Airport

376 40 1
                                    

Aku sedang melihat pantulan diriku di cermin. Membetulkan pakaian ku yang sedikit berantakan. Ya hari ini aku akan pergi berjalan-jalan bersama Chenle.

Tentu saja ini idenya. Sejujurnya aku tak enak, izin pergi ke Kanada untuk menjenguk mama malah sekarang aku berjalan-jalan ke luar. Tetapi karena mama sudah sembuh, akhirnya mama mengizinkanku untuk berlibur. Lagi pula aku juga berjalan-jalan bersama bosku haha.

Oh iya, untuk pembicaraan Chenle kepada orang tuaku saat kemarin, orang tuaku sangat bahagia. Karena selain ada yang bisa menjagaku di Jakarta, Chenle juga adalah menantu idaman mama. Aku hanya menggeleng saat mengingat hal itu.

Aku turun ke lantai bawah dan melihat Chenle yang sedang berbincang dengan papa. 

"Yuk jalan sekarang?"

Chenle menoleh ke arah ku dan tersenyum, "yuk," Chenle berdiri lalu menyalimi papaku, "Pah, jalan dulu."

"Iya, hati-hati ya."

Aku jalan berdampingan dengan Chenle ke arah pintu depan. Chenle menggenggam erat tanganku menuju mobilnya.

"Kok manggil papaku Papa?"

"Papa kamu yang nyuruh," balas Chenle sambil terkekeh.

Aku ikut terkekeh dan masuk ke dalam mobil setelah Chenle membukakan pintu untukku. Setelah itu, ia menyusul masuk ke kursi kemudi dan menjalankan mobilnya menjauhi perkarangan rumahku.

"Mau kemana ini?"

"Mampir ke rumah orang tua Mark dulu ya?"

Chenle menoleh sebentar ke arahku, "mau ngapain?"

"Mampir sebentar aja sekalian bawain titipan dari mama."

Chenle hanya menganggukkan kepalanya dan keadaan menjadi hening. Aku yang merasa Chenle berbeda, tak berhenti melihatnya dari samping.

"Kamu kenapa?"

"Kamu sedeket itu sama keluarga Mark?"

"Iya, dia udah kayak kakak aku kok."

"Oh."

"Kamu cemburu?"

"Iya."

Aku terkekeh, "ga ada yang perlu dicemburuin, lagian aku kan udah punya kamu."

Aku melihat Chenle yang salah tingkah karena mendengar omonganku barusan. Telinganya yang berwarna putih kini berubah menjadi merah karena menahan malu. Aku hanya terkekeh dan kembali melihat ke arah luar jendela.

Setelah 20 menit perjalanan, akhirnya aku sampai di depan rumah Mark. Rumahnya terlihat sepi. Aku melihat arlojiku yang sudah menunjukkan pukul 2 siang.

Aku turun dari mobil diikuti oleh Chenle di belakang. Aku yang membawa bingkisan berisi kue dan buah, diambil alih paksa oleh lelaki bermarga Zhong ini.

"Biar aku aja, ini berat."

Aku tersenyum ke arah Chenle dan beralih menatap pintu kayu berwarna coklat tua ini. Beberapa kali aku mengetuk pintu hinggal Bibi Ong muncul di hadapanku.

"Eh? Nona Park?"

"Halo Bibi," sapaku kepada Bibi Ong.

"Ya ampun udah lama banget ga ketemu."

"Hehe iya aku jarang ke sini soalnya, Bunda ada?"

"Ada Non, ayuk masuk dulu."

Aku masuk mengikuti Bibi Ong begitu juga Chenle. Ia mengantar kami berdua hingga berada di ruang tamu. Terlihat Bunda Mark sedang meminum secangkir teh dan melihat majalah di pangkuannya. Aku pun menghampirinya.

Zhong ChenleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang