"Bagaimana keadaan pasien dok?" tanyanya dengan wajah khawatir.
Dokter tersebut tersenyum, "Nak Aidan tidak perlu khawatir pasien hanya butuh istirahat dan kami telah memasangkan beberapa alat bantu pernapasan untuk Nona Kaina."
Aidan tersenyum lega. "Dokter Rena terima kasih banyak atas bantuannya."
Dokter wanita bernama Rena itu tersenyum, "Sudah kewajiban saya untuk menangani pasien,"
Setelah Dokter Rena pergi, Aidan kembali duduk di kursi samping Kaina terbaring lemah dengan alat bantu bernapas.
"Kenapa gue selalu cemas sama lo?" lirihnya dengan wajah lirih.
Tak lama seorang pria serta cowok yang masih mengenakan baju tidur masuk, wajah mereka terlihat khawatir dengan keadaan Kaina.
"Dan, Adek gue tumbang lagi?" tanya Kenzo dengan nada bergetar.
Aidan menoleh lalu menyalimkan Nugraha yang memandang lurus sang putri.
"Iya Ken, sorry tadi Adek lo langsung gue bawa ke sini."
Nugraha tersenyum sembari menepuk bahu Aidan. "Gak Nak Aidan, malah saya sangat berterima kasih karena kamu telah membawa putri saya dengan cepat."
Aidan mengangguk dan tersenyum canggung, lalu Kenzo duduk di tempat yang tadi Aidan duduki dengan wajah khawatir.
"Chesya, bangun ini Abang ...." lirih Kenzo sembari memegang tangan Kaina yang dingin.
Aidan pamit ingin mengundurkan diri, "Om maaf mungkin saya izin pamit, karena acara masih berlangsung."
Nugraha mengangguk, "Terima kasih ya Dan nanti kapan-kapan ke rumah main."
Eh? Udah dikasih start nih gue? ujar Aidan dalam hati.
Aidan tersenyum. "Boleh banget om!"
Setelah Aidan pergi, Nugraha ikut duduk di depan Kenzo di tempat yang Kaina tiduri karena cukup lebar.
"Abang, papi khawatir saat abang pergi ke Australia kamu jadi sering tumbang."
Kenzo menatap Nugraha sinis. "Emangnya gak ada Papi yang bisa jagain Chesya?"
"Papi kerja Nak."
Kenzo mendengkus lalu tersenyum miring. "Jadi Ken pergi, Papi juga ikutan pergi? Papi dari dulu bener-bener gak berubah ya!"
Kenzo bangkit lalu meninggalkan Nugraha yang mematung, Kenzo salah paham. Baru pria itu ingin mengejar, mata Kaina terbuka membuat Nugraha mengalihkan perhatiannya.
"Ada yang sakit gak Ches?" Kaina menggelengkan kepala sebagai jawaban.
"Jadi dia beneran mau kuliah di sana Pi?" lirih Kaina seraya memandang ke arah sofa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaidan [HIATUS]
Teen FictionJUDUL SEBELUMNYA "KAINA" Kamu ibarat penenang namun menyakitkan, sama saja seperti air dan minyak tidak bisa bersatu. Yang aku tahu, riak air yang dibawa oleh ombak ke pesisir pantai hanya singgah sementara lalu kembali ke lautan. "Kai, seandainya...