1

66 13 10
                                    


Aku tidak mampu menatap seseorang
dengan lama.....
Tidak,
Aku tidak mengerti caranya lagi, sepertinya otot-otot di mataku sudah mulai melemah saat akan menatap seseorang dengan intens.
Hingga saat ini aku hanya berani menatap orang-orang yang dekat denganku saja, selain mereka maka aku butuh waktu lama untuk berkenalan dan beradaptasi dengan tatapan-tatapan mereka. Sungguh aneh, dan itu membuatku merasa tidak nyaman...

“Velzen” teriak seseorang dari arah belakangku, aku mengenal suara itu, Sygo. Lelaki dengan pesona yang menarik perhatian kaum hawa itu, adalah sahabatku yang ku punya sejak kami kecil. Mungkin aku sudah meyebutnya kakak kedua ku setelah Veldon, Kakak laki-laki sekaligus kembaranku. Bagi orangtuaku ia memiliki anak kembar 3 saat Sygo datang berkunjung kerumah, karena umur kami yang sebaya membuat mama dan papa menyamakan derajatnya sama dengan aku dan Veldon.

Sygo sedari tadi berteriak memanggil sedang terburu-buru mengejar ku, terdengar dari bunyi langkah gusar kakinya, hingga akhirnya langkah kaki kami beriringan sampai menuju  kelas.

“Aku pikir kamu belum pulang, jadinya aku ke sekolah sendiri deh” ujarku sembari mempersiapkan buku pelajaran matematika di mata pelajaran pertama jadwal hari Selasa.

“Sebenarnya aku udah pulang semalam, dan aku menghindari upacara Senin" Bisiknya sembari menunjukkan senyum liciknya.
    "Sudah kuduga"Jawabku lirih
"Ehh, Ternyata kamu belum punya insting kuat denganku ya? masa kamu tidak bisa menebak kedatanganku?” Goda Sygo sambil memicingkan salah satu matanya.

“Untuk apa aku punya insting sekuat itu? Aku pada Veldon saja tidak punya insting sekuat itu?” jelasku

“Hei itu berbeda Zen, kita ini sudah dekat selama 17 tahun, Hari-hariku adalah hari-hari mu juga. Masa iya kamu gak punya dugaan aku kapan pulang? Pliss coba reset pikiranmu padaku” gerutu Sygo sambil menarik ikat rambut yang ku kucir satu dan berlari pergi keluar kelas.

"Kalian berdua memang sangat cocok Zen, tidak heran kemarin banyak siswa siswi baru yang mengira kalian adalah pasangan serasi kakak kelas" ujar Glo yang sejak tadi memperhatikan perlakuan alay Sygo, tiba-tiba kini ia duduk di sampingku.

Karena kehadirannya, aku membuka earphone yang ku pakai sejak Sygo pergi.

"Wahh....kali ini kamu sudah bisa menatapku Zen" imbuhnya sembari tersenyum heran padaku.

"Sejak dulu aku sudah menatapmu"
Ujarku menatap semakin dalam padanya, dan menggelengkan kepalaku heran.

"Jadi, Apakah kamu bisa membantuku Zen? Please bentar lagi kita bakal Ujian Perguruan Tinggi"
Bujuknya dengan tatapan penuh harapan.

"Baiklah"

Awalnya aku bingung untuk membantunya, namun Glo gadis yang selalu menyendiri dan selalu duduk di bangku belakang kelas itu mendekat dan berbincang denganku saat kami berada dalam satu kepanitiaan untuk acara siswa siswi baru. Ia yang secara mendadak mampu aku tatap dengan lama, tersihirkan karena aku mendengar dan melihat kedua bola matanya yang penuh dengan beban dan masalah kehidupan pribadinya.
Berbincang dengannya dengan waktu yang lumayan lama, membuat mataku mampu beradaptasi dan menatapnya dengan rasa beban kehidupannya, Kali ini Glo mengungkit kembali bantuan yang sangat ia perlukan. Aku yang tidak terlalu memahami cara menyampaikan pelajaran untuknya, mencoba untuk bisa berbagi ilmu dengannya. Aku yang hanya mampu menuangkan dan menggembangkan ilmu dalam tulisan, mempunyai kekurangan dalam hal penyampaian secara langsung. Berbeda dengan gen Veldon, yang sangat lihai dalam kata-katanya.
.......

“Ma, bagaimana ini”

Aku duduk di meja makan dapur sambil melihat mama yang sibuk mengaduk teh hijaunya, rutinitas ini selalu ada di pagi hari. Mama yang sibuk menyiapkan sarapan dan makan siang, dan papa yang sedang bersiap-siap membuka berita di ponselnya, dengan serentak mereka  berdua memandang ke arahku, bertanya-tanya tentang apa yang telah terjadi.

“Why?”
Tanya mama duduk disampingku sambil membawa teh di cangkirnya.

“Aku lupa beli softlens, dan sekarang adalah hari Rabu” Omelku Sambil menundukkan kepalaku di meja dengan kesal.

“Kan, padahal kemarin sore mama dengar kakakmu dan Sygo sudah ngingatin lohh, Yasudah, nanti kan kalian bisa singgah sebentar ke apotik untuk membelinya sekalian berangkat ke sekolah” Mama mengangkat kepalaku yang tertunduk, dan membuka penutup mata yang masih aku pakai sejak bangun tidur.

Terlihat raut wajah dari mama yang memandang sebelah mata kananku itu, Bola mata yang berubah warna abu-abu itu terkesan sangat mencolok dan sangat indah saat di pandang lama. Sambil mengelus mataku yang sudah berubah warna itu, Mama selalu meyakinkan ku untuk bertahan sebentar lagi, sembari ia mencari apa penyebab dari perubahan warna bola mataku itu di tiap hari Rabu tiba.

Mama yang adalah seorang spesialis mata selalu tertekan saat aku mengeluhkan keanehan yang ada dalam diriku ini. Jika disebut dengan kelainan genetik, mengapa hanya muncul pada hari-hari tertentu saja? ini adalah sebuat teka-teki silsilah keturunan keluarga Veldon dan Velzen yang belum terpecahkan.

“Kak Eldo ikut olimpiade hari ini ma, jadinya gak searah deh” gerutuku mengangkat alis sebelah kanan hingga mama tersenyum melihat sikap manjaku padanya.

“Sepertinya ini bukan jadi masalah besar Zen, kamu terlihat Indah dengan bola mata abu-abu itu, sayangnya orang-orang tidak mampu menatapnya, karena kamu pasti tidak tahan untuk membiarkan kamu ditatap dengan penuh rasa cinta” gumam mama tiba-tiba

“Apaansih ma, kok bahas ke rasa-rasa?"Aku memicingkan mataku heran dan berlalu untuk siap-siap bergegas.

“Zen, kakak gak bisa ngantar kamu ke sekolah hari ini yaa. Kamu kan tau aku ikut olimpiade Biologi hari ini, jadi aku langsung ke tujuan gak ke sekolah lagi, Jujur yaa kamu benaran gk ikut Olimpiade ini kan Zen?” Saat melihat aku yang mulai memakai sepatu sekolah, Eldon yang sedari tadi subuh mengatur tatanan rambutnya itu kembali memastikan aku tidak mengikuti Olimpiade antar sekolah tersebut.

“Ndeh…iya loh Eldon, aku gak ikutan olimpiade itu, gak percaya amat dari kemarin” Jawabku dengan senyuman kekecewaan, karena permintaan kakak laki-lakinya tersebut Velzen membatalkan keikutsertaannya. Ia tidak ingin kembali seperti dulu, saat ia dan kakaknya tiba-tiba menjadi musuh dalam babak final olimpiade.

“Awas aja ya kamu jadi lawan tim sekolah kami lagi di babak pengisihan, sampai rumah aku auto jual  semua kaktus mu” Ancam Veldon yang tanggannya bergerak menunjuk ke halaman belakang rumah.

“Ihh mana boleh gitu, enak aja bawa-bawa kaktus dalam masalah ini” Jawabku lirih berlari bangkit selepas memasang sepatu dan mengacak rambutnya yang terlalu kaku bagai diolesi lem pengeras pipa paralon.

"Zen” teriaknya jengkel

Di depan rumah aku sudah melihat Sygo yang terduduk asik dengan ponselnya, tanpa melihat ke arahku ia berdiri dan berkemas untuk siap-siap pergi.

Velzen yang tidak mau mengantarku kesekolah dan tampaknya juga sibuk dengan persiapan olimpiadenya, menelepon Sygo untuk bersamaan pergi ke sekolah.

Veldon berbeda sekolah dengan kami, dan itu adalah kemauannya sendiri, sebenarnya agar bisa satu sekolah dengan Trinity, Veldon rela untuk tidak satu sekolah dengan aku dan Sygo. Ternyata tingkat kebucinannya sudah diambang level teratas untuk Trinity.

............

Sendu Gugus AlkilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang