DUA PULUH ENAM

238 13 1
                                    

Asyilaa duduk di anak tangga samping koperasi. Gadis itu tengah menunggu Alfarro membeli spidol warna-warni. Asyilaa menopang dagu sembari meniup poni ratanya.

Jadi, kemarin Alfarro putuskan untuk ia lanjutkan pekerjaannya di rumah. Asyilaa mengangguk saja. Toh, tugasnya sudah selesai dan menjadi tanggung jawab Alfarro untuk menebali dan memperindah sedikit hiasan yang ada di karton putih itu.

Saat sampai di dalam kamar, Alfarro terbuai oleh angin segar dan dingin yang berasal dari ac yang menyala. Alfarro merebahkan dirinya sebentar, dia kelelahan. Niatnya hanya memejamkam mata, tapi dia malah bablas ketiduran.

Ya, dia kesiangan. Untung ada Bi Aah yang membangunkannya. Kalau tidak, dia tidak akan sekolah pagi ini.

Sampainya Bu Mafa di kelas, guru yang moodnya lagi baik itu, dengan manisnya memerintahkan anak muridnya untuk mengumpulkan tugas kelompok mereka dan maju untuk presentasi.

Sudah tiga kelompok yang maju dan semua berjalan mulus baik-baik saja. Saat giliran kelompok empat maju, yaitu Alfarro dan Asyilaa kelas mendadak tegang.

Bukan-bukan.

Bukan perihal mereka yang perang dingin. Sepertinya itu berasal dari aura Bu Mafa yang mulai terlihat dingin.

Saat Alfarro membuka gulungan karton itu, satu kelas mengerutkan alis. Andre sudah memberikan kode pada Alfarro agar cowok itu menggulung kembali kartonnya. Tapi Alfarro hanya plonga-plogo.

Asyilaa yang paham akan kode Anaya jadi melebarkan matanya.

"Adi gak lo tebelin semalem?" Cicit Asyilaa pada cowok itu dengan senyum gemas pengen jambak Alfarro sekarang juga.

"Ha?" Alfarro melihat karton itu.

Tugasnya belum selesai, baru setengah dia menebali tulisan rapi Asyilaa.

Alfarro meringis melihat Asyilaa yang dibalas dengan senyum gemas oleh gadis itu.

"Ya ampun, Bu. Tintanya pudar." Ucap Alfarro pada Bu Mafa yang hanya menatapnya datar.

Mampus.

Terdengar suara teman kelas mereka yang menahan tawa karena jokesnya yang receh itu.

"Ira sih beli spidolnya yang murah. Kan gampang pudar." Katanya jadi menyalahkan Asyilaa.

Asyilaa melihat Bu Mafa hanya diam memperhatikan mereka, belum merespon apa-apa. Membuat gadis itu jadi takut.

Bu Mafa menurunkan tangannya, "kalian lanjutkan di luar. Sekarang. Saya gak mau tahu, sebelum kelompok sepuluh maju, kalian harus sudah selesai." Ucap Bu Mafa santai, membuat Asyilaa lega.

Mood guru ini sedang baik, syukurlah.

Sesampainya mereka di luar, Asyilaa bilang kalau dia tidak bawa spidolnya. Jadilah mereka ke koperasi membeli spidol.

"Ayo." Ajak Alfarro yang berjalan duluan.

Asyilaa berdiri, mengikuti pemuda itu dari belakang. Alfarro memelankan langkahnya agar sejajar dengan gadis itu. Mata Asyilaa berbinar saat melihat sosok tinggi tegap berjalan ke arahnya, berdiri di depannya. Membuat Asyilaa berhenti dan Alfarro mengikuti gadis itu.

"Kak Agil mau kemana?" Tanya Asyilaa.

Agil merogoh saku celananya, "mau ngasih ini." Diberikan cokelat putih itu pada Asyilaa. Dengan senang hati gadis itu menerimanya.

"Makasih, Kak."

Agil mengangguk, "sama-sama. Ya udah, gue duluan ya?" Pamit Agil.

"Duluan kemana?" Tanya Asyilaa.

ADIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang