19. Lost In A Crowd

383 62 28
                                        

Saat menyadari Jisoo tergeletak di sampingnya, Mino pun kalang kabut.

"Jisoo-yaa! Jisoo-yaa!" panggilnya berulang-ulang sambil menepuk-nepuk pipi sang tunangan.

"Jisoo-yaa!" Mino mengedarkan pandangannya ke seluruh arah, namun tak menemukan siapa pun yang bisa dimintai pertolongan.

Untuk sesaat ia menyesal karna menyewa villa di tempat yang begitu privat, hingga tak ada seorang pun yang nampak lalu lalang di sana.

"Apa yang terjadi?" pria itu begitu panik.

Ia mengambil ponselnya di saku celana untuk menghubungi petugas villa agar menjemput mereka dengan mobil. Ia harus membawa Jisoo ke rumah sakit sebelum semua terlambat.

"Hallo... Ini darurat! Tolong jemput kami dengan mobil! Tunanganku pingsan, aku harus membawanya ke rumah sakit!"

Setelah menelpon petugas villa, Mino segera membawa Jisoo masuk. Bagaimana pun juga tubuh Jisoo harus tetap hangat.

Tak sabar menunggu jemputan yang tak kunjung datang, Mino tanpa berpikir panjang segera menggendong tubuh Jisoo dan mencoba membawanya ke rumah sakit terdekat.

Pria itu berlari keluar sambil membawa tubuh Jisoo dengan tergopoh-gopoh.

Rumah sakit rupanya berjarak kurang lebih 2KM. Hal itu membuat Mino harus berjalan dengan cukup jauh. Sesampainya di rumah sakit, ia langsung menuju ke Instalasi Gawat Darurat. Setelah dokter datang dan menangani Jisoo, Mino terduduk lemas di ruang tunggu. Ia menekan dial ke nomor seluruh keluarganya, tapi tak ada yang menjawab teleponnya. Mungkin karna sudah terlalu larut malam. Tapi akhirnya seseorang mengangkat teleponnya, ia adalah Kim Jinu sahabat Mino.

"Jinu-hyung!"

"Hmmm... Apa sopan menelpon di jam segini?" Pria di ujung sana nampaknya terbangun gara-gara telepon Mino.

"Jisoo..."

Seketika kantuk Jinu terasa hilang begitu mendengar nama sepupunya disebut. "Ada apa dengan Jisoo? Apa terjadi sesuatu?"

"Dia...pingsan... Aku melihatnya memegangi dadanya setelah minum, dan tiba-tiba dia pingsan... Aku tidak tahu harus bagaimana? Aku membawanya ke rumah sakit dan dokter sedang menanganinya... Keluargaku... Tak ada yang mengangkat teleponku.... Bagaimana ini? Aku takut jika terjadi sesuatu pada Jisoo... Aku takut jika-"

"Cukup! Sekarang tenangkan dirimu! Aku akan menghubungi Jennie dan akan segera memesan tiket pesawat segera. Akan kami usahakan datang secepat mungkin... Untuk keluarga, aku akan segera mengabari mereka. Sekarang yang harus kaulakukan hanya mendampingi Jisoo. Tetaplah berada di sampingnya jika dokter sudah selesai memeriksanya! Okay?"

"Baiklah, hyung."

Mino tak dapat menghembuskan napas lega setelah itu. Dokter keluar dari ruang Instalasi Gawat Darurat. Ia memanggil Mino untuk bicara dengannya di ruangan praktik miliknya.

"Detak jantung pasien sangat lemah, sehingga kami harus memasang ventilator untuk memenuhi supply oksigen ke jantungnya. Anda tidak perlu khawatir, keadaan pasien sudah lebih membaik sekarang," jelas dokter.

Mino menghembuskan napas lega. "Syukurlah," ucapnya kemudian.

"Saya juga mencium bau minuman keras. Apa pasien sebelumnya minum? Penderita lemah jantung seharusnya tidak diperbolehkan minum minuman keras."

"Apa? Lemah jantung?" Seketika Mino teringat dengan beberapa obat yang ia temukan di tas Jisoo. "Saya tidak tahu kalau dia menderita lemah jantung," lanjut Mino.

"Hal yang lebih fatal bisa saja terjadi, jika anda tak segera membawanya ke rumah sakit. Bisa saja nyawanya tak tertolong."

Deg! Mino merasa bodoh saat ini. Ia bahkan belum tahu semua hal tentang Jisoo. Gadis itu rupanya menyembunyikan hal yang besar seperti ini.

Kalau saja Mino tahu bahwa Jisoo sakit, ia tak akan menyetujui taruhan minum itu.

Pria itu menyesal karna tak bertanya lebih lagi soal obat-obat yang ia temukan. Ia menyesal karna tak bisa mencegah hal buruk yang akan menimpa Jisoo. Bahkan, hampir saja ia kehilangan Jisoo untuk selamanya.

Ia keluar dari ruangan dokter dan berjalan menuju ruangan di mana Jisoo dipindahkan setelah dari ruang Instalasi Gawat Darurat.

Gadisnya yang biasanya tersenyum ceria itu, kini nampak pucat terbaring tak berdaya dengan alat ventilator yang terpasang di hidungnya. Mino merasa begitu bersalah.

Pria itu duduk di sebelah ranjang Jisoo. Ia terjaga semalaman sembari terus menggenggam tangan Jisoo. Ia mencoba menghangatkan tangan yang terasa dingin itu dengan terus menggenggamnya.

"Maafkan aku, Kim Jisoo! Aku pria bodoh yang bahkan tak bisa menjagamu. Aku terlalu sibuk dengan duniaku, dan berpikir bahwa aku sudah tahu semua hal tentangmu." Mino menitihkan air matanya. "Tapi ternyata, kau tak menunjukkan semuanya padaku. Dan aku terlalu egois karna hanya menunggumu untuk menceritakan semuanya tanpa harus bertanya."

Mino mengeratkan genggamannya. "Kumohon segeralah bangun! Aku ingin mendengarmu tertawa dan merengek manja seperti biasa. Kumohon...."

***

Pagi itu, langkah dua pasang kaki bersepatu memekak memenuhi lorong rumah sakit. Dua orang yang baru saja turun dari pesawat itu segera bergegas ke rumah sakit di kawasan Hyeopjae. Mereka menuju ke sebuah ruangan dengan nomor 93. Setelah sampai di sana, gadis yang langkahnya terburu-buru itu segera membuka pintunya lebar-lebar. Gadis itu masuk lebih dulu, diikuti oleh pria yang sedari tadi konsisten berjalan di belakangnya.

Pria lain yang duduk di sebelah ranjang pasien kini berdiri dari kursinya untuk menyambut kedatangan sahabatnya. Namun, bukan salam baik yang ia dapatkan.

Plak!!! Ia menerima tamparan dari gadis yang baru saja masuk. Tamparan itu begitu keras hingga meninggalkan bekas merah di pipi.

"Tak bisakah kau sedikit becus menjaga Jisoo?!"

Ruangan itu hening. Kemarahan gadis berpipi mandu itu tak terbalas.

"Maafkan aku." Hanya kalimat itu yang dapat terucap dari bibir Mino.

***

TBC

Bismillah rajin update.

Votements juseyo😂😂😂

Publish, 18 Mei 2021
©rugseyo

Hectic [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang