Lunch

317 43 2
                                    

Setelah beberapa hari di Kanada, aku kembali lagi ke Jakarta bersama dengan Chenle menggunakan jet pribadinya. Awalnya aku pikir ia bercanda, tetapi setelah ia membawaku ke rooftop sebuah hotel yang aku dengar kabarnya itu adalah miliknya, di sana sudah terparkir jet yang akan membawaku pulang.

Aku masih tak percaya, sekaya apa laki-laki bermarga Zhong ini dan mimpi apa aku bisa memilikinya?

Kami berdua sampai pada malam hari dan Chenle mengantarku sampai depan pintu apartemen. Ia melepas genggamannya dan mengacak rambutku pelan.

Aku tersenyum, "makasih Chenle."

Ia menyunggingkan senyuman tipis dan mendekatkan wajahnya lalu mengecup keningku.

"Selamat malam," ucap Chenle lalu mengusak rambutku pelan.

Aku mengangguk dan melambaikan tangan padanya. Ia berjalan menjauh sampai hilang ditelan pintu lift. Aku kembali tersenyum dan memegang keningku yang baru saja di kecup oleh Chenle.

Oh tidak, kau membuat aku semakin menyukaimu.

🐬🐬🐬

Pagi ini aku telat, aku tidur terlalu larut karena memikirkan sikap Chenle yang memperlakukanku sangat manis saat mengantar pulang kemarin. Aku langsung melompat dari ranjang menuju toilet dan bersiap-siap untuk pergi ke kantor.

Karena tak sempat untuk sarapan, aku segera berlari keluar apartemenku sambil mengambil ponsel untuk memesan taksi online. Aku berjalan dengan kepala yang menunduk menatap layar ponselku.

"Sedang apa?"

Aku sedikit tersentak dan mendongakkan kepala untuk melihat objek yang berada di depanku.

"Eh? Chenle ngapain ke sini?"

Chenle menatapku dengan datar, "menjemputmu, cepat masuk!"

Chenle berjalan terlebih dulu dan masuk ke dalam mobilnya. Aku hanya menatapnya heran. Pasalnya, Chenle hari ini sangat berbeda dengan Chenle yang kemarin. Hari ini dia terlihat lebih dingin.

Entahlah, mungkin mood Chenle sering seperti ini.

Aku segera masuk dan duduk di kursi samping kemudi. Memasang seatbelt dan sedikit merapikan rambutku yang berantakan karena berlari tadi.

Chenle mengemudikan mobilnya tanpa sepatah katapun. Akupun juga tak berani untuk memulai percapakan dengannya. Ya aku tau, aku memang sudah berganti status menjadi pacarnya sekarang, tetapi aku belum seberani itu jika Chenle yang tak memulainya.

"Kau sudah sarapan?"

Aku menoleh ke arahnya dan menggelengkan kepalaku, "belum."

Tanpa mengucapkan apa-apa lagi, Chenle membanting setirnya menuju restoran cepat saji dan memesan makanan melalui jalur drive thru. Setelah mendapatkan makanannya, Chenle menaruh kantung itu di atas pangkuanku.

"Makan, nanti kamu sakit. Lain kali sarapan dulu."

"Tadi aku bangun terlambat."

"Tidur larut?" Aku mengangguk. "Kenapa?"

"Nggak bisa tidur."

"Kenapa nggak telepon aku?"

Aku menatapnya bingung, "Untuk apa?"

Zhong ChenleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang