7

15 4 6
                                    




Ada seseorang yang baru hadir dalam hidupku, Zimmer cowok blasteran yang bermata biru itu satu satunya yang bisa aku tatap live di awal perjumpaan kami. Entah alasan apa yang bisa membuat keadaan berubah, padahal aku yang lemah dalam menatap itu mampu tersihir dengan tatapan darinya. Namun seiring dengan itu semua kecurigaan pun semakin terselubung dalam batinku selalu.
...

"Siapa glo?" tanyaku pada temanku Glo itu, ia berjalan ke arahku setelah seorang cowok dengan pakaian baju sekolah lain menurunkannya di depan gerbang sekolah.

"Pacar dong heheheh"jawabnya seperti meledek

"Oohhh" aku membulatkan mulutku

"Kalo kamu Sygo kan?"katanya sembari mengedipkan satu matanya ke arahku

"Gak, dia sahabat"jelasku kembali memperkuat tentang hubungan kami berdua.

"Oh iya, waktu aku kesakitan di hari yang lewat kamu bilang ada yang tau kan siapa yang nolongin aku?"tanyaku tiba-tiba, entah mengapa saat mendengar kata pacar aku teringat tentang Zimmer, padahal kami belum ada hubungan apa-apa bahkan juga belum saling mengenal dekat.

"Hemm ohh itu, si Bar namanya dia pelukis, saking suka lukis sampai dinding-dinding sekolah dia lukis"

"Seriusan?"kataku tidak percaya

"Itu, itu, itu, dan itu lagi"Glo menghentikan langkah kakinya dan tangannya menunjuk pada dinding dinding kelas anak IPS, terlihat beberapa lukisan indah disana, lukisan doodle bunga yang tampak berwarna,

"Dinding IPS yang terkesan seperti taman kanak-kanak itu ulah dia hahahah"tawanya lepas dengan suara yang lumayan besar juga.

"Apa dia bilang?"
sebuah suara datang dari arah belakang aku dan Glo, kami berdua saling menatap heran karena di awal pagar sekolah hingga melewati koridor-koridor kelas kami tidak mengira ada seseorang di belakang.

"Kamu sih, ngejeknya kok gitu amat"bisikku memukul lengannya "kamu yang nengok ya itu siapa?soalnya aku gak bisa natap orang" bisikku kembali memohon padanya.

"Eh, Laura dan teman-teman emang kami tadi aku bilang apa yaa? kalian salah dengar mungkin heheheh" kata Glo setelah ia berbalik dan melihat Laura dan geng nya ada disana, mereka adalah murid sosialita kaum IPS dan paling disukai murid laki-laki di sekolah kami, karena dengar-dengar ia akan traning menjadi artis papan atas di masa depan,tapi masih gak tau jenis papan apa.

"Apa SMA kita ini ada sekolah TKnya juga ya?" tambah gadis berwajah putih disamping kanan laura, entah berapa lapis bedak yang ia pakai hingga wajahnya setebal itu.

"Kenapa dia mematung seperti itu?" tunjuk Laura padaku yang sejak tadi hanya berdiri terdiam tanpa berbalik mengoleh ke arah mereka.

"Oohhh dia gak bisa berbalik, dia punya trauma berbalik arah" ujar Glo random, entah mengapa ia punya alasan tidak logis seperti itu.

Tiba-tiba bel tanda masuk kelas berbunyi, setelah hampir saja Laura datang menghampiriku. Kami pun berlari berhamburan diikuti dengan murid-murid lainnya dari arah pagar sekolah tergesa-gesa menuju kelasnya masing-masing.

......

"Itu dia Zen" tunjuk Glo ke arah parkiran paling ujung, sepulang sekolah aku mengajak Glo untuk mempertemukanku dengan Bar si cowok pelukis itu.

"Jadi kamu udah tau kan? apa yang harus ditanyakan dengannya?" Tanyaku kembali menarik tangannya cepat berlari sedikit cepat sebelum kehilangan Bar, aku mengingatkannya untuk membantuku menanyakan beberapa pertanyaan pada cowok yang tampak selalu membawa tas seperti alat makeup tersebut. Banyak orang yang berprasangka buruk akan Bar tentang isi tasnya apalagi murid yang baru mengenalnya. Pastinya isi yang berisi alat melukis itu dikira adalah berisi alat-alat makeup.

"Hei!"

"Astaga,hampir copot nih jantungku" teriak Bar kaget karena Glo menyapanya dari belakang motor Bar dengan memukul belakang tempat duduk motornya itu.

"Bar, maaf mau nanyak nih" tanya Glo langsung tanpa basa basi.

"Ya, kenapa?"responnya dengan baik

"Tempat lukis kamu dimana Bar?"

"Kenapa? kamu terkesima ya dengan lukisanku?"ujarnya dengan percaya diri.

"Ehh seriusan Barbar" kata Glo menimpali

Aku yang sejak tadi mencari cara untuk tidak menatap murid murid yang lalu lalang pulang dengan motornya di parkiran itu dengan pura-pura menatap handphone di tanganku, namun telingaku fokus untuk menunggu alamat tempat Bar melukis dengan Zimmer itu.

"Ayok pulang" sebuah tangan menarikku dan hampir menjatuhkan handpone di tanganku.

"Tunggu Sygo A..aku" ujarku mencoba melepaskan tangannya, namun karena ulah Sygo, penghuni disana menatap ke arah kami dengan heran.

"Sudah ku bilang aku benci tatapan" seketika aku menjadi panik, dan tetap mencoba melepaskan tangannya yang semakin kuat.

"Zen, aku udah tau alamatnya"teriak Glo berlari ke arahku, ia menyamakan langkah kakinya dengan langkah aku dan Sygo yang tampak terburu-buru.

Sygo berhenti berjalan

"Kamu ngapain? kok ngikut, pergi sana!" kata Sygo kasar memandang Glo dengan penuh rasa benci.

"Kamu yang ngapain!" Kataku dengan paksa melepaskan tangannya, dan tampak ada bekas kemerahan di lenganku yang di gengamnya kuat.

"Ya kita pulang Zen, jadi apalagi?"Jawabnya kali ini dengan nada tinggi

"Wei Bro, kalo cewek lu gak mau digonceng pulang ya jangan paksa dong!"ujar salah satu murid cowok yang berada di depan kami. Aku penasaran siapa yang berbicara itu, murid cowok itu tampaknya sedang datang ke arah kami bertiga, alhasil aku mencoba melihat siapa dia, sekedar hanya menatap sekilas. Namun entah mengapa murid cowok itu mendekatkan pandangannya tiba-tiba dan aku terlambat untuk menghindari.

"Hentikan Dendro!" teriak Sygo menghentikannya.

Kedua tanganku kini berada menutup mataku yang terpejam, kembali dan kembali terjadi karena ulah anak itu lagi

...

Sebelum pulang, aku dan Glo duduk di halte bus. Aku menolak untuk pulang dengan Sygo, sebenarnya aku tau alasannya menarikku dari parkiran adalah agar aku merasa nyaman tanpa menatap tatapan murid-murid yang ramai di parkiran tadi. Tetapi caranya yang kasar dengan Glo tadi membuatku kesal, ia tetap saja mengalah dan selalu meminta maaf deluan, beberapa panggilan dan sms masuk darinya sejak aku dan Glo menunggu di halte bus, sebenarnya sudah 2 bus yang terlewati dengan sengaja, Glo menyarankan agar aku membaik dahulu sampai mataku yang kini tampak memerah itu kembali normal.

"Jadi bagaimana?, kamu akan menemuinya dan mengembalikan helm itu sekarang dengan kondisi begini?" tanya Glo yang melihatku tertunduk sambil memegang helm Zimmer itu.

"Kenapa gak suruh dia jumpai kamu langsung aja Zen?"tambahnya

"Dia gak mau jumpa selama 2 minggu kedepan Glo, aku gak tau alasanya kenapa" jawabku tidak semangat dengan suara kurang jelas karena sejak tadi menundukkan kepala dengan tumpuan helm yang menyebalkan itu.

"Owalahh, belum jadi pacar aja udah dibuat susah begini. Gimana kalo benaran jadian" Ujar Glo seakan semakin membuatku berharap.

...

Setelah mataku sedikit membaik, akhirnya kami menaiki bus kota, menuju alamat tempat melukis Zimmer.

Tidak disangka tanpa disadari, dari belakang Sygo membuntuti kepergian aku dan Glo.

👀👀👀

Sendu Gugus AlkilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang