embarrassing

484 65 9
                                        

Happy Reading💚

"Demi apa atasan lo Pak Zhong?"

Mark tertawa sangat keras diikuti oleh Haechan di sebelahnya. Kami bertiga sedang berada di sebuah kafe yang tak jauh dari apartemenku.

Setelah kejadian tadi siang, aku memutuskan untuk mampir ke sini karena terlalu banyak pikiran yang hinggap di kepalaku.

Aku sangat malu karena berteriak di depan atasan ku sendiri. Dan yang lebih parahnya, dia hanya menatapku dengan sebelah alis yang diangkat. Rasanya aku ingin mengubur diriku sendiri.

"Diem deh lo, ngeselin banget," ucapku sambil menatap kedua temanku dengan tajam.

"Haha tuh kan gue bilang apa Ji, pasti nanti lo bakalan cinlok deh sama dia," ujar Haechan.

"Nggak mungkin dan nggak akan pernah Chan."

"Terus lo bakalan ketemu mulu dong selama 3 bulan?" tanya Mark sambil menyesap americano-nya.

Aku mengangguk lemah dan menaruh kepala ku di meja. Tangan Haechan terulur mengusap-usap kepala ku. Seperti mendapat cahaya yang tiba-tiba muncul di atas kepala, aku langsung mendongak dan menatap Haechan dengan sumringah. Haechan membalas ku dengan tatapan bingung.

"Ayok kita tukeran posisi Chan," celetukku pada Haechan.

"Eits tidak bisa, di ruangan gua ada karyawan yang cantik banget Ji. Sorry sorry aja nih."

Haechan kembali tertawa bersama dengan Mark. Aku hanya menatap mereka berdua dengan tatapan kesal dan menyesap latte-ku yang sudah mulai dingin.

Suara getaran ponsel di atas meja membuatku mengalihkan pandangang
. Mataku membulat melihat satu notifikasi yang muncul. Segara aku meraih ponselku dan membuka roomchatnya.

Line

Pak Dolphin beku
Besok jam 7 sudah harus ada di depan rumah saya.

Aku menghela napas dengan berat. Padahal jam masuk kantor adalah jam 8, kenapa Pak Dolphin yang menyebalkan itu menyuruhku untuk datang ke rumahnya jam 7?

"Kenapa?" tanya Mark.

Aku menunjukkan ponselku ke arah mereka berdua. Suara tertawa mereka terdengar lagi sampai-sampai aku harus meminta maaf ke pengunjung lain karena suaranya.

Haechan dan Mark memang tidak pernah tau tempat bikin malu saja.

"Semangat Jieun-ku sayang," ucap Mark sambil terkekeh.

Lagi-lagi aku menghela napas dan menaruh kepala ku di atas meja dengan keras.

Akan seperti apa hidupku 3 bulan kedepan dengan Tuan Zhong Chenle yang dingin itu?

🐬🐬🐬


Aku menatap sekitar ku untuk mencari rumah milik Pak Chenle. Seharusnya memang di daerah sini, tetapi yang ada hanya sebuah gerbang yang sangat tinggi.

Aku menghampiri pagar tersebut dan memencet bel yang berada di samping. Tak lama ada seorang security datang bernama Taeyong yang kulihat dari nametag di baju sebelah kanannya.

Dia tersenyum ramah, "Cari siapa Neng?"

"Eh ini Pak, saya nyari rumahnya Pak Zhong. Apa benar di sini?"

"Benar ini rumahnya, ada keperluan apa memangnya?"

"Oh iya perkenalkan Pak, saya Park Jieun anak magang di perusahaannya Pak Zhong dan dia menyuruh saya untuk datang ke sini," jelasku.

Security itu mengangguk paham, "Baik silahkan masuk dulu ke Pos ya. Bisa tolong tinggalin KTPnya juga?"

"E-eh?"

Pak Taeyong tertawa kecil menatapku yang kebingungan karena harus meninggalkan KTP-ku di Pos satpam.

"Memang peraturan di sini seperti itu. Orang asing yang datang harus meninggalkan tanda pengenalnya. Setelah selesai kami akan mengembalikan tenang saja," jelas Pak Taeyong.

Aku mengangguk mengerti dan berjalan masuk ke arah gerbang. Peraturan macam apa itu harus meninggalkan KTP jika ingin masuk.

Saat aku memasuki gerbang itu, yang kulihat hanya sebuah taman yang luas dan jalan lurus di tengahnya yang muat untuk jalannya kendaraan beroda empat.

Di ujung jalan itu baru akan terlihat rumah yang tidak bisa kusebut rumah, tapi itu seperti istana. Dengan cat yang berwarna agak keemasan memberikan kesan yang sangat elegan.

Aku tersentak saat kurasa ada yang menepuk bahuku pelan. Aku berbalik dan melihat ada sebuah mobil yang memang di khususkan untuk mengelilingi lingkungan ini. Pak Taeyong menyuruhku untuk menumpangi bagian belakang dan mulai mengendarai menuju istana itu.

"Pak, rumahnya jauh bener dah," ucapku.

Pak Taeyong terkekeh, "Itu sudah kelihatan kok Neng. Tapi tumben loh Pak Zhong nyuruh seorang gadis buat dateng ke sini, biasanya nggak pernah."

Pak Taeyong memberhentikan mobilnya di depan teras istana itu. Oke, mungkin berlebihan menyebutnya istana. Tapi sungguh, itu memang seperti istana. Bahkan pintunya saja setinggi 2 kali lipat dari tinggiku.

Seorang wanita paruh baya menghampiriku dan Pak Taeyong. Tak lupa dengan senyumannya, ia menyapaku dan memberitahu bahwa Pak Zhong sudah menunggu di dalam.

Aku memasuki rumah itu, dengan takjub aku mengedarkan pandangan dan melihat seisi rumah ini yang terlihat sangat estetik. Terdapat guci-guci besar yang berdiri dengan cantik di sudut ruangan. Dinding yang di beri warna putih dan di padukan dengan goresan-goresan cat emas memberikan kesan yang sangat elegan. Aku sangat kagum, ternyata selera Pak Zhong tidak seburuk itu.

"Kamu telat 5 menit."

Aku tersentak kaget dan langsung mencari keberadaan suara yang tiba-tiba itu. Aku berbalik badan dan mendapati sosok sedang berdiri dengan bathrobe-nya yang terbuka sedikit di bagian tengah sehingga memperlihatkan dadanya.

"Aaaaaaa!" Aku menutup mataku menggunakan tangan, "Ya Allah Pak, jinah mata saya beneran dah."

"Tidak usah teriak-teriak, kamu pikir rumah saya hutan? Cepat ikut saya ke kamar di lantai atas."

"Pak saya masih polos banget asli, saya belum siap pak."

"Kamu pikir saya mau ngapain kamu? Saya cuma ingin menyuruh kamu untuk memilihkan baju yang cocok untuk saya. Saya ada undangan penting hari ini, kamu tidak lupa kan?"

Ku dengar wanita paruh baya yang sedari tadi menonton kami berdua terkekeh tertahan. Pipi ku memanas, aku menurunkan tangan yang sedari tadi hinggap untuk menutup mataku.

"Cepat, kau ingin berdiam diri saja di sana?"

Pak Zhong sudah berjalan terlebih dahulu menuju lantai atas. Aku tersenyum canggung kepada Bibi Sua dan langsung berjalan cepat mengikuti atasanku yang menjengkelkan itu.

Oh tidak, mau taruh dimana lagi muka ku ini.

tbc.

Zhong ChenleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang