13

4 0 0
                                    


Akhirnya hari ini aku akan bertemu dengan Ley, sepuluh menit lagi dia akan datang ke kantin kampusku yang bersampingan dengan kampusnya. setengah jam lamanya aku sudah terduduk di meja paling belakang, meja yang berhadapan langsung dengan kebun kampus belakang itu.

"Memang kamu paling terbaik jika tentang strategi tempat duduk ya?" Ley mendorong kursinya untuk duduk berhadapan denganku.

"Eh kapan sampainya?" tanyaku padanya setelah dia duduk dan memposisikan tas ranselnya agar tidak jatuh.

"Kebiasaan memang, jika sudah asik baca buku keberadaan daun yang hinggap di rambut mu ini aja sampai tidak disadari," tangannya mengambil sesuatu di rambutku, menunjukkan perawakan daun Samanea saman yang sudah menguning

"Tapi lucu juga, seperti memakai jepitan rambut," katanya mengembalikan kembali posisi daun yang tadinya hinggap di rambutku itu.

"Lucu apanya?" ujarku memegang rambutku, dan akhirnya menemukan daun kering yang diletakkan kembali oleh tangan usil Ley tersebut.

"Hari ini kita jalan ya, ada sesuatu hal yang harus ku kerjakan denganmu. Jadi tolong bantuannya," ujar Ley yang selesai dengan makanannya

"Jadi sebenarnya ngajak jalan, atau ada maksud yang lain?" gerutuku tidak jelas dengan ajakannya tersebut

"Hahahah, aku meminta bantuanmu untuk lukisanku," jelasnya kembali menatapku penuh dengan harapan

"Tidak, aku menolaknya." Tanganku mengapai Handphone yang berada disaku dengan penolakanku itu mampu membuat Ley terdiam seketika.

"Ayoklah, lagian kamu sudah lama
tidak menemani ku untuk hal ini lagi Zen,"mohonnya dengan tatapan seriusnya kembali

"Jika aku menerima permintaan mu kali ini, maka kamu akan pergi menghilang lagi kan?, sudah kuduga akan seperti itu setiap saat,"
"Kamu punya banyak teka-teki Ley, aku saja sampai mati bingung dengan segala rahasia mu," tambahku kembali

"Maaf, maka untuk semuanya ini ijinkan aku untuk memperbaikinya," katanya, pandangan mataku tiada henti untuk melihat keseriusan darinya, sesuatu yang sangat banyak tersimpan darinya membuatku tidak tega untuk menyudahi perjumpaan kami untuk saat ini.

"Kamu pindah rumah?" tanyaku tanpa menjawab perkataanya sebelumnya.

"Oh itu, hmm..."ujarnya dengan ragu-ragu

"Yasudah hari ini kita kerumah baruku ya, pasti kamu sudah rindu dengan nenek kan?" katanya sembari berdiri dari tempat duduknya

"Hei, Velzen, kamu disini? sejak tadi aku menelepon mu," teriak mahasiswa aneh itu, dia membuat seluruh penghuni mengamatinya dengan saksama dari ujung kaki hingga kepala, serupa dengan yang ku lakukan juga, meski tadi sudah bertemu di kelas dia tampaknya lebih mencolok jika bertemu di ruang terbuka.

Kacamata yang bertenger di kepalanya di kenakannya di kedua matanya hingga membuat semua mata melonggo heran dengan gerak gerik tidak terduganya.

"I..iya," jawabku saat si mahasiswa aneh berambut panjang itu tiba-tiba mengapai tanganku, dia mulai membisikkan sesuatu di telingaku, belum sempat dia berkata, Ley tiba-tiba menjauhkannya dariku.

"Oke Zen, kamu lebih memilih tawarannya untuk mengajakmu, atau..." hentinya seketika seperti memberikan sebuah pilihan yang akan menyulitkan,

"Atau apa,?" tanya Ley dengan gesture berani, menaikkan salah satu alisnya menunggu penawaran mahasiswa aneh yang kali ini dengan jaket hitamnya tersebut.

"Wah...apakah aku mengenalmu? gaya bicaramu sangat santai," kata Ley menaikkan ujung bibirnya, tersenyum dengan sangat menakutkan

"Baiklah Zen, aku akan to the point saja"
"Tugas laporan akan dikumpul seminggu lagi, dan kamu sama sekali belum ada untuk membantu pengerjaanya. Kita akan menyelesaikannya hari ini juga," katanya menjelaskan

"Tapi, grup kelompok kita masih tidak ada tanda-tanda sibuk untuk mengerjakan laporan, aku mengira bahwa belum ada pertemuan untuk pengerjaannya," kataku heran sembari mengecek kembali handphone untuk memastikan keberadaan grup yang masih sepi tersebut.

"Sudahlah, kita akan mengerjakannya diperpustakaan ya, aku akan menunggu disana." perintahnya kembali dan berlalu pergi sesuka hatinya.

"Dia hidup dengan sesuka hatinya saja." ujar Ley dengan menghela napasnya panjang,

"Sepertinya kamu mengenalnya ya?"tunjukku padanya dengan penuh pertanyaan, bagaimana mungkin seseorang yang bertemu untuk pertama kali dapat dengan santai berkata seperti tadi.

"Aku tidak mengenalnya sama sekali, aku tipe yang barbar jika ada yang mengusik." katanya membenarkan diri.

...

Akhirnya kali ini aku terjebak dengan mahasiswa rambut panjang yang saat ini dikucir itu, sesekali aku menoleh kebelakang menantikan 2 orang lagi yang sekelompok dengan kami berdua, sementara dia sibuk di depan laptopnya.

"Nah, aku sudah membuat covernya, kamu lanjutkan saja untuk slide selanjutnya ya, aku akan mengambil beberapa buku pendukungnya," katanya setelah selesai dengan apa yang dikerjakan sejak tadi.

"Apa? cover? baru sampai cover memakan waktu sejam,"gerutuku heran memandangi hasil cover seperti pada format makalah pada umumnya.

"Jadi namanya Anando Zimmer?" batinku saat melihat nama-nama kelompok di cover laporan kelompok tersebut.

Tanganku tampak memulai aktif untuk mengerjakan bagian pengerjaanku, setelah mahasiswa aneh bernama Anando Zimmer itu datang dengan tumpukan beberapa buku yang diambilnya aku berniat untuk pamit pulang, dan terbebas darinya.

"Aku sudah mengerjakan bagianku, jadi aku pulang deluan ya!" ujarku

"Tidak semudah itu, kita akan membedah beberapa buku untuk bagian isi dan lain-lainnya, jadi duduk lagi,oke!" katanya berdiri dan mendorong bahuku untuk kembali duduk mengerjakan tugas kelompok tersebut.

"Bukannya setelah ini akan dikerjakan oleh yang lainnya?" tanyaku tidak percaya, bagaimana mungkin tugas kelompok hanya dikerjakan dengan setengah orang dari anggota kelompok tersebut.

"Mereka berdua orang sibuk, jadi kita selesaikan ini sebisanya ya, kalo belum selesai kita akan melanjutkannya besok." tangannya dengan lihai membalik-balikkan halaman demi halaman mencari topik pada laporan yang akan kami selesaikan.

"Sesibuk apa, sampai harus mengabaikan tugas kuliah," keluhku dengan tidak percaya

"Mereka berdua tidak punya waktu tepat untuk kumpul bersama kerja kelompok, mereka akan punya bagian kok untuk tugas kelompok ini, tenang saja, ini kan bukan tugas individu, tapi ke..lom..pok.." katanya kembali menjelaskan.

"Baiklah,"
"Tentang orang di kantin tadi, apa kamu mengenalnya?" tanyaku, rasa penasaranku tidak dapat aku pendam lagi sejak tadi.

"Iya, bahkan nama kami berdua terlihat serupa bukan,?" kedua matanya tidak terlepas dari buku yang di bacanya, namun dia tetap mengubris perkataannku dengan berbisik.

"Nah... iya, apakah kalian berdua bersaudara? tapi setahuku Ley adalah anak tunggal." bisikku padanya, topic pembicaraan kali ini lebih menarik dibandingkan dengan topik laporan kelompok yang harus kami selesaikan.

"Jika kamu penasaran seperti ini, maka kamu akan masuk lebih dalam lagi dengan suatu rahasia yang tidak terduga," katanya dengan menatapku tiba-tiba, namun aku refleks mengambil laptop dari hadapannya. Matanya yang sedang tidak tertutup kacamata membuatku tidak berani untuk menatap dan tidak akan mampu memastikan kebenaran dari perkataannya tersebut.

"Baiklah, aku tidak akan penasaran lagi, membayangkan perkataanmu barusan membuatku mundur. Kenapa aku selalu di rudungi dengan teka-teki kehidupan orang lain? sedangkan mataku saja sudah cukup membuatku bertanya-tanya."

"TIK..." Tombol spasi yang ku ketik di keyboard menimbulkan suaranya, emosi di pikiranku tampaknya mengalir mengikuti gerak - gerik jariku yang menari-nari.

.......

Sebuah tatapan saja mampu membuatmu hanyut dalam keseriusan hati seseorang, namun bagaimana ceritanya jika hanya dia saja yang mampu kamu tatap dan melihat keseriusan dari perkataannya? Apakah mata hatimu juga mengatakan tentang kebenaran dari tatapannya itu...

👀👀👀👀

Sendu Gugus AlkilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang