Penyesalan Dan Ungkapan

12 4 0
                                    

Annyeong, budayakan sebelum membaca follow akun aku dulu ya^-^

Happy reading friends

...
"Maafin Ibu, El. Ibu tidak tahu harus berbuat apa biar kamu bisa menerima Rasya. Ini memang salah Ibu, coba saja dulu Ibu mendengarkanmu---," celotehnya terpotong oleh Elina.

"Enggak Bu ini bukan salah Ibu. Ibu juga gak perlu berbuat apa-apa, Elina juga mencintai dan menyayanginya. Tapi mungkin waktunya saja yang belum tepat," jawabku.

"Ini sudah waktunya El, apa yang kamu tunggu lagi. Semakin lama kalian menunggu Ibu akan semakain cemas, dan kamu tahu El, Rasya kadang bisa melakukan hal gila karena frustasi. Dia pernah gagal dalam sebuah hubungan, karena dia tidak bisa menunggu lebih lama. Sekarang dia bisa menunggumu selama ini, awalnya Ibu mencemaskannya. Tapi Ibu sadar ternyata Ibu telah memisahkan kalian, maafkan Ibu, El." Bu Aya lagi-lagi menangis dan dengan penyesalan.

Setelah beberapa menit berbincang, Eli kembali membaik dan menceritakan semua hingga memberitahu kalau Nenek sudah tiada, Bu Aya terkejut. Dengan semuanya, lalu mengantar Eli pulang.

"Terima kasih Bu sudah mengantar Eli."

"Sayang sekarang kamu, kerja di mana? kamu bisa bekerja bersama Rasya di kantor kalau kamu mau,"  tawar Bu, Aya.

"Sementara ini Eli mau menghabiskan liburan di rumah dulu Bu," jawabku tersenyum.

"Ya sudah kamu hati-hati ya, Ibu kapan-kapan akan menjengukmu bersama Rasya,"

Bu Aya pergi meninggalkannya, Elina yang tadi murung kembali ceria itu membuat Elice bingung.

"El, hari ini kenapa kamu aneh banget, tadi lagi murung sekarang ceria," timpal Elice sambil mengernyitkan dahinya. Namun, Eli tidak menjawabnya ia langsung menuju dapur untuk memasak.

☆☆☆

"Kamu sudah telepon kevin, beritahu dia kalau kita sudah sampai."

"Sudah, tadi Key yang telepon duluan."

"Ya sudah."

"Kamu masak apa El? Biar aku bantuin," ucap Elice mendekati Elina.

"Tidak usah Elice, kamu duduk aja ya, kesian dedek di perut kamu nanti ke capean lagi."

"Ckk ... tapikan?" Elice berdecak kesal.

"Nanti aku aduin sama Kevin, kalau Elicenya bandel," ancam Elina.

"Ya udah, ya udah," Elice berbalik ke tempat duduk sambil cemberut.

Gak lama makanan mereka sudah masak, Elina menaruhnya di atas meja dekat tv tempat Elice duduk.

"Elice ... sudah makan dulu, katanya tadi mau jalan-jalan kan?" tanya Elina.

"Ya baiklah."

Dering ponsel Elina, ia mengambil ponselnya yang ia letakan di meja.

"Hallo."

...

"A-apa Bu!!" Elina sedikit teriak, matanya melebar.

"El ada apa?" tanya Elice di sela-sela Elina bertelponan.

...

"Ba-baik Bu, Eli kesana sekarang," ucapnya terbata bata

Sambungan telpon pun terputus.

☆☆☆

"El ada apa?" tanya Elice lagi.

"Rasya masuk rumah sakit," Elina panik, dan cemas.

"El tenang dulu, kita ke sana sekarang," ucap Elice menenangkan Elina, lalu di angguki oleh Elina. Mereka bergegas pergi menggunakan taksi. Sesampai di sana Elina langsung berlari mencari keberadaan Rasya.

"El, kamu sudah datang?" Bu Aya bangkit dari tempat duduknya. Rasya yang sudah sadar hanya melongo, betapa kagetnya melihat wanita yang ia cintai mencemaskannya sambil menitikan air matanya. Eli langsung menghampirinya dan berucap, "Kamu bodoh Ray." sambil memukul-mukul dada bidang Rasya.

"Ya, El. Aku bodoh karenamu," ucapnya.

"Tapi jangan sampai melakukan hal gila ini Ray," tangis Elina.

"Aku melakukannya karena aku mencintaimu," jelasnya, "Apa kamu mencemaskanku?" tanyanya, "Apa kau sakit melihatku seperti ini?" tanya lagi.

"Kau tidak tau betapa cemasnya aku, betapa sakitnya aku dan merindukanmu," Elina terdiam sejenak menghela napasnya, "Karena aku menyukaimu. Aku mencintai dan menyayangimu Ray." ungkapnya. Rasya tertengun menatapnya dan merasa senang jika ternyata selama ini ia menunggu dan menantinya tidaklah sia-sia. Rasya memeluk Elina.

"Kau bodoh Ray! Kenapa kamu ngelakuin hal gila itu? Jika kamu tidak tertolong bagaimana denganku Ray?" Elina masih terus menangis, memukul dada bidang Rasya.

"Maafkan aku El, karna aku bodoh tak memahaminya," jawab Ray sambil mengusap air mata Elina. Sedangkan Elina hanya terdiam menatapnya.

"Bagaimana dengan Nenek?" tanyanya.

"Bagaimana kamu tau tentang Nenek? Aku tak pernah memberitahumu bahkan kita tak pernah akur," kaget Elina

"Mamah menceritakan banyak hal tentangmu dan Nenek," jawabnya.

"Lalu?"

"Lalu?" Rasya bingung.

"Apa lagi yang Mamah katakan?" Elina penasaran.

"Ee ... banyak bahkan aku sampai tak ingin mendengarkannya."

"Benarkah apa Mamah begitu," ucapnya senang

"Bahkan sekarang kau memanggilnya Mamah," rayu Rasya.

"Jangan merayuku seperti itu Ray," ucap Elina.

"Aku tak sedang merayumu," ejeknya. Memebuat rona merah pipi Elina.

"Lalu? Apa kalau bukan merayuku?"

"Aku hanya mengoreksi panggilanmu untuk Mamah," jawabnya cepet.

Elina malu-malu membuat pipinya, samakin merona lalu ia mencubit perut sispek Rasya. Membuat Rasya meringis kesakitan, lalu ia terdiam sejenak. "El, besok ada waktu gak?" tanyanya.

"Kenapa emang?" jawab Elina

"Jalan yuk, anggap aja itu kencan pertama kita," ajaknya

"Kencan!" jawab Elina pura-pura kaget.

"Iya, ada yang salah dengan kataku?" tanya Rasya.

"Siapa yang jadian?"
...

Jangan lupa vote komen kritiknya juga ya, baca juga cerita ku satunya.
~ kesedihan ku

Bisakah MemilikimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang