Chapter 5

2K 250 10
                                    

AUTHOR POV

Di sepanjang koridor lantai satu terlihat seorang gadis berjalan dengan ekspresi kesal di wajahnya, sedangkan di belakangnya tampak seorang cowok yang sesekali mengusap cairan bening di pipinya. Langkah gadis itu cepat dan sedikit menghentak sehingga membuat cowok di belakangnya buru-buru menyamakan langkah mereka, ia tidak ingin ditinggal.

Mereka berbelok memasuki perpustakaan yang sedang sepi, hanya satu sampai lima anak terlihat sedang memilih-milih buku. Vita duduk di salah satu kursi yang tersedia di sana dan meletakkan tasnya diatas meja yang biasa digunakan untuk membaca, Miko duduk berhadapan dengannya.

Miko menunduk dalam, terdengar isakan kecil keluar dari bibirnya yang membuat Vita kaget. Sudah sedari tadi Miko menangis, mungkin Vita tidak menyadarinya karena terlalu kesal dengan kelakuan kapten basket itu, padahal pembalasannya lebih keterlaluan.

Miko, jangan nangis. Kamu kan bisa gambar lagi yang lebih bagus.”

ucap Vita berusaha menghibur Miko yang menatap buku gambarnya nanar. Tidak ada yang tahu bagaimana susahnya menyelesaikan gambar itu, bahkan Miko merelakan waktu tidurnya agar gambar itu cepat selesai dan bisa ia berikan pada Vita sebagai hadiah pertemanan pertamanya.

Miko mengangguk pelan, “Miko, aku boleh tanya, gak?”

Apa?”

Kamubisa bicara, kan?”

Bisa.”

Kenapa pakai bahasa isyarat?”

Karena aku takut berbicara dengan orang asing, lagipula aku gak bisa baca gerak bibir.”

Mau aku ajari?”

Boleh!”

Kondisi perpustakaan semakin sepi, sebagian siswa tadi ada yang keluar dan menyisakan dua siswi yang asik membaca di pojok ruangan. Tempat duduk mereka sangat strategis, jauh dari guru penjaga perpustakaan maupun dua murid di pojok ruangan tadi sehingga mereka bisa leluasa berbicara.

Perhatikan gerak bibirku dan tebak kata apa yang aku ucapkan!”

Ia mengangguk mengerti, setelahnya Vita menggerakkan bibir mengucapkan suatu kata dengan lambat. Sedangkan Miko tengah serius menatap bibirnya tanpa berkedip.

“A-yam go-reng?” Vita bertepuk tangan kegirangan karena akhirnya mendengar suara Miko setelah sekian lama.

Sudah tiga tahun Miko menggunakan bahasa isyarat jadi maklum kalau sekarang dia tidak lancar berbicara, dan ketika mengingat itu Vita tersenyum miris. Menyalahkan dirinya sendiri dalam hati.

“Bak-so bu-lat.”

“Ulat bu-bulu.”

“I-kan ko-ki.”

“Na-si go-reng.”

Vita tersenyum riang, hanya menghabiskan waktu berdua dengan Miko saja mampu membuat perasaannya senang. Padahal ia tidak pernah betah berduaan dengan cowok walau hanya sebentar, apalagi kalau cowok tersebut mempunyai perasaan padanya.

Miko cemberut membuat Vita yang tadinya senyum-senyum sendiri menatapnya heran.

“Kenapa?” tanyanya, setelah ini ia akan mengurangi berkomunikasi dengan bahasa isyarat agar Miko mulai belajar membaca gerak bibir sedikit demi sedikit. Lalu setelahnya, ia akan mengajari Miko berbicara sampai lancar.

Aku jadi lapar,”  Vita terkikik geli, sebenarnya ia juga lapar sampai nama-nama makanan itu keluar dari mulutnya.

Ayo ke kantin!” Miko mengangguk setuju dan mulai mengemasi barangnya.

Koridor nampak sepi setelah mereka berdua keluar dari perpustakaan, sebagian besar siswa memilih menonton pertandingan basket sambil berteriak-teriak heboh menyemangati club basket sekolah mashing-masing.

Suara riuh itu terdengar sampai kantin karena jarak lapangan basket dan kantin lumayan dekat, Vita bahkan masih bisa menonton pertandingan itu dengan jelas dari meja kantin.

Vita menatap datar para supporter yang berteriak-teriak di kursi penonton, apa faedahnya menjerit-jerit tidak jelas seperti itu? Lebih baik mereka berdoa supaya tim sekolah mereka menang. Vita tidak habis pikir dengan para cewek yang rela kepanasan itu.

Soto ayam dan dua botol air mineral sudah berada dihadapan mereka berdua, Vita langsung melahap sotonya dengan rakus sedangkan Miko memakan bekal yang ia bawa. Ya, anak seperti Miko tidak boleh makan sembarangan, ia harus makan makanan yang bergizi, bersih dan sehat.

Mereka asik makan sambil sesekali tertawa karena saling melempar lelucon. Tanpa mereka sadari, ada seseorang di tengah lapangan basket yang menatap keduanya dengan tatapan yang sulit diartikan.

***

Pertandingan basket baru saja berakhir, Bima yang notabenenya kapten basket itu hendak menghampiri seorang gadis yang sedang duduk di kantin bersama anak idiot.

Bukan, ia tidak akan menyuruh gadis itu untuk minta maaf karena telah menyiramnya dengan jus alpukat, sudah dipastikan gadis keras kepala itu tidak akan mau.

Ia hanya ingin menyalahkan gadis itu karena tidak menonton pertandingannya, yang menyebabkan dia kehilangan semangat sehingga gagal mencetak angka dan pertandingan berakhir dengan nilai seri.

Tapi langakahnya terhenti karena serbuan cewek-cewek yang heboh menawarkan air mineral, makanan ringan, dan juga handuk kecil. Mau tidak mau ia harus menerima barang-barang itu sambil tersenyum manis dan mengucapkan terima kasih, sebagai bentuk menghargai usaha mereka.

Ia tidak ingin di cap sebagai cowok sombong ataupun cuek karena ingin menjaga image cowok tampan nan keren dan tidak sombong yang melekat pada dirinya.

Iya, dia se-narsis itu. perlahan kerumunan mulai bubar dengan wajah tesipu malu karena mendapatkan senyuman maut darinya. Netranya melihat ke arah kantin lagi, tapi gadis itu sudah tidak disana, ia menghela nafas kasar.

Andai saja ia tidak menghiraukan ocehan cewek-cewek itu yang memuji-muji dirinya dengan sangat-sangat berlebihan, pastilah ia bisa menghampiri gadis itu dan memulai aktivitas modus yang menjadi rutinitasnya selama satu tahun belakangan ini.

“Apa sih kurangnya gue sampai Vita lebih suka deket-deket sama cowok idiot itu?!” ucapnya pelan namun bisa terdengar oleh seseorang yang entah sejak kapan sudah berdiri disampingnya.

“Lo kurang putih, bro!” Bima yang mendengarnya hampir terjungkal karena kaget, dia sama sekali tidak merasakan hawa keberadaan sahabatnya yang satu itu.

“Ngagetin aja lo!” Leo—sahabatnya itu terkikik pelan, lantas melanjutkan.

“Setelah gue lihat Miko, nih. Gue yakin kalau tipenya Vita tuh cowok kulit putih yang agak mirip kayak oppa-oppa korea!” Bima merasa tertohok mendengarnya.

Selama ini usahanya berlatih panas-panasan sampai kulitnya menghitam agar menjadi kapten basket untuk menggaet hati Vita nyatanya gagal karena kehadiran cowok berkulit putih dan mulus yang sayangnya idiot.

Bima menatap lengannya yang kecoklatan sambil menggumamkan sebaris kalimat yang membuat Leo tertawa keras sampai memukul-mukul lantai.

“Gue harus beli lulur sama handbody habis gini!”

***


Terima kasih karena sudah membuang waktu kalian yang berharga untuk membaca cerita ga jelas ini…..

Oh iya. Marhaban ya ramadhan, selamat puasa bagi yang menjalankan.

See you…

Not Perfect [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang