] "Life is a daily oscillation between revolt and submission." - Agust D Harap bijak dalam membaca. Cerita ini mengandung beberapa unsur kekerasan. Gambar yang ada di cerita ini di ambil dari pinterest dan sumber lainnya.