Matahari mulai menenggelamkan dirinya. Setelah cukup lama berada di panti asuhan, kami berdua memutuskan untuk pulang dan membiarkan anak-anak untuk beristirahat.
Kegiatan kami selama itu juga tak jauh dari mengajak anak bermain. Bahkan Pak Zhong juga ikut mengurusi bayi di sana. Aku baru tau kalau ia sangat menyukai bayi. Saat menatapnya sedang berinteraksi, entah mengapa hatiku menjadi hangat. Tatapannya yang tulus itu membuat bibirku tak pernah absen untuk tersenyum.
Aku berada di dalam mobil dan sedang dalam perjalanan. Aku melihat arlojiku yang menunjukkan pukul 9 malam.
"Sudah terlalu larut, kau ingin menginap?"
"Menginap?"
"Hm, aku mempunyai villa di sekitaran sini. Tak apa?"
Aku hanya menatapnya yang duduk di kursi kemudi. Masih menimbang-nimbang, haruskah aku menginap?
Tapi hari sudah larut, Pak Zhong juga terlihat sangat lelah.
Tapi menginap di satu atap, berdua?
Bagaimana jika ia macam-ma—"Tenang, aku tak akan macam-macam. Aku hanya khawatir, ini sudah terlalu larut."
Aku menatapnya dan menanggukkan kepalaku ragu. Akhirnya Pak Zhong mulai mengarahkan mobilnya menuju villa miliknya.
Aku menatap ke arah luar jendela mobil dan melihat pemandangan sekitar. Bandung terlihat cantik malam ini. Aku hanya bisa percaya bahwa memang tak akan terjadi apa-apa saat berada di satu atap yang sama dengan Pak Zhong.
Mobil milik Pak Zhong terparkir rapi di depan villa berlantai dua yang sangat asri. Rerumputan di sekitar villa dan juga pohon rindang membuat udara malam ini begitu sejuk. Pak Zhong memasuki villa dan di sambut oleh wanita paruh baya yang sepertinya bertugas untuk selalu menjaga villa ini.
"Selamat datang Tuan," ucap wanita paruh baya itu sambil membungkukkan badannya, "ah iya, tadi pagi Nona Zhong baru saja pergi dari sini."
Pak Zhong terlihat mengernyitkan dahinya, "Ada urusan apa ia ke sini?"
"Ah, katanya ia ada urusan di sini jadi sekalian berkunjung."
Pak Zhong hanya mengangguk paham dan beralih untuk menatapku, "kamarmu ada di atas, Bibi Jeon akan mengantarmu. Selamat istirahat," ucap Pak Zhong sambil mengusak kepalaku.
Ia berlalu begitu saja menuju kamarnya. Aku pun berjalan mengikuti Bibi Jeon untuk menuju kamarku.
"Ini kamarnya nona, selamat istirahat."
Aku tersenyum, "terima kasih banyak, Bi."
Bibi Jeon keluar dan menutup pintu kamar. Kamar ini lumayan besar, kasur king size nya di tengah dan juga nakas yang berada di sampingnya. Bahkan di pojok terdapat televisi yang menggantung di dinding villa.
Aku membuka pintu yang tertutup dan melihat kamar mandi yang cukup besar. Baru kali ini aku mengunjungi villa sebesar ini. Untuk apa Pak Zhong membeli villa di sini?
Aku menggelengkan kepala dan keluar dari kamar kecil. Terdengar suara pintu yang di ketuk dari luar. Aku pun segera bergegas untuk membuka pintu dan terlihat Pak Zhong berdiri dengan pakaian yang lebih santai dari sebelumnya.
"Baju ganti untukmu, ini milik kakakku," ucap Pak Zhong sambil menyodorkan sepasang piyama berwarna biru tua kepadaku.
"Tak apa aku meminjamnya?"
"Hm, tak apa." Aku pun mengambil pakaian di tangannya, "yasudah, selamat malam."
Pak Zhong tersenyum dan pergi menuju kamarnya. Aku segera menutup pintu dan mulai membersihkan diriku.
Tak lama setelahnya, aku merebahkan diriku dan di atas kasur. Karena bosan, aku keluar dari kamar dan berjalan menuju taman belakang dekat kolam renang. Aku mendudukan bokongku di bangku panjang berwarna putih yang tersedia di sana. Tanganku mulai mengecek ponsel yang sedari tadi ku matikan.
Terdapat beberapa pesan dari Haechan dan juga Mark di sana. Belum sempat membalas pesan mereka, ponselku sudah berbunyi dan terlihat Mark melakukan panggilan masuk. Ibu jariku menggeser tombol hijau dan meletakkan ponselku di telinga.
"Halo?"
"Sumpah lo kemana seharian ga bisa dihubungin?"
Aku terkekeh, "sorry, lagi di Bandung nih gue."
"Jauh banget si, lo ke sana sama siapa?"
"Sama atasan gue."
"Maksud lo Pak Zhong?"
"Hm."
"Berdua doang?"
"Iya markeu."
"Ngapain?"
"Ada urusan hehe."
"Terus pulang kapan?"
"Besok pulang gue."
"Yaudah, hati-hati di sana. Kalo dia macem-mecem sama lo langsung telpon gue."
"Emang lo bakal langsung dateng?"
"Ya nggaklah, jauh."
"Ish, Markeu!"
Mark terkekeh, "iya, nanti gue dateng biar gua hajar dia." Aku pun tertawa kecil mendengar penuturan Mark, "yaudah tidur sekarang ya, good night baby."
"Hm, good night too."
Tut.
Mark memutuskan sambungan teleponnya. Aku tersenyum menatap layar ponselku, ada-ada saja Mark ini.
"Kenapa belum tidur?"
Aku tersentak kaget dan reflek melihat ke samping kananku. Di sana, terdapat Pak Zhong yang sedang duduk sambil melipat tangannya di dada.
"Aku tidak bisa tidur."
"Habis menelepon siapa?"
"A-ah temanku."
Pak Zhong menganggukkan kepalanya. Suasana kembali hening, hanya ada angin yang berhembus semakin kencang. Aku mau pun Pak Zhong hanya membungkam mulut sambil memperhatikan ke atas langit yang terdapat banyak bintang di sana.
Aku tersenyum, "bintangnya cantik."
"Hm, sepertimu."
Aku menoleh ke arahnya, "E-eh?"
Pak Zhong terlihat gelagapan sambil menoleh ke arahku, "Ah tidak."
Aku mengangkat bahuku dan mulai memperhatikan bintang lagi. Dirasakan seperti ada yang memperhatikanku, aku kembali menoleh dan menatap Pak Zhong yang juga sedang menatapku.
"Kenapa pak?"
Pak Zhong menggelengkan kepalanya, "tak apa. Ohiya aku minta maaf karena tadi Ibu Jung mengira kita berkencan."
"Tak masalah," ucapku sambil tersenyum.
"Kau sedang dekat dengan seseorang?"
"Aku? Tidak pak."
"Kalau begitu kau bisa menunggu kan?"
"Menunggu apa?"
"Menunggu sampai waktunya pas," Pak Zhong tersenyum dan meletakkan jaketnya di bahuku, "jangan tidur terlalu larut, segera masuk di sini semakin dingin. Aku ke dalam dulu."
Pak Zhong berlalu begitu saja. Aku masih terdiam mencerna apa yang baru saja ia katakan. Aku tak mengerti, maksudnya menunggu apa?
Memang akan ada apa saat waktunya pas?aku menggelengkan kepalaku dan mulai bangkit dari tempat dudukku. Benar kata Pak Zhong, udara semakin dingin. Aku merapatkan jaket milik Pak Zhong yang tersampir di bahuku dan masuk ke dalam untuk beristirahat.
Ponsel yang berada di tanganku bergetar. Jemariku mulai membuka ponsel dan melihat ada satu pesan masuk dari Mark. Aku mengernyit heran menatap ponselku. Tak biasanya Mark seperti ini.
Markeu
Besok kalo udh plng kabarin
Gue besok mampir ke apart
Ada yang mau gue omongin.—tbc.

KAMU SEDANG MEMBACA
Zhong Chenle
FanfictionDia Zhong Chenle Laki-laki favoritku dengan segala kemewahannya. Started on June'20