VITA POV
Hari ini sekolahku sangat ramai karena kedatangan murid dari beberapa sekolah lain, mereka kemari untuk mengikuti lomba olahraga antar sekolah yang diadakan setiap tahunnya dan sekolahku menjadi tuan rumah tahun ini. Aku mendengus sebal, mood ku sangat buruk pagi ini setelah bertemu dengan kapten basket itu ditambah mendengar ocehan dari Naya and the gang membuat telingaku panas sampai melampiaskannya pada sapu yang tidak berdosa.
Aku menghentikan langkah dan duduk dibangku pinggir lapangan yang dilengkapi meja di depannya, Miko pun melakukan hal yang sama. Aku menghela nafas panjang dan menatapnya yang terus saja menunduk dari tadi.
“Maaf ya?” dia masih menunduk, aku menarik pelan ranselnya dan akhirnya ia menatapku dengan sorot.… takut?
“Maaf?” ulangku lagi, tatapan takut itu menghilang digantikan oleh senyuman lebar dibibirnya.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan, beberapa anak osis terlihat sibuk menghias dan menyiapkan arena pertandingan. Murid-murid dari sekolah lain pun sudah berdatangan membuat suasana lapangan semakin ramai. Dari kejauhan tampak Dita melambaikan tangannya ke arahku, sedangkan tangan yang satunya ia gunakan untuk menarik Alex agar mengikutinya.
“Nurut dikit napa sih!” ucapnya pada Alex setelah memaksa cowok itu duduk, sedangkan Dita duduk disebelahku.Bangku yang dipasang di pinggir lapangan ini memang lebar sampai bisa memuat lima orang. Miko duduk di ujung kiri, Alex duduk diujung kanan sedangkan aku dan Dita duduk ditengah-tengah mereka.
“Tumben si pangeran tidur mau kesini?” tanyaku menatap heran pada Alex yang sudah meletakkan kepalanya diatas meja dan menutup wajahnya dengan buku yang ia bawa, sudah dipastikan ia bersiap untuk tidur.
“Ya gue seret paksa lah! Kalo gak, dia pasti udah di tempelin cabe-cabean dari kelas sebelah. Dia gak bakalan sadar kalo digrepe-grepe, lo tau sendiri dia kalo tidur udah kayak MAYAT!” ucap Dita sambil bersungut-sungut yang ku tanggapi dengan tawa keras saat dia menekan kata ‘mayat’.
Aku berdehem sebentar, “Emangnya kambing lo seret-seret?”
“Mirip sih,” Dita terkikik pelan.
“Gue denger woy!” dan tawa kami pun meledak saat Alex kesal.
Dia itu salah satu spesies manusia aneh yang pernah ku kenal, di katain sleep prince, mayat hidup, mati suri atau semacamnya dia tidak pernah peduli dan melanjutkan tidurnya tanpa merasa terusik sedikitpun. Tapi dibilang mirip kambing saja berhasil membuatnya bangun, wow sekali!
Selanjutnya kami sudah sibuk dengan kegiatan masing-masing, Alex yang kembali tidur dengan nyaman tanpa terganggu oleh kondisi lapangan yang semakin ramai dan tidak menyadari kalau Dita telah mencoret-coret sebagian wajahnya lalu memotretnya dan diunggah ke sosial media yang ia punya.
Dari mana aku tahu ia mengunggahnya? Itu sudah jadi kebiasaan Dita sejak kelas sepuluh, Alex pun tidak pernah marah sekalipun foto yang diunggah Dita adalah foto aib.Miko juga sudah sibuk dengan kegiatan menggambarnya sedari tadi, aku mengeluarkan biskuit gandum dan dua botol jus alpukat yang sengaja aku siapkan tadi pagi. Aku menawarkan biskuit itu pada Miko, tapi tangannya masih sibuk menggambar, ia membuka mulutnya—dan aku tebak itu tandanya ia ingin disuapi?
Miko itu tidak suka diganggu jika sudah berkutat dengan buku gambar, pensil, serta alat mewarnai miliknya. Dari mana aku tahu? Bukannya aku sudah pernah cerita, kalau kita satu sekolah waktu SD?
Aku terus menyuapinya sambil sesekali menyodorkan jus alpukat, tanpa merasa risih dengan beberapa murid yang tertangkap basah sedang memperhatikan kami. Murid sekolah lain mungkin berpikir kami pasangan yang romantis, tapi berbeda dengan murid sekolah ini yang menatapku dengan pandangan aneh.
Ya, gosip tentang Miko yang tidak bisa mendengar langsung menyebar setelah teman sekelas melihatku berinteraksi dengannya menggunakan bahasa isyarat saat hari pertamanya masuk sekolah ini, lebih tepatnya tiga hari yang lalu.
Murid-murid yang berlalu lalang di lapangan tiba-tiba saja menepi dan bersorak riuh yang membuatku heran, begitu pula dengan Dita yang sudah menghentikan aktifitas tidak berfaedahnya dan melihat ke arah lapangan. Disana sudah berdiri segerombolan cowok yang merupakan anggota tim basket sekolahku.
“Eh, mereka kenapa latihan disini ya? kenapa gak di lapangan basket?” tanya Dita penasaran, aku mengendihkan bahu cuek dan lanjut menyuapi Miko. Dia lahap sekali sampai menghabiskan tiga bungkus biskuit, sepertinya belum sarapan.
“Caper kali.”
“Eh, eh, itu beneran kak Bima jalan ke sini?!”
“Dia nyamperin kita gewlaaa!” aku memutar bola mata malas saat Dita mulai menarik-narik seragamku dengan heboh.
“Hai!” ucap si kapten basket saat sudah berdiri di depan kami, Dita membalasnya dengan kata yang sama. Sedangkan aku hanya diam, tidak meliriknya sedikitpun.
“Hai Vita!” Dita menyenggol lenganku berulang kali, sepertinya dia kesal karena aku tidak kunjung membalas sapaan cowok itu.
Aku mengangkat wajah dan meliriknya sinis. “Apa lo?!”
“Dih, jangan galak-galak dong! Entar gue makin sayang…” ucapnya membuatku bergidik jijik, sumpah! Wajahnya saat mengatakan kalimat itu benar-benar minta ditampol.
“Najis, pergi sana! Enek gue liat muka lo!”
“Vita! Dia kakak kelas!” aku mengabaikan teguran Dita, kalau sudah berhadapan dengan makhluk ini aku tidak perduli dengan berbagai status yang ia sandang. Rasa hormatku kepada yang lebih tua seolah lenyap begitu saja, lagipula orang seperti dia tidak pantas mendapat rasa hormat.
Alex yang sudah bangun sedari tadi, memegang lengan Dita dan menyusupkan spidol di telapak tangannya.
“Gak usah ikut campur. Mendingan ngelukis pipi gue yang satunya,” Ia menunjuk pipi sebelah kanannya yang masih bersih. Alex memang aneh, tapi aku tahu maksudnya baik agar tidak ada perdebatan antara aku dan Dita karena si kapten basket itu.
“Hai Miko! Lagi apa?” tanyanya pada Miko yang masih fokus menggambar di sampingku, sepertinya Miko tidak menyadari keberadaan orang lain disini.
Kapten basket itu tertawa dan mengatakan kalimat yang membuatku ingin menyumpal mulutnya dengan kaos kaki milik Alex yang menurut gosip tidak pernah dicuci selama satu bulan.
“Oh iya, gue lupa kalo dia tuli! Hahahaha!”
“Gak lucu!” sarkasku.
Ia melirikku sebentar, lalu kembali menatap Miko. “Lagi gambar apaan, sih?” bibirnya menyeringai membuatku waspada. Detik selanjutnya, ia sengaja menumpahkan air mineral yang ia bawa ke atas lukisan yang sudah hampir selesai itu. Miko terkejut dan mendongak menatap si pelaku.
“Ngajak berantem lu?!” ucapku sambil mendorongnya sampai hampir terjungkal. Karena aku adalah tipe cewek yang kelewat sabar, maka untuk hari ini aku tidak akan membalasnya dengan pukulan atau tendangan.Ku siramkan jus alpukat yang tinggal setengah ke kepalanya dan mengundang teriakan heboh disertai umpatan dari para siswi yang melihat kejadian tersebut. Ku bereskan barang-barangku dan perlengkapan menggambar milik Miko, ku tarik tasnya agar ia mengikutiku pergi dari sana. Meninggalkan si kapten basket yang masih bengong dengan jus alpukat membasahi rambutnya.
***
Wih…. Chapter ini panjang loh, 1000+ kata.
Semoga kalian gak bosen ya bacanya…See you..
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Perfect [END✓]
Teen FictionSinopsis dihapus karena terlalu cringe😂😂 Start: 29 Maret 2020 Finish: 10 Januari 2021 [10/04/20] #1 isyarat [17/05/20] #1 autis [08/06/20] #1 notperfect [02/08/20] #1 tunarungu [19/10/20] #1 miko [27/10/20] #1 husbu [2...