Bab 23

36 17 0
                                    

⚠️ Ada adegan 15+ seperti kekerasan, perkataan kotor dan part yang agak panjang.

Namun sebelum berlanjut scroll

.
.
.
.
.

Aku minta votenya boleh?

Yang banyak ya! Jangan lupa buat share cerita ini ke base wattpad, temen, sodara, ponakan, ortu, pacar, mantan, calon pacar kalian yaaa 💋

Happy reading.

****

Kaina menajamkan pandangannya, terlihat Aidan sedang duduk sendirian di warung Budhe tanpa seorang pun yang menemani.

Tidak lama, segerombolan cowok mengenakan pakaian serba hitam mendatangi Aidan. Hingga cowok itu tersedak saat minum.

Kaina terkisap saat salah satu di antara mereka menarik tubuh Aidan menjauh dari sana.

"Mereka siapa?" lirih Kaina menatap Aidan yang dibawa oleh mobil Mustang hitam.

Kaina segera menghampiri Budhe yang teriak-teriak memanggil nama Aidan.

"Budhe! Mereka siapa?"

Budhe menggelengkan kepalanya. "Gak tahu mbak, tapi koyo'e nggih mau buat perhitungan sama Mas Aidan."

Mimik wajah Kaina berubah menjadi datar, berusaha memikirkan sesuatu. "Sebelumnya di sini pernah kejadian berantem atau apa gitu, gak?"

Wanita dengan daster serta celemek itu menggelengkan kepala.

"Cah-cah bagus Antariksa ndak pernah bawa atau buat masalah di sini, tapi ini baru pertama kalinya."

Kaina mengangguk, lalu mengusap tangan wanita itu dengan lembut.

"Aku titip motor Aidan ya Budhe, nanti bakal diambil sama orang lain." ujar Kaina lalu berlari menjauh dari warung tersebut.

"Semoga mereka baik-baik aja ...." Budhe masuk ke dalam seraya membawa gelas berisi setengah teh manis hangat milik Aidan.

- oOo -

Kaina menatap cemas ke arah rumah di depannya, rumah bergaya Jawa klasik dengan pepohonan di sisi kanan dan kiri membuat bulu kuduknya merinding.

"Permisi ...." Kaina memandang pintu yang masih rapat seraya menekan bel.

Tak lama wanita paruh baya dengan kebaya apik keluar, menatap Kaina dengan senyumannya.

"Mencari siapa ya, Nduk?" tanya wanita tersebut.

Kaina menampilkan seulas senyuman. "Saya Kaina, apa benar ini rumah Aidan?"

Wanita itu tersenyum. "Inggih Nduk, betul ini rumah Den Aidan."

"Apa Aidannya ada ya, Bi?" Wanita itu mengernyit dahi lalu menggelengkan kepala.

"Udah sejam harusnya udah pulang, tapi Bibi belum lihat Den Aidan sama sekali."

Kaina menahan nafasnya, lalu tersenyum. "Kalau begitu terima kasih, saya pamit."

Sebelum wanita itu membuka suara, Kaina terlebih dahulu meninggalkan rumah Aidan secepat kilat.

"Dan ... lo ke mana sih? Jangan bikin gue khawatir." lirih Kaina dengan air mata yang menggenang di pelupuk matanya.

Kaidan [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang