Aku sampai di Bandara sekitar pukul 5 subuh di Jakarta. Di Toronto kampung halamanku sudah menunjukkan pukul 3 sore sekarang. Aku berjalan keluar arah bandara untuk mencari jemputanku yang dikirimkan oleh papah.
Aku melihat sebuah karton bertuliskan namaku yang diangkat oleh laki-laki tinggi yang aku kenal. Aku segera menghampirinya dan sedikit membungkukkan badanku.
"Sore Kak Kun."
"Sore Jieun, kamu apa kabar?"
"Baik kok, kakak gimana?"
Kak Kun tersenyum, "aku baik juga."
Kak Kun adalah orang yang sudah bekerja sama dengan papah dalam waktu yang lama. Dia sangat dipercayai oleh orang tuaku. Kak Kun berasal dari Jakarta juga, jadi aku tak perlu bicara bahasa inggris dengannya. Ia juga sering mengajakku jalan-jalan jika aku sedang pulang ke sini. Makanya tak heran jika aku dan ia sudah sangat akrab.
"Mau makan dulu atau langsung ke rumah?"
"Langsung aja deh, loh tapi bukannya mama di rumah sakit?"
"Sudah pulang, mama mu ingin dirawat di rumah saja."
Aku mengangguk mengerti dan mengikuti Kak Kun menuju ke mobilnya. Selama perjalanan aku hanya diiringi oleh obrolan-obrolan kecil seputar kuliah ataupun pekerjaan Kak Kun. Bertukar kabar dan sedikit melepas rindu karena Kak Kun juga sudah aku anggap sebagai Kakakku sendiri.
Kak kun memarkirkan mobilnya di halaman rumahku. Aku melepas seatbelt dan keluar dari dalam mobil. Garis di bibirku kini melengkung sempurna, sudah lama sekali aku tak berkunjung ke sini. Keadaannya masih sama seperti 4 tahun yang lalu terakhir aku ke sini. Karena biasanya kedua orang tuaku lah yang mengunjungiku ke Jakarta.
Aku melihat ke sekitar. Ayunan yang kugunakan saat kecil masih terawat. Kolam ikan di pojok halaman juga masih terdapat banyak ikan. Bahkan cat rumahku pun masih sama berwarna toska karena aku yang memintanya setiap kali ingin mengecat ulang.
Aku memasuki rumahku dan menemukan kedua orang tua sedang duduk di ruang tamu. Aku segera berlari menghampiri dan memeluk mereka dengan erat. Menyalurkan rindu yang ku bendung sejak lama.
Setelah puas aku melepas pelukanku dan menatap mereka, "mama kok ngga tiduran aja? Kan lagi sakit."
Mama mengidap penyakit jantung. Ia tak boleh terlalu lelah. Saat mendapat kabar mama masuk rumah sakit aku terlalu takut. Maka dari itu aku langsung memesan tiket dan terbang ke sini.
Mama tersenyum, "mama udah mendingan sayang, capek kalau harus tiduran terus."
Aku mengerucutkan bibirku, "tapi kan harus sembuh total dulu baru jalan-jalan."
"Mama udah gapapa kok," ucap mama lalu mengelus rambutku, "mama kangen banget sama kamu sayang."
Aku kembali memeluk mama, "Jieun juga kangen sama mama."
"Sama papa nggak nih?"
Aku beralih memeluk papa dan mengerecutkan bibirku, "kangen papa juga."
Sontak mama dan papa tertawa melihatku yang manja jika sudah bertemu dengan mereka. Aku memang anak tunggal dari keluarga Park, maka tak heran jika mama dan papa masih menganggapku seperti anak kecil.
"Yaudah kamu istirahat sana, kasian anak mama pasti capek."
"Mama juga harus istirahat, jangan kecapekan diminum juga obatnya."
Mama terkekeh, "iya sayang."
Aku tersenyum dan mengecup pipi kedua orang tuaku. Setelahnya, aku berjalan ke lantai dua untuk menuju kamarku. Kamar yang sudah lama tak aku tempati. Kamar yang menjadi saksi pertumbuhanku dari kecil sampai sebesar ini. Barang-barang yang dominan berwarna biru masih tersusun sama seperti 4 tahun lalu.
Aku merebahkan diriku di atas ranjang. Melihat ke arah langit-langit kamar yang di penuhi oleh tempelan bintang-bintang yang akan menyala saat lampu di matikan. Aku mengambil ponsel di slingbagku dan mulai mematikan mode pesawatnya.
Terdapat beberapa pesan yang dikirimkan dari temanku. Haechan yang menanyakan sudah tiba atau belum. Dan juga beberapa temanku yang menanyakan tentang hal tak penting.
Aku membalas pesan dari Haechan dan kembali menscroll aplikasi lineku. Aku tak melihat sebuah pesan pun dari Pak Zhong. Apakah ia belum menerima surat izinku?
Kenapa ia tak mengirimkan chat apa-apa padaku?
Apa benar ia selama ini tak pernah menganggap diriku?Aku menggelengkan kepalaku mencoba untuk mengusir pertanyaan itu semua. Aku mematikan ponselku dan membantingnya ke ranjang sebelahku. Kenapa aku menjadi kesal seperti ini?
Aku mencoba untuk tak memperdulikannya dan menyamankan posisiku untuk istirahat sejenak. Penerbangan dari Jakarta ke Kanada membuatku lelah. Mungkin memejamkan mata sejenak bisa membuatku pulih dan melupakan Pak Zhong sebentar saja.
🐬🐬🐬
Aku mengerjapkan mata saat tubuhku merasa di gerakan pelan oleh seseorang. Aku melihat mama yang sedang menutup gorden kamarku. Aku merengangkan tubuhku dan duduk di atas ranjang.
"Bangun sayang, mandi gih abis itu kita makan malem ya," ucap mama setelah selesai menutup gorden kamarku.
Aku hanya mengangguk dan pergi menuju toilet. Setelah selesai aku turun ke bawah dan melihat orang tuaku yang sedang duduk di ruang makan. Mereka tersenyum saat melihatku.
"Sini sayang makan dulu," ucap papa.
"Iya pa."
Aku duduk di depan mama. Aku menyendok nasi dan mama menaruh lauk pauknya di atas piringku. Sudah lama sekali kami tak makan malam bersama seperti ini.
"Mama udah sehat?"
"Udah nak, mama udah gapapa."
"Syukurlah kalau begitu."
"Kamu di sini berapa hari sayang?" tanya papa.
"Sekitar 3 hari pa, aku di Jakarta lagi PKL. Jadi ga enak sama bosku kalau kelamaan izinnya."
"Padahal mama masih kangen," ucap mama sambil mengerucutkan bibirnya.
"Hehe nanti kalo aku libur, aku ke sini lagi kok tenang aja."
Setelah selesai makan malam, aku membereskan perlengkapan makan dibantu oleh mama. Aku sudah menyuruhnya untuk istirahat saja, tapi namanya mama ia tak akan mau jika hanya duduk berdiam.
Sekarang sudah menunjukkan pukul setengah 9 malam di sini. Aku menyusul papa yang sedang asik menonton siaran film di televisi. Aku duduk diantara mama dan juga papa, sambil memangku toples berisi makanan.
Kami bertiga sesekali tertawa karena hal lucu yang kami tonton. Saat sedang asik-asiknya, bel rumahku terdengar berbunyi. Mama berniat bangkit dari sofa dan segera aku tahan.
"Biar aku aja ma," ucapku sambil berdiri dan pergi menuju pintu utama.
Tanganku terulur meraih gagang pintu dan membukanya. Terdapat seorang laki-laki yang membelakangiku. Dan betapa terkejutnya aku saat ia membalikkan badannya lalu menatap ke arahku.
Di sana, berdiri seorang laki-laki dengan pakaian formalnya. Matanya yang sedikit sayu, terus menatapku dan mulai melangkahkan kakinya mendekatiku.
Ia merengkuh tubuhku dengan erat. Aku hanya mematung sambil mencerna apa yang sedang terjadi. Ia mengeratkan pelukannya dan berbisik di telingaku.
"Aku merindukanmu Jieun."
Ya, dia Zhong Chenle.
Aku sedang tak bermimpi sekarang.
—tbc.

KAMU SEDANG MEMBACA
Zhong Chenle
FanfictionDia Zhong Chenle Laki-laki favoritku dengan segala kemewahannya. Started on June'20