6. O2

597 108 18
                                    

Jisoo menghentikan gerakan tangannya, garpu yang ia genggam ia letakkan dengan kasar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jisoo menghentikan gerakan tangannya, garpu yang ia genggam ia letakkan dengan kasar. Kemudian ia mendongak, menatap sosok yang tiba-tiba duduk tanpa ijin di depan meja makannya.

"Selamat pagi, hari ini aku janji akan sarapan bersama." Pria berkulit tan itu tersenyum hangat, namun Jisoo hanya membalasnya dengan tatapan sinis.

"Aku sudah selesai," jawabnya yang kemudian beranjak dari tempat duduk. Sebuah tangan meraih pergelangannya, Jisoo menoleh masih dengan tatapan sinis. Ia tatap wajah sang tunangan dengan kesal, bahkan terlihat dari tampangnya yang berubah memerah. Marah, namun Jisoo tak dapat meluapkannya. Muak, namun Jisoo begitu menyukai pria ini.

"Kumohon duduklah sebentar, temani aku sarapan," pinta pria bermarga Song itu.

"Tidak mau!" Jisoo melepaskan genggaman Mino dengan paksa. Hari ini untuk pertama kalinya, Jisoo ingin mengabaikan pria itu.

"Kau boleh pakai ruang makanku, karna kau adalah tunanganku. Tapi, kumohon lain kali jika kau berkunjung ke rumah seseorang, tetaplah duduk di ruang tamu dan biarkan tuan rumah menyelesaikan apa yang ia lakukan. Bukan malah mengganggu sarapan paginya!" tekan Jisoo. Gadis itu berlalu begitu saja dari hadapan Mino. Entah apa yang membuatnya tiba-tiba berubah seperti itu. Mino hanya merasa bahwa Jisoo mungkin sudah benar-benar marah.

"Tunggu, tak bisakah kau jelaskan padaku mengapa kau marah?" tanya Mino.

"Tanyakan pada Minatozaki Sana!" tutup Jisoo. Gadis itu kemudian benar-benar berjalan keluar dari ruang makannya.

***

Tanyakan pada Minatozaki Sana!

"Hei... Kau melamun?"

Mino tersadar ketika Jinu menjentik-jentikkan jari tepat di depan wajahnya. Benar, Mino memang sedang melamun. Dari pagi hanya kata-kata Jisoo saja yang terus terngiang di kepalanya. Sekali lagi ia berpikir bahwa Jisoo tak pernah terlihat semarah ini. Pria itu masih belum menjawab pertanyaan Jinu, ia justru meraih ponsel yang ada di kantong celananya. Mino memiringkan kepala. Tak ada satu pun pesan masuk yang ia terima dari Jisoo. Padahal sebelumnya, gadis itu selalu mengingatkannya untuk makan siang.

"Apa ada masalah?" tanya Jinu lagi. Mino berusaha bersikap seolah tak terjadi apa-apa. Ia meletakkan ponselnya di atas meja, untuk berjaga jika ada pesan masuk.

"Tidak ada," jawab Mino yang kembali menyibukkan diri dengan dokumen-dokumen di atas mejanya.

"Kau bohong. Jennie bilang padaku kalau Jisoo sedang marah padamu."

Mino berdiri dari kursi kerjanya dan menatap antusias pada Jinu. "Katakan, apa lagi yang Jisoo katakan pada Jennie?"

"Kau makan siang dengan Sana 'kan, kemarin?"

Mino melemas, kembali ia duduk di kursinya. Sedang sang teman sepertinya siap untuk mencecarnya setelah ini. "Baiklah, aku tahu aku salah-"

"Lalu?" potong Jinu. Pria itu berharap Mino bisa mengambil keputusan yang baik untuk hubungannya. Ia 'kan sudah dewasa.

"Kau tak ingin memberiku saran?" tanya Mino. Jinu menggeleng cepat.

"Itu urusanmu. Dan kurasa, kau pun bisa menentukan apa yang harus kau lakukan," jawabnya santai.

"Aish... Biar saja. Lagi pula, aku tak melakukan apapun dengan Sana."

Jinu beranjak dari duduknya, pria itu menengok arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah waktunya makan siang. "Terserah. Tapi sebaiknya kau bisa lebih mengerti bagaimana perasaan Jisoo."

"Aku pun tak akan cemburu kalau dia makan siang dengan pria lain." Nada bicara Mino meninggi.

"Ya, ya. Kau memang yang selalu benar. Tadinya aku ingin mengajakmu makan siang, tapi sepertinya kau masih sibuk. Aku makan siang dengan Seungyoon saja." Jinu berbalik dan berjalan keluar dari ruangan Mino.

"Cih... Sudah kuduga Jisoo memang seperti anak kecil. Lagi pula, siapa yang berselingkuh. Aku juga tidak makan bersama Sana," gerutu Mino sembari kembali menyelesaikan apa yang ia kerjakan.

Tanpa terasa, waktu berjalan begitu cepat. Mino telah menghabiskan sepanjang harinya di meja kerja. Bahkan ia sama sekali tak keluar dari ruangannya. Ia baru tersadar ketika langit mulai gelap dan suasana kantor yang semakin sepi. Pria itu melirik ke arah jendela dan menyaksikan matahari yang kini sepenuhnya tenggelam.

Tangannya seolah gatal, meski ia berusaha untuk tak menyentuh ponselnya sepanjang hari. Namun, nyatanya Mino mengeceknya setiap jam bahkan setiap beberapa menit. Sedihnya, tak satu pun pesan yang masuk ia dapat dari Jisoo.

"Kau berani mendiamkanku, Kim Jisoo? Apa kau yakin? Aku tahu satu menit lagi pasti kau akan mengirimkan pesan atau bahkan menelponku." Pria itu jadi sering menggerutu. Ia berpaling menatap ke arah jendela, hingga ia terperanjat karna ponselnya tiba-tiba bergetar.

Drrrttt~ drrrtttt~

"Aku benar, kan? Pasti kali ini dari Kim Jisoo," gumamnya sambil meraih benda tipis yang sedari tadi ia biarkan bertengger di atas meja.

Sedetik kemudian, wajah tampan itu muram. Ia mulai berkeringat. Bukan dari Kim Jisoo, melainkan dari Taehyun adiknya. Ia bertanya kapan Mino pulang?

Membacanya, Mino tak berniat untuk membalas. Ia seolah kehilangan tenaga.

"Kim Jisoo, kenapa aku baru sadar bahwa aku begitu membutuhkanmu?"

TBC

Up😓
NGARETTTTTTTTTTT WOEEEEEE

hehe vote + comment ya...

Publish, 20 September 2020
©rugseyo

Hectic [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang