20. Daylight

380 65 41
                                    

Kiko buru-buru menghubungi Mino. Pagi-pagi sekali penjaga villa di wilayah Hyeopjae menelponnya, ia bilang bahwa Mino dan Jisoo menghilang sejak malam. Ia juga bilang ada hal darurat sehingga mereka harus menjemputnya dengan mobil dan mengantarkan ke rumah sakit.

"Anak itu, mengapa ponselnya tak aktif?" Kiko berulang-ulang menekan dial ke nomor Mino. Ia juga menelpon ke nomor Jisoo, namun tak ada jawaban.

"Apa kita harus menyusul mereka ke Jeju hari ini?" tanya Jiyong yang baru saja selesai mandi.

"Aku harus pastikan dulu keadaannya. Jika benar darurat, mau tak mau kita harus ke Jeju untuk memeriksa keadaan mereka," jawab Kiko. Upayanya lagi-lagi tak mendapatkan jawaban. Tapi, beberapa detik kemudian ponselnya berdering. Mino menelpon.

"Halo, apa yang terjadi? Apa kau dan Jisoo baik-baik saja?" Kiko segera menghujam Mino dengan pertanyaan.

"Kami baik-baik saja, bu. Jisoo hanya mengalami kram kaki dan aku kelewat panik. Maaf, sudah membuat kalian khawatir."

Kiko menghembuskan napas lega. Ia melirik ke arah Jiyong yang kini nampak penasaran dengan jawaban Mino.

"Mereka tidak apa-apa 'kan?" bisik Jiyong yang langsung saja dijawab Kiko dengan anggukan.

***

Sementara di Rumah Sakit Hyeopjae.

Jisoo yang baru saja membuka matanya tersenyum menatap tunangannya yang baru saja selesai mengabari kedua orang tua mereka.

"Kenapa kau tak membiarkanku mengatakan yang sebenarnya?" tanya Mino.

"Aku sudah membaik, dan tak mau jika membuat orang tua kita lebih khawatir. Selain itu," Jisoo menggantung kalimatnya, "aku tidak mau jika oppa kehilangan kepercayaan dari orang tuaku."

Mino terdiam. Ia menunduk, di dalam kepalanya hanya dipenuhi dengan penyesalan. Ia tak akan membuat kejadian ini terulang lagi, ia berjanji pada dirinya sendiri.

"Maafkan aku. Semua ini gara-gara aku yang tak mengetahui apapun tentangmu." Mino menggengam tangan Jisoo dengan erat.

Jisoo tersenyum, ia senang melihat Mino yang nampak mengkhawatirkannya.

"Ini bukan kesalahan oppa, tapi..."

"Tidak," potong Mino. "Ini kesalahanku dan aku menyadarinya. Mulai sekarang, aku berjanji akan selalu memperhatikanmu."

"Aku pun kalah taruhan. Jadi, aku akan menepati janjiku untuk tak meninggalkan oppa," jawab Jisoo.

"Bahkan jika kau berniat pergi, aku tak akan mengijinkannya!" Mino mengeratkan genggamannya di tangan Jisoo.

Sementara itu, Jennie dan Jinu ternyata sudah berdiri di depan pintu dan mengamati mereka.

"Aku bersyukur dia sudah mulai menganggap Jisoo," bisik Jennie yang masih sibuk menatap dua orang yang ada di dalam ruangan.

"Mino selalu menganggap Jisoo, aku sudah tahu itu sejak awal," balas Jinu.

Gadis di sampingnya kini mengalihkan pandangannya pada sang kekasih.

"Bagaimana kau tahu?"

Jinu tersenyum ketika mengingat kembali setiap kekhawatiran Mino. Pria itu boleh saja sibuk, tapi ia akan selalu memikirkan bagaimana cara untuk membuat Jisoo bahagia.

"Dia menanyakan semuanya. Bunga apa yang harus dia bawa, parfum dan pakaian macam apa yang harus dia kenakan untuk menemui Jisoo. Dan bagaimana caranya membuat Jisoo merasa selalu spesial di depannya," jelas Jinu.

"Jadi, itu sebabnya Jisoo selalu bersikap kekanakan di depan Mino?" tanya Jennie lagi yang disusul anggukan dari Jinu.

"Aku mengenal Jisoo dengan baik dan tahu bahwa dia akan mengulang hal yang sama jika dia mendapatkan perhatian. Ya... Sepupuku itu memang manja." Jinu tertawa.

"Lalu, soal tidak mengabari orang tua Jisoo, apa oppa juga tahu kalau Jisoo tak akan membiarkan orang tuanya tahu tentang hal ini?" tanya Jennie merujuk pada kejadian yang membuat Jisoo dirawat di rumah sakit untuk saat ini.

"Iya. Kau tahu 'kan kesimpulannya? Gadis itu memang keras kepala."

Jinu pun tahu juga tentang kekhawatiran Jisoo. Tentu sepupunya tak ingin jika Mino disalahkan akan kejadian itu. Ia juga berniat menjaga Mino agar tak dianggap abai pada Jisoo.

"Oh ya, Jennie."

Jennie kembali menoleh ke arah sang kekasih.

"Ya?"

"Terima kasih untukmu, karna kau telah membantu merawat Jisoo."

Gadis yang berprofesi dokter itu tersenyum. "Itu sudah kujadikan kewajiban untukku. Lagi pula, berteman dengan Jisoo membuatku jadi lebih banyak tahu tentangmu."

"Aishh... Aku tidak tahu kalau kau selicik itu," ejek Jinu. Sedangkan sang kekasih hanya tertawa menanggapi ejekan itu.

***

Dua hari kemudian setelah dirawat, Jisoo dan Mino memutuskan untuk langsung kembali ke Seoul. Mereka terpaksa mengundur kepulangan karna harus menunggu kesehatan Jisoo pulih.

Setelah pesawat yang membawa mereka mendarat, Mino dan Jisoo memutuskan untuk mampir makan di restaurant 'Aori Ramen'.

Jisoo masih ingat ketika ia melihat Mino bertemu dengan Sana di tempat ini. Sebenarnya Jisoo tak mau memikirkan hal itu, hanya saja pikiran itu dengan seenaknya melintas di kepalanya.

"Oppa," panggil Jisoo ketika Mino sedang asyik melihat menu.

"Hm?" Pria itu kini mengalihkan pandangannya pada Jisoo yang duduk di depannya.

"Aku ingin meminta ijin."

"Ijin?"

Jisoo mengangguk. "Apa kira-kira kau akan menyetujuinya?" tanya Jisoo.

"Apapun itu, asal bukan ijin untuk meninggalkanku."

Jisoo tersenyum, "Apa kau lupa dengan janjiku? Aku akan menepatinya."

"Lalu apa yang akan kau lakukan sehingga kau sampai berniat meminta ijin padaku?" tanya Mino penasaran.

Gadis di depannya menggigit bibir bawahnya, ia pun mulai memainkan jarinya dengan meremas ujung kaos yang dikenakan.

"Aku ingin bicara dengan Sana!"

***

TBC

Permisiiiii...kapal missqueen lewatttt🛶

Votements jangan lupa, biar masmino semangat ngedayungnya hehehehe😍

Publish, 22 Mei 2021
©rugseyo

Hectic [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang