dia, milikku

461 49 10
                                        

"Aku merindukanmu Jieun."

Aku memejamkan mataku menghirup wangi yang sudah beberapa hari ini tak aku cium. Pak Zhong mengeratkan pelukannya. Tanganku bergerak perlahan untuk mengusap punggungnya. Menyalurkan rasa rindu yang sudah aku pendam sejak beberapa hari lalu.

"Siapa Jieun?"

Aku sontak melepas pelukannya karena mendengar suara papa yang berteriak sambil melangkahkan kaki menuju ke arah kami.

"I-ini pa, ada bosku," ucapku dengan canggung.

"Loh Tuan Zhong?" ujar Papa bingung sambil melihat ke arah Pak Zhong.

"Tuan Park?"

"Eh?"

Aku melihat ke arah papa bergantian dengan Pak Zhong. Bagaimana bisa papa mengenal Pak Zhong?

"Papa kenal?"

"Ini kolega papa," ucap papa padaku lalu tersenyum ke arah Pak Zhong sambil mengulurkan tangannya, "selamat malam Tuan Zhong, lama tidak bertemu."

Pak Zhong memerima menjabat tangan papa, "malam juga Tuan Park."

"Kenapa ga disuruh masuk Jieun?"

"Eh? anu pa-"

"Tak apa Tuan Park, kami di sini saja ada yang harus aku bicarakan dengannya," potong Pak Zhong dengan senyuman khasnya.

"Ah baik kalau begitu, saya masuk dulu."

Pak Zhong hanya mengangguk dan melihat papa yang sudah kembali masuk ke dalam. Aku berdehem canggung dan melirik ke arah Pak Zhong. Ia masih saja menatapku dan membuat aku salah tingkah di depannya.

"Silahkan duduk dulu pak, mau minum apa?"

Aku berniat berjalan terlebih dahulu bermaksud untuk menyuruh Pak Zhong duduk di kursi teras. Belum sempat berbalik Pak Zhong sudah menarik tanganku lagi dan menghadap ke arahnya dengan jarak yang sangat dekat.

Netranya yang berwarna hitam terus menatapku seakan tak mengizinkan untuk melihat selain ke arahnya. Tangannya yang sedari tadi menggenggam tanganku, kini mengusap punggung tanganku menggunakan ibu jarinya. Rasanya jantungku ingin melompat, bahkan bunyinya sangat keras sampai aku takut Pak Zhong akan mendengarnya.

"Jieun, aku minta maaf," aku masih diam, menunggu Pak Zhong untuk melanjutkan kalimatnya, "aku minta maaf telah membuatmu salah paham soal hari itu."

Pak Zhong menghela napas, "dia mantan pacarku, 2 tahun lalu dia meninggalkan aku karena laki-laki lain. Dan sekarang ia kembali, tapi aku berani bersumpah Jieun, aku tak memiliki perasaan apa-apa lagi padanya. Percayalah."

"Tak ada yang perlu dijelasin Pak Zhong, aku juga tak memiliki hak untuk salah paham soal itu," ucapku.

"Kau bercanda?! Bagaimana bisa kau berkata seperti itu? Aku menjelaskannya karena kau berhak tau," ucap Pak Zhong lalu mengacak rambutnya, "apa mungkin cuma aku yang menganggap hubungan ini?"

"Seharusnya aku yang berkata seperti itu, apa bapak tidak sadar soal sikap bapak yang selalu membuatku bingung, terkadang kau menganggapku seperti satu-satunya wanita yang kau miliki hari ini, tapi esok harinya sikapmu kembali dingin seakan tak pernah mengenalku sebelumnya. Aku tak mengerti, bahkan bapak tak pernah mengatakan sejujurnya soal perasaan bapak kepadaku. Aku lelah."

Tanganku bergerak mengusap air mata yang entah sejak kapan sudah membasahi pipiku. Aku terisak masih sambil menatapnya. Emosiku memuncak, mengeluarkan apa yang ada di pikiranku saat ini.

Pak Zhong bergerak maju, tangannya ia pakai untuk mengusap pipi dan juga merapikan helaian rambutku yang menutupi mata.

"Aku minta maaf, aku tak tau soal itu. Tapi kau harus tau Jieun, aku menyukaimu dari awal pertemuan kita."

Zhong ChenleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang