Kuhitung sampai tiga, jika kau tak bangun maka aku akan meloncat ke atas perutmu...
Oppa...
Mino mencoba membuka matanya. Ia menyipit menatap sosok cantik yang kini berada di atasnya. Surai panjang gadis itu turun membelai wajah Mino, pria itu tersenyum.
"Kim Jisoo." Ia melenguh sembari kembali memejamkan mata. Kedua tangannya meraih tubuh itu dan memeluknya dengan erat.
PLAKKK!!! Sebuah tamparan keras melayang di pipi Mino, ia terperanjat meloncat dari ranjangnya. Ia tatap sosok berambut gondrong di depannya. Seketika Mino membulatkan mata, "Taehyun?"
"Dasar mesum.. Apa kau baru saja memimpikan Kim Jisoo? Tapi bukan begini caranya, kau pikir aku ini tidak waras sepertimu, hyung bodoh!" Taehyun menggerutu sembari berjalan keluar dari kamar Mino, meninggalkan si pemilik kamar yang kini terdiam linglung.
♡♡♡
Hari ini berlalu begitu cepat. Tanpa terasa seharian penuh Mino tak menyentuh ponselnya. Pria itu melenguh frustasi, lagi-lagi Jisoo tak memberi kabar.
"Aku bisa tanpa dia," gumamnya seolah-olah ia adalah manusia paling kuat di bumi ini.
Pria berkulit tan itu beranjak dari kursi kerjanya, ia akan pulang dan beristirahat. Senja kali ini ia lalui tanpa kecerewetan Kim Jisoo yang memaksanya untuk segera pulang dan beristirahat. Gadis itu selalu mengingatkannya untuk makan, pulang, mandi bahkan memotong kuku setiap minggunya. Itulah sebabnya hari-hari terasa lain tanpa semua basa-basi itu.
Klik.
Mino mengunci pintu ruang kerjanya. Ia berjalan menuju mobilnya yang terparkir di garasi. Setelah sampai, ia segera mengemudi memecah jalanan sore yang ramai. Di sepanjang jalan, Mino teringat pada Jisoo. Teringat pada celotehannya dan sikap manjanya yang beberapa waktu ini tak mewarnai harinya.
"Sudahlah, aku merasa tak serepot biasanya." Mino bergumam menepis segala rasa kesepian dalam hatinya. Namun, tetap saja ia merasa begitu kosong.
Ketika ia berhenti di lampu merah, ia teringat bayang-bayang Jisoo yang menyeberang jalan bersama Jackson kemarin. Di hari itulah Mino melakukan hal yang paling bodoh semasa hidupnya. Itu juga yang membuat Jisoo mungkin marah padanya.
"Biarkan saja. Kalau dia sudah kesepian, mungkin dia akan mengingatku," gumam Mino lagi. Begitu kerasnya kepala pria itu, hingga ia tak bisa sedikitpun mengalah pada egonya.
Setelah perjalannya menyesakkan itu, ia sampai di rumah dengan kejahilan Taehyun.
"Pagi, hyung." Pria itu meniupkan asap rokok yang ia hisap ke wajah Mino.
Yaaaa.. That bastard
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Berhenti merokok, atau setidaknya jangan merokok di depanku." Mino mengibas-ngibaskan tangan di depan wajah agar asap rokok itu menghilang. Taehyun hanya terkekeh.
"Lagi pula ini sudah sore, apa kau mabuk?"
Taehyun celingukan. Ia buka tirai di jendela rumahnya. "Wah rasanya seperti pagi," gumamnya.
Mino hanya manggeleng-gelengkan kepalanya karna heran. Sang adik mungkin agak stres karna tak menang turnamen tinju kemarin, atau mungkin kepalanya terhantam pukulan lawan sehingga otaknya agak geser. Ia mulai berlalu, namun lagi-lagi ia diusik oleh Taehyun.
"Hyung, mau ke mana?"
Mino menoleh dengan death glare yang menakutkan. "Kau buta? Aku mau ke kamarku, mandi dan istirahat."
Taehyun berkacak pinggang. "Sebaiknya urungkan niatmu, hyung. Ada tugas negara yang memanggil!"
"Apa maksudmu?" Mino memiringkan kepala. Adiknya lama-lama bisa membuatnya ikut gila.
"Hyung harus menjemput mommy di Seoulite restaurant sekarang," jawab Taehyun.
"Kenapa tidak kau saja yang menjemput ibu?"
Dua anak laki-laki itu memang memiliki sebutan yang lain untuk memanggil Mizuhara Kiko, sang ibu.
"Hyung lupa. Aku sedang stres berat, kalau mengemudi bisa berbahaya. Bisa-bisa aku memarkirkan mobil di balkon restaurant," dalih Taehyun.
Mino menghembuskan napas panjang. "Di mana ayah?" tanyanya yang sedari tadi tak mendapati kehadiran Jiyong.
"Daddy sedang ada urusan di museum. Biasa, jam sibuk. Oh ya... Sebaiknya hyung segera bergegas, atau kau akan mendapatkan masalah." Taehyun tersenyum mengejek, ia kemudian berjalan santai menuju dapur.
Dengan gontai, Mino kembali berjalan keluar menuju mobilnya. Manusia yang paling ia takuti di dunia ini adalah sang ibu. Ia tahu betul bahwa wanita keturunan Jepang itu begitu ahli ilmu bela diri. Sekali saja Mino menolak permintannya, maka ia akan ditendang sampai kehilangan harga dirinya. Begitulah ganasnya sang ibu, hingga ia bisa menaklukan sang ayah, Jiyong--seorang yang keras kepala.
Sesampainya di Seoulite restaurant, Mino menghentikan mobilnya di lobby. Karna tak melihat keberadaan sang ibu, ia pun menelponnya.
"Hallo, ibu di mana?"
"Masih di dalam, kau sudah sampai?"
Mino mengangguk. "Iya, aku di lobby."
"Cepat parkirkan mobilmu. Acara ibu belum selesai, jadi sebaiknya kau masuk," pinta Kiko.
"Tidak usah, bu. Aku tunggu di mobil saja."
"Cepat masuk, anak tampan!"
Deg! Jantung Mino berdegup kencang saat itu juga. Sang ibu memang yang paling bisa membuatnya takut, apalagi ketika mengeluarkan nada bicara seperti barusan.
"B-baik," jawab Mino. Ia segera memarkirkan mobil dan turun.
"Taehyun bilang aku bisa terlambat. Tapi, nyatanya acaranya belum selesai," gerutu Mino.