"Auu pelan pelan, Mi."
Alfarro meringis saat Maminya Andre–Aci menekan bagian bibir sebelah kiri yang luka dengan kapas yang sudah diberi alkohol. Ya, dia pulang ke rumah Andre. Tidak mungkin kalau dia langsung pulang ke rumah. Yang ada Bi Aah–asisten rumah tangga barunya akan khawatir melihat dia yang babak belur seperti ini.
Awalnya memang tidak ada asisten rumah tangga. Tapi, Papa Alfarro yang meminta ini. Karena setiap ditelpon, Alfarro selalu tidak ada di rumah. Dan itu membuat papanya khawatir dan merasa bersalah sudah membiarkan Alfarro sendiri di dalam rumah besar itu. Pasti cowok itu kesepian. Hanya ada satpam yang jaga malam saja. Kadang juga Alfarro ngopi bareng dengan satpam. Tapi itu kan malam hari. Alfarro saja sering tidak ada di rumah. Dengan adanya Bi Aah, rasa khawatir itu sedikit berkurang. Papanya bisa bertanya pada wanita paruh baya itu.
Saat Alfarro tidak masuk sekolah satu minggu. Dia berada di rumah Andre. Dia pulang saat Papanya menelpon.
Andre sudah menganggap Alfarro seperti saudaranya sendiri, sama seperti Alfarro. Saat itu Andre hanya bolos sehari, sebenarnya tidak ada acara keluarga saat itu. Andre berbohong karena ia ingin mendengarkan keluh kesah sahabatnya.
Alfarro sering merasa kesepian.
Tidak hanya menginap. Alfarro juga membantu Aci di restaurant. Awalnya Aci menolak, tapi yang namaya Alfarro pasti keras kepala. Alfarro juga sadar diri, dia tidak mungkin diam saja di rumah orang. Setidaknya dia membantu apalah. Lagi juga Alfarro ini tidak suka diam. Ah bukan. Dia tidak bisa diam. Terserah dia bantu apa saja. Entah dia menjadi waiters, mencuci piring kotor, atau mengantarkan makanan pada pelanggan. Terserah dia. Alfarro jadi akrab dengan pegawai Aci yang lain. Cowok itu belajar banyak hal. Meski begitu, Alfarro tetap dibayar. Awalnya cowok itu tidak mau, tapi Aci mengancam dia kalau tidak menerima, Alfarro tidak boleh main ke rumah Andre lagi.
Ya, Alfarro terima. Cuma Andre teman sepergilaan paling bobrok yang dia punya. Dari SMP udah bareng Andre terus.
Keluarga Andre sangat baik padanya. Mami dan Papi Andre juga sudah menganggap Alfarro seperti anaknya sendiri. Dan hanya di sinilah Alfarro merasakan kasih sayang seorang ibu.
Tangan Aci terulur memukul lengan Alfarro, "makanya gak usah sok jagoan!" Katanya ketus.
"Sakit, Mii." Cowok berjaket bomber itu mengelus lengannya. Sebenarnya di bagian lengan itu sakit sekali. Mungkin membiru. Biarlah. Alfarro tidak ingin merepotkan Aci.
"Mantap, Mi. Hajar. Sikat habisin!" Andre yang fokus dengan game dihapenya itu jadi heboh sendiri.
"Kamu nanti yang Mami hajar! Sana belajar kerjain PRnya. Main game mulu." Ucap Aci kembali fokus membersihkan luka Alfarro.
"Emang ada PR? Orang gak ada." Kata Andre gemas menekan layar hape.
Alfarro tersenyum licik.
"Ada PR ada." Kata cowok itu melempar bantal.
Andre melengos, "ck PR apa gak ada."
"Ada tuh biologi." Kata Alfarro.
"Gak ada deng gak ada." Kata Andre yang semakin gemas menekan hapenya.
"Andre ayo kerjain PRnya jangan game mulu!" Kata Aci gemas melihat anaknya. Mami cantik yang berusia empat puluh tahun itu berusaha mengambil hape anaknya. Dengan sigap Andre menghindar.
"Ih gak ada, Mi. Dibohongi sama Farro."
Better lucky next time!
"Arrghhh."
Tawa Alfarro pecah begitu saja. "Goblo gak bisa main!" Kemudian rasa sakit di bibirnya yang terluka kerasa, "shh au auu."
"Rasain tuh auu auu!" Bantal sofa melayang ke muka Alfarro.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADIRA
Teen FictionSemua berawal dari panggilan nama. Alfarro Aditama yang tidak suka bila dirinya dipanggil 'Adi' Asyilaa Nadira yang tidak suka bila dirinya dipanggil 'Ira' Setiap hari, ada saja yang mereka ributkan. Hal-hal kecil yang dibesar besarkan. Intinya, Asy...