"Dia gadis yang cantik," bisik Kiko pada sang putra yang asyik memakan kudapan di sana. Pemuda itu mengangguk. "Ya, ibu benar," jawabnya. Ia menatap gadis yang duduk tepat di depannya. Senyum gadis itu tak habis-habis, rasanya begitu menyenangkan menatap wajah gadis itu.
Sekelebat bayangan sang mantan kekasih memenuhi otak Mino. Wajah mereka tak mirip, tapi mereka punya senyum yang sama. Jantungnya berdetak kencang, lagi-lagi ia merasakan luka lama di hatinya.
"Jadi, kapan kita tentukan tanggal pertunangannya?" tanya Sandara.
"Terserah. Tapi kurasa, lebih cepat lebih baik," jawab Kiko.
Tak ada sedikit pun protes antara kedua orang yang akan dijodohkan. Mereka menerimanya tanpa paksaan sama sekali.
Aneh bukan.
Karna sebenarnya pemuda itu memiliki niat lain. Yaitu, menyembuhkan luka di hatinya.
Waktu berlalu begitu cepat. Meski belum akan menikah dalam waktu dekat, Mino sudah mulai mempersiapkannya sedikit demi sedikit untuk pernikahannya.
Pria itu seorang workaholic. Mengingat ia harus memegang anak perusahaan sang ayah di usia yang masih begitu muda.
Sejak perpisahannya dengan mantan kekasih, Mino mulai mendedikasikan waktunya untuk pekerjaan. Sedalam itukah luka yang ia terima, sampai-sampai ia trauma untuk mencari pasangan sendiri.
"Boleh aku masuk?" pekik seorang gadis dari luar ruangan kerja Mino. Pria itu mengenal betul suara siapakah itu, sang tunangan. Gadis itu bertingkah konyol lagi. Bahkan ia mendatangi kantor yang sudah sepi seorang diri. Karna banyaknya pekerjaan, Mino memang memutuskan untuk lembur di kantor. Saat ini pun sudah pukul 8 malam.
"Kim Jisoo, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Mino. Seperdetik kemudian gadis itu membuka pintu ruangan Mino. Ia mengerucutkan bibirnya.
"Kenapa oppa masih di kantor jam segini?" tanya Jisoo sembari berjalan mendekat ke arah Mino. Sang pria masih sibuk dengan tumpukan dokumen di mejanya.
"Oppa ...," rengek Jisoo. Mino menoleh ke arahnya. "Iya?" jawabnya.
Gadis itu meraih lengan Mino kemudian menariknya. "Ayo pulang, lanjutkan saja besok!" pintanya.
Mino meletakkan bolpoinnya, kemudian menatap serius pada sang tunangan. "Aku sedang sibuk, aku harus menyelesaikannya hari ini juga."
Jisoo mengerucutkan bibirnya lagi, ia melepaskan tangannya dari lengan Mino. "Apa aku bisa membantu? Agar cepat selesai."
"Kau tak bisa."
"Lalu apa yang harus kulakukan?" tanya Jisoo.
"Kau pulang saja."
"Aku tidak mau pulang kalau oppa juga tidak pulang." Gadis itu berkacak pinggang.
Mino menghela napasnya. "Baiklah, diam saja di situ sampai aku selesai."
"Baiklah." Jisoo duduk di kursi yang berada tepat di depan meja Mino. Ia melipat tangannya di atas meja sembari mengamati Mino yang kembali sibuk dengan dokumen-dokumen penting itu. Gadis itu tak mau beranjak, hanya memandangi sang tunangan yang sedang sibuk.
Tanpa terasa, malam semakin larut. Rasa kantuk menyerang Jisoo, membuatnya menyandarkan punggung ke kursi sembari memejamkan mata. Beberapa menit kemudian, gadis itu sudah berpindah ke alam mimpi.
"Ayo pulang, aku sudah selesai." Mino meletakkan bolpoinnya setelah selesai merapikan dokumen-dokumen itu.
Ia menatap sang gadis yang saat ini sudah memejamkan mata. "Kim Jisoo," panggilnya sembari mengguncang bahu Jisoo. Tidurnya sudah kelewat nyenyak, dan Mino tak mau membangunkannya.
Pria itu melirik ke arah jam yang terpasang di sudut ruangan. Waktu menunjukkan pukul 11.43 malam. Sudah sangat larut, dan Mino pun juga mulai mengantuk. Akan berbahaya jika mereka pulang dalam keadaan seperti ini.
Mino masih berpikir dan bimbang, antara membawa Jisoo pulang atau membiarkannya bermalam di sini.
Ia mengangkat tubuh Jisoo dan berjalan menuju pintu. Namun, Mino menghentikan langkahnya. Sementara denting jam terus berjalan. Ia kembali melirik untuk memastikan lagi, pukul berapakah ini?
Sudah hampir jam 12 malam. Mino tak mau ambil resiko, karna rasa kantuknya semakin menjadi.
Akhirnya ia memutuskan untuk berbalik. Dibaringkannya tubuh Jisoo di satu-satunya sofa di ruangan itu. Ia mengambil jas yang masih ia gantung di sudut, kemudian menyelimutkannya pada tubuh Jisoo. Sedangakan Mino, ia akan tidur di atas karpet impor miliknya.
"Jaljayo," ucap Mino yang kemudian memutuskan untuk memejamkan mata.
***
"Aku tak percaya kau bertunangan dengan gadis manja itu," lenguh gadis bermanik hazel itu. Ia sedang berada di mobil dalam perjalanan menuju kota kelahirannya; Seoul.
Sudah sekitar 4 tahun ia memutuskan untuk tinggal di Jepang dan melakoni karir sebagai model di sana. Kini ia mulai rindu dengan kampung halaman, dan dengan 'seseorang'.
Seseorang itu adalah Mino.
-
TBCJisoo's Family
Votement jan lupa💕Publish, 2 Mei 2020
©rugseyo
KAMU SEDANG MEMBACA
Hectic [END]
RomanceBagaimana caranya menjadi prioritas? Jisoo - Mino rugseyo ©2020