DUA PULUH LIMA

214 15 11
                                    

Asyilaa meletakkan alat tulis di atas meja ruang tamu. Juga segelas air hangat untuk dirinya sendiri dan kopi susu untuk Alfarro, entah apa motivasinya membuatkan Alfarro kopi susu, mungkin agar cowok itu tidak mengantuk. Gadis itu duduk di karpet bulu-bulu berwarna cokelat sembari buka instagram, menunggu Alfarro datang.

"Mau belajar? Udah malam lho ini,  kenapa gak daritadi? Itu juga minumnya banyak banget?"

"Mau kerja kelompok sama Adi." Katanya pelan.

"Ha? Apa sih Bunda gak dengar."

"Aduh Bunda nanti masker Asyilaa pecah aaa," rengek gadis itu. "Mau kerja kelompok sama Adi."

"Oh, yang jelas dong kalo ngomong. Eh di dapur ada cemilan sama kue keju. Bentar Bunda ambilin." Amel berjalan menuju dapur.

"Bunda, gak usah."

"Ah gak papa, Bunda gak ngasih kamu kok. Buat Alfarro ini." Ucap Amel membuat bibir Asyilaa manyun.

Setelah tiga macam makanan sudah tersedia di atas meja, Amel pamit masuk ke dalam kamar. Asyilaa masih menunggu Alfarro yang tak kunjung datang.

"Beli dimana sih lama banget?" Gumam cewek itu.

Terdengar suara pintu dibuka, "Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikum salam," jawab Asyilaa. "Panjang umur diomongin langsung dateng." Gumamnya.

Alfarro masuk membawa karton berwarna putih yang tergulung dan dilapisi plastik bening. Rambut dan bajunya terlihat sedikit basah. Alfarro mengacak-acak rambutnya sesaat.

"Hujan ya?" Tanya Asyilaa.

"Gerimis."

"Sini duduk."

Alfarro duduk di samping Asyilaa.

"Nih, minum dulu." Gadis itu menyerahkan air hangat pada Alfarro.

Asyilaa membuka karton lebar-lebar. Masing-masing ujung karton ia beri benda agar karton tidak kembali tergulung.

Asyilaa kemudian membagi tugas. Ia mendapat tugas menggambar dan menulis. Sementara Alfarro mendikte, merangkum, dan menebali dengan spidol.

"Coba itu ijo-ijo di muka bersihin dulu. Serem gue liatnya." Celetuk cowok itu.

Asyilaa mendongak melihat jam, "kurang sepuluh menit lagi." Katanya sembari sibuk menggambar.

"Masker udah pecah masih dijagain." Cibir Alfarro.

Asyilaa meraih kaca kecilnya, memang sih pecah sedikit di bagian pipi. Tapi ya udahlah.

"Kegedean pipi tuh. Jadi pecah kan, hahaha." Kata Alfarro jadi menertawai gadis itu.

"Lo daripada banyak omong, mending itu paket digunain buat ngerangkum. Nanti tinggal nulis." Kata Asyilaa.

"Iya-iya."

Mereka sudah sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Hingga Asyilaa beranjak mencuci mukanya. Alfarro melihat gambar dan tulisan Asyilaa.

"Kapan tulisan gue bisa serapi dan sebagus ini?" Gumamnya. "Ah tapi gak papa, setidaknya tulisan gue masih bisa dibaca dan dipahami." Katanya melanjutkan tugasnya.

Setelah beberapa saat, Asyilaa sudah selesai menggambar. Kemudian ia meminta Alfarro membacakan hasil rangkumannya untuk Asyilaa tulis.

"Sel saraf atau neuron merupakan satuan kerja utama dari sistem saraf yang berfungsi–"

"Pelan-pelan! Lo itu lagi mendikte orang ya. Bukan membaca untuk diri lo sendiri." Kata Asyilaa gemas.

"Bawel," cibir Alfarro. "Sel saraf." Alfarro mendikte ulang secara perlahan-lahan seperti yang Asyilaa mau.

ADIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang