cafe

454 58 1
                                    

Aku berada di dalam mobil milik Pak Zhong. Setelah kejadian tadi pagi yang memalukan, aku hanya membungkam mulut selama perjalanan.

Ia tak memakai supir, aku juga bingung kenapa. Padahal ia tidak harus capek menyetir sampai kantornya. Aku duduk tepat di sampingnya, hanya memandang ke arah luar jendela di kiriku.

Pak Zhong memberhentikan mobilnya di sebuah kafe yang tak jauh dari rumahnya. Tanpa berkata apa-apa, ia langsung keluar dari mobil dan meninggalkanku sendiri di dalam sini.

Aku bergegas keluar dan kembali mengekori Pak Zhong lagi, memasuki kafe yang tidak terlalu ramai karena mungkin ini masih terlalu pagi untuk sekedar berdiam diri sambil menikmati secangkir latte.

"Selamat pagi Tuan," ucap salah satu pegawai di balik meja kasir sambil membungkukkan badannya 90 derajat.

Aku mengernyit, merasa aneh karena baru kali ini seorang pegawai kafe bersikap seperti itu terhadap pelanggannya. Setahuku, biasanya pelayan kafe hanya menyatukan kedua tangannya di depan dada sambil menyapa.

"Americano panas dan juga roti panggang seperti biasa, ingat jangan terlalu garing." Pegawai itu mengganggukkan kepalanya mengerti.

"Kamu mau apa?" tanya Pak Zhong.

"Ehm, saya mau—"

"Samain aja mba."

Aku mendelik menatap atasan di sampingku ini. Menyebalkan sekali. Untuk apa dia bertanya jika pada akhirnya semaunya dia.

Setelah memesan, Pak Zhong terlihat berbalik dan mencari tempat duduk. Ia memilih untuk duduk di sudut ruangan dekat jendela. Aku menghampiri dan duduk tepat di depannya.

"Kenapa nggak sarapan di rumah aja Pak?" tanyaku.

"Saya lagi mau sarapan di sini," balasnya tanpa mengalihkan pandangannya dari arah luar jendela.

"Permisi Pak Zhong."

Kami berdua sontak menoleh ke arah sumber suara. Terdapat sosok laki-laki yang berpakaian formal sedang membawa sebuah map coklat. Tak lupa ia menyodorkan tangannya untuk bersalaman dan memamerkan senyum disertai dimple-nya.

Pak Zhong segera menyambutnya dengan berjabat tangan, menyuruh laki-laki itu untuk duduk di antara aku dengan Pak Zhong.

"Jadi gimana Jaehyun?" tanya Pak Zhong.

"Ah begini Pak, sebelumnya mohon maaf karena harus bertemu di sini. Saya kemarin sudah survei ke tempat yang direkomendasikan oleh bapak untuk membuka cabang baru kafe ini, dan saya rasa tempat itu cocok pak."

"Baik, segera urus surat izin pembangunannya. Oiya satu lagi," Pak Zhong menunjuk lantai yang berada di belakangku. "Lantai itu kotor, apa yang di kerjakan pegawai di sini sampai tidak ada yang menyadari. Kalau pelanggan kita protes karena kebersihan kafe ini kurang bagaimana?"

Jaehyun menunduk, "Ah iya maafkan saya Pak, saya akan menyuruh untuk membersihkannya."

Aku menganga melihat interaksi mereka berdua. Dan hal yang baru ku sadari adalah...

Ternyata kafe ini milik Pak Zhong.

Pantas saja, dekorasi kafe ini sangat sesuai dengan seleranya. Lukisan-lukisan artistik yang menggantung indah di setiap sudut kafe juga tak berbohong bahwa semua ini memang desain yang diinginkan olehnya.

"Baik itu saja, segera urus cabang dari kafe ini. Saya tidak suka dengan pekerjaan yang terlalu lambat."

"Baik Pak Zhong, kalau gitu saya permisi," ucap Jaehyun sambil menunduk dan bangkit dari kursinya.

Zhong ChenleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang