"Halo? Iya pah penerbangannya jam 9. Ini aku ke kantor dulu untuk ngasih surat izin."
"..."
"Iya, papah jagain mamah ya. Aku tutup, Dah."
Aku menyimpan ponselku ke dalam tas dan keluar dari taksi menuju ke dalam kantor. Iya, aku akan pergi ke Kanada untuk menjenguk ibuku. Sebelumnya, aku harus izin terlebih dahulu kepada pembimbingku Kak Joy. Aku menyiapkan dua surat izin untuk diberikan kepada Pak Zhong juga.
Aku harap dia belum datang. Ini masih menunjukkan pukul 7. Aku keluar dari lift dan menghampiri meja kerjaku. Aku berniat hanya meninggalkan surat di atas meja Kak Joy dan menghubunginya lewat telepon. Tetapi yang kulihat sekarang ternyata Kak Joy sudah duduk manis dengan tangannya yang menari di atas keyboard.
"Pagi Kak Joy," sapaku sambil sedikit membungkukkan badan.
"Pagi Jieun, tumben udah dateng? Ini masih pagi banget loh."
"Iya maaf kak sebelumnya, aku mau izin beberapa hari ngga masuk PKL dulu karena orang tua ku di Kanada masuk rumah sakit."
"I'm sorry to hear that, jam berapa ke sananya Ji?"
"Jam 9 Kak Joy, aku mau ngasih surat izin dulu," ucapku sambil menaruh amplop putih berisi surat di atas meja Kak Joy, "Pak Zhong sudah datang kak?"
Kak Joy menggeleng, "kayaknya dia bakal dateng siang, kamu taruh aja surat izinnya di meja dia ya?"
"Oke Kak."
Aku segera berjalan memasuki ruangan milik laki-laki yang dari kemarin berada di benakku. Berputar-putar memenuhi isi kepalaku dan juga perempuan yang dipeluknya tempo hari.
Aku menghela napas dan membuka gagang pintu ruangannya. Berjalan menghampiri kursi kebesarannya dan meletakkan amplop putih di atas meja. Meja nya sangat rapih. Terdapat beberapa bingkai foto yang diletakkan di sana.
Aku mengambil sebuah figura yang menampakkan dirinya sedang berdiri bersama dengan beberapa anggota keluarganya. Ibu, ayah, dan mungkin kakak perempuannya. Ia terlihat sangat manis, berdiri merangkul ayahnya yang sedang duduk sambil tersenyum. Tanpa sadar bibir tipisku menyunggingkan sebuah senyum tipis.
Aku rindu. Sejak hari itu ia tak pernah lagi menghubungiku. Ya mungkin aku yang terlalu berharap. Bagaimana mungkin pria sesempurna Zhong Chenle bisa aku miliki?
Tentu saja ia akan lebih memilih wanita yang lebih dariku.
Aku tidak ada apa-apanya.Aku kembali menaruh figura di tempat semula dan membenarkan posisi tasku yang merosot. Berjalan ke arah luar ruangan sambil melihat arlojiku yang berada di pergelangan tangan.
"Kak Joy, aku pamit ya?"
"Ah iya Jieun, hati-hati di jalan. Semoga cepat sembuh, titipkan salamku untuk kedua orang tuamu."
Aku tersenyum sambil menganggukkan kepalaku, "terimakasih Kak Joy, akan aku sampaikan, permisi."
Aku kembali ke lobi bawah dan menaiki taksiku menuju bandara. Di perjalan aku merasakan gelisah, khawatir akan keadaan ibuku di sana. Aku terus memeriksa ponsel karena takut ada kabar lain dari ayahku.
Aku tiba di bandara pada pukul 8 kurang. Karena belum sarapan apa-apa, akhirnya aku memutuskan untuk mampir ke kafe yang ada di dalam bandara. Aku hanya memesan secangkir kopi panas juga sepotong roti.
Ponsel yang kuletakkan di atas meja berdering tanda ada panggilan masuk. Ku kira itu adalah ayahku, ternyata bukan. Mark meneleponku dan aku segera menggeser tombol hijau di layar ponsel.
"Halo."
"Halo, where r u now?"
"Airport."
Mark terdiam, ku dengar ia berdecak di sana, "kenapa ga bilang? Gue anterin ya?"
"Eh, nggak usah Mark, gue bisa sendiri. Lagian ini bentar lagi gue check in."
"Sumpah harusnya bilang ke gue. Gue kan bisa nganterin Ji."
"Udah gapapa, gue bisa sendiri. Udah dulu ya Mark."
Mark menghela napas, "hati-hati kalo ada apa-apa langsung kabarin gue ya?"
"Iya, see u Mark"
"See u."
Bip
Aku mematikan panggilan dan membereskan barang bawaanku untuk segera pergi ke tempat checkin. Tak butuh waktu lama aku sudah berada di dalam pesawat. Menunggu hingga lepas landas, aku memutar musik menggunakan earphone sambil menatap ke arah jendela.
Ya, setidaknya aku bisa melupakan kejadian di sini beberapa hari kedepan.
🐬🐬🐬
Mark menatap ponselnya yang baru saja ia gunakan untuk menghubungi wanita yang ia sayang. Ia kesal, bagaimana bisa Jieun lupa mengabari jika ia ingin pulang ke kampung halamannya. Mark tau itu dari Haechan saat bangun tidur.
Mark segera bangkit dari ranjangnya dan pergi menuju lemarinya. Mengambil tas ransel yang tak terlalu besar dan mulai memilah baju untuk dibawanya ke sana.
Iya, Mark akan menyusul Jieun ke Kanada. Selain ia khawatir pada perempuan-nya itu, Mark juga akan mengunjungi rumah orang tuanya. Ia sangat rindu kepada mama dan juga papa nya.
Setelah cukup, ia segera bersiap-siap dan memesan tiket dadakan lalu menuju ke bandara. Tak perduli dengan kuliahnya hari ini, yang terpenting ia bisa menyusul Jieun dan tetap berada di sampingnya.
🐬🐬🐬
Chenle masuk kantor pada siang menjelang sore. Ada urusan yang harus diselesaikannya di luar kantor saat itu. Ia memasuki kantor sambil memikirkan apa yang harus dikatakannya nanti saat bertemu wanitanya. Iya, Chenle pikir ia harus menemuinya hari ini juga agar tak ada lagi salah paham. Chenle sudah terlalu banyak menahan rindu pada Jieun.
Dengan wajahnya yang sedikit lelah, ia berjalan melewati meja kerja sekretarisnya dan hanya melihat Joy di sana. Chenle mengira mungkin Jieun sedang mengantar dokumen atau paling tidak ke toilet sebentar. Akhirnya Chenle menghampiri meja Joy.
"Joy, nanti kalau sudah ada Jieun bisa suruh untuk ke ruangan saya?"
"Maaf Pak Zhong, hari ini Jieun tidak masuk karena harus menjenguk orang tuanya di Kanada, ibunya sedang sakit."
"Kanada?"
"Iya pak, dia juga sudah menaruh surat izin di meja bapak."
Tanpa mengucapkan apa-apa lagi, Chenle segera masuk ke ruangannya dan menghampiri meja kerjanya. Terdapat sebuah amplop putih tergeletak di sana. Ia segera meraih dan membaca isi surat tersebut.
Chenle mengusap wajahnya sambil menghela napas. Bagaimana bisa ia pergi ke sana tanpa mengabarinya terlebih dahulu?
Dia anggap apa sebenarnya diri Chenle saat ini?Dengan tergesa, Chenle segera keluar dari ruangannya menuju meja sekretarisnya.
"Joy, tolong kirimkan aku alamat Jieun di Kanada sana dan juga tolong reschedule semua janji dengan klien sampai beberapa hari ke depan."
Chenle kembali jalan tergesa tanpa mendengar persetujuan dari sekretarisnya. Entah apa yang ada dipikirannya sekarang. Ia meraih ponsel di saku jasnya dan mulai melakukan panggilan di sana.
"Tolong siapkan jetku yang biasa untuk menuju Kanada."
—tbc.

KAMU SEDANG MEMBACA
Zhong Chenle
FanfictionDia Zhong Chenle Laki-laki favoritku dengan segala kemewahannya. Started on June'20