Bab 1 Hidup Kadang Tidak Memberikan Pilihan

324 15 0
                                    

Di suatu jalan yang berkelok dan mendaki, sebuah sedan sport mewah masuk ke dalam rumah mewah bertingkat berwarna putih. Syam keluar dari mobilnya

Setelah bertarung dengan Zuma, berada di rumah kembali membuatnya bernafas lega. Rumah ini telah menjadi tempat yang nyaman baginya beberapa tahun belakangan ini.

Pelayan setianya, Arnol menyambut di depan pintu rumah.

"Tuan...apakah baik-baik saja?" tanya pria tua itu saat melihat luka dan darah di wajahnya.

"I'm ok Arnol," ucap Syam sambil menepuk punggung lelaki tua itu.

"Tolong buatkan segelas teh dingin."

"Baiklah, tuan."

Setelah berada di kamarnya, Syam langsung membuka pakaiannya dan menuju kamar mandi, lalu diputarnya pancuran air dingin. Terlihat lintasan air yang berwarna merah darah mengalir dari tubuhnya. Deraian air yang jatuh telah membuka kembali jejak-jejak luka di sekujur tubuhnya. Namun tak tampak keperihan di wajahnya. Pikirannya tertancap pada hal lainnya.

Adegan pamannya yang dengan mudah membunuh seorang manusia masih terekam jelas dalam benaknya. Baru kali ini kekejaman pamannya disaksikan dengan matanya sendiri. Selanjutnya adegan Zuma yang tidak segan-segan membunuh manusia yang sudah tidak berdaya. Cindaku's way, lirihnya. Pamannya pernah mengatakan setelah menjadi cindaku, moralitas sebagai manusia tidak dibutuhkan. Mereka pun tidak terikat dengan hukum manusia.

Pemuda itu menuntaskan mandinya. Ia melangkah keluar dengan langkah berat. Siraman air dingin belum berhasil meredakan kegusarannya. Ia masih terusik dengan perbuatan pamannya. Langkahnya terhenti di depan cermin. Ditatapnya wajahnya sendiri.

Is this me?

Pemuda itu menghela napasnya, sorot matanya gundah. Ia seperti terdera oleh sesuatu yang berlawanan dengan kata hatinya, yang memaksanya teringat masa lalu yang sebenarnya ingin dilupakan.

Ia lahir dan dibesarkan di Amerika Serikat. Kedua orang tuanya adalah orang Indonesia tulen berasal dari Sumatera Barat. Ayahnya, Emrizal, memiliki perusahaan teknologi informasi yang sukses di sana, sedangkan ibunya sudah meninggal pada saat ia berumur dua belas tahun. Ayahnya menikah lagi dengan Miryana seorang model dan peragawati yang lebih sibuk mengurusi diri sendiri daripada anak tirinya. Jika tidak melakukan pemotretan, Miryana mengisi hari-harinya dengan berbelanja atau pergi ke klinik kecantikan untuk memelihara tubuh dan wajahnya.

Keadaan itu membuatnya cepat berubah menjadi anak yang mandiri.

Sejak kecil ia memiliki daya tahan tubuh yang lemah, gampang sakit. Oleh sebab itu jarang mengikuti olah raga karena kecapaian sedikit bisa membuatnya pingsan.

Saat menginjak umur lima belas tahun, Syam menderita demam tinggi. Para dokter di rumah sakit masih mendiagnosa penyakit yang dideritanya. Namun di hari kelima, ia menggeram seperti suara harimau. Hanya ayahnya yang mendengarnya. Sang ayah langsung menghubungi kakaknya, Datuk Wusang Sati. Datuk kemudian memastikan darah cindaku mengalir padanya.

Datuk Bidam Batuah sang legenda cindaku telah mewariskan darah kecindakuannya hanya kepada keturunan pilihan. Salah satunya adalah diriku, lirih Syam.

Semenjak itu, daya tahan tubuh Syam menjadi kuat. Ia tidak pernah sakit lagi, malahan menjadi bintang lapangan olah raga. Tapi hatinya tidak bahagia karena ia belum bisa menerima keadaan dirinya. Apakah ia seorang manusia atau seekor hewan, monster atau siluman. Dadanya sesak dengan kemarahan, kesedihan dan kekecewaan yang berjalinan. Dunianya benar-benar kelam dan suram. Semenjak itu, berat badannya turun drastis.

Ketika menginjak dua puluh satu tahun ayahnya meninggal. Syam mewarisi hampir seluruh kekayaan ayahnya. Ia mewaris deposito yang sangat besar di berbagai bank, kepemilikan saham di beberapa perusahaan, surat berharga, hotel berbintang dan properti di mancanegara hingga pesawat jet dan kapal pesiar. Ia tidak hanya menjadi milyuner, tetapi bilyuner.

Sedangkan Miryana hanya menerima sedikit , tidak sebanding dengan apa yang Syam terima. Syam menduga tindakan ayahnya yang memberikan sebagian besar warisan untuknya, karena rasa bersalah telah mewariskan darah cindaku kepadanya.

Miryana sakit hati. Hanya berselang empat bulan setelah kematian ayahnya, ia menikah lagi dengan seorang pria kulit putih berwarga negara Amerika Serikat. Ia begitu cantik, mudah baginya mencari suami baru.

Semenjak itu, hubungan Syam dengan Miryana yang memang sudah merenggang sejak dulu, putus habis tak bersisa. Apalagi wanita itu sudah punya anak dengan suami keduanya. Syam pun telah dewasa, ia bisa menjaga dirinya sendiri.

Tetapi walau bergelimang harta, ia merasa kesepian dan tersisih. Syam merasa kehidupan normal tidak cocok lagi untuknya. Untuk melampiaskan amarah dan kekecewaannya, di malam hari Syam menerjunkan dirinya di pertarungan tidak resmi, atau underground fighting. Disebut demikian karena pertarungan itu sangat minim aturan. Para petarung hanya boleh berkelahi dengan tangan kosong, tidak boleh mencolok mata dan dilarang membunuh lawan.

Tempat pertarungan pun selalu berpindah-pindah, untuk menghindari penangkapan dan penutupan polisi.

Siapapun yang bernyali boleh bertarung dengan gaya atau teknik apapun. Menendang, memukul, bergumul atau membanting dan memiting seperti pegulat.

Pertandingan harus segera dihentikan jika salah satu peserta tak lagi berkutik atau berteriak minta ampun. Yang menang akan mendapatkan sejumlah uang.

Walau tidak resmi, pada prakteknya ada dua jenis pertarungan, kelas berat dan kelas ringan. Di kelas berat hanya petarung sejati yang bersedia bertarung di arena ini. Keberanian saja tidak cukup. Mereka harus bersedia menerima resiko lumpuh atau cacat seumur hidup. Ronde berikutnya bisa saja merupakan ronde terakhir dalam hidupnya. Di kelas ini, biasanya diminati oleh para atlit beladiri, tukang pukul atau bodyguard, ada juga veteran perang.

Petarung pemula atau sekedar iseng ingin berkelahi, biasanya disarankan memulai di kelas ringan. Arena ini menarik para model, aktor, atau pekerja kantoran yang lagi stress, pengusaha hingga jutawan. Jika mereka menang berkali-kali, mereka akan naik kelas ke kelas berat, jika mau menerima risiko tentunya.

Tapi yang tidak kalah gila, pertarungan brutal ini menjadi tontonan yang menarik bagi banyak orang. Arena ini berubah menjadi semacam hiburan dan arena taruhan. Semakin berdarah-darah dan agresif, penonton semakin bersorak. Para penonton seperti haus darah. Adrenalin mereka terpompa tak terkendali. Terkadang mereka tampak lebih buas dari hewan liar yang sebenarnya. Pada awalnya fenomena ini membuat Syam keheranan.

Sick! Cetusnya dalam hati. Tapi Syam selalu mengacuhkan mereka, karena ia bertarung untuk kepuasan diri. Ia selalu bertarung tanpa menjelma menjadi cindaku. Semata-mata untuk menunjukkan dirinya kuat dan tangguh tanpa menjadi cindaku.

Staxx!

Staxx!

Para penonton meneriakkan nama samarannya di pertarungan ini, sejak ia memakai baju bertulisan 'staxx' di punggungnya.

Ia mulai dikenal semenjak mengalahkan seorang petarung bernama "Tornado" yang berkulit hitam, seorang 'juara bertahan', tak pernah dikalahkan sebelumnya.Tubuh Tornado jauh lebih tinggi dan besar dari Syam. Pertarungan itu telah menarik ratusan penonton dengan taruhan terbesar yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Saat bertarung ia selalu memakai penutup mulut supaya tak dikenali. Setelah kemenangannya, Syam langsung menerima sejumlah uang dan beranjak pergi meninggalkan arena pertarungan, tanpa basa-basi dan sosialisasi dengan penonton yang mengelu-elukannya.

Syam menutup kepalanya dengan tudung kepala . Kantong celananya penuh dengan uang dari orang yang bertaruh untuk dirinya. Sebenarnya ia tak peduli dengan jumlah uang yang diterima, karena semuanya akan diberikan ke rumah sakit, atau rumah yatim piatu.

Courage and HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang