Seiring dengan kesibukan Sygo yang sudah padat dengan pekerjaanya, dia semakin tidak mempunyai waktu untuk menjumpaiku lagi.
Tepat sudah dua minggu yang lalu kami makan bersama terakhir di warung bakso yang biasanya akan kami kunjungi untuk merayakan sebuah perayaan, baik sebuah perayaan hal yang kecil maupun hal besar, dan diterimanya Sygo di stasiun televisi impiannya adalah sebuah pencapaian yang sangat besar, namun karena Eldon yang sedang menjalani pelatihan kenegaraan membuat kami rindu moment untuk bersama-sama lagi seperti dahulu yang bisa kami bertiga bisa lakukan.“Ini adalah waktu yang sangat lama Sygo tidak menemuiku bi,” Tanganku sibuk mengemburkan tanah dan sekam padi, hari ini aku berniat untuk menanam bibit kaktus yang baru kembali, beberapa hari yang lalu pemesanan kaktus mengalami kenaikan, rata-rata memesannya untuk keperluan interior ruangan dan ada juga memesannya sebagai hadiah ulangtahun. Entah mengapa setiap bulan ini banyak yang berulang tahun dan itu terjadi setiap tahun-tahun sebelumnya.
“Pada akhirnya akan seperti ini Zen, segala yang sudah sering dilakukan bersama-sama akan terasa berbeda jika kita beranjak dewasa. Semuanya sudah punya kesibukan yang berbeda-beda kan? Intinya komunikasi tetap berjalan, agar pertemanan kalian tetap awet.” kata Bi Lus sekilas melihat kearahku.
“Tapi entah kenapa Sygo berpesan untuk tidak menghubunginya dalam beberapa hari Bi, eh bukan beberapa hari lagi bi, tapi sampai sebulan lamanya, itu terlihat mencurigakan bukan?” Sendok tanaman aku lemparkan begitu saja, ketika pikiranku mendalami perkataan yang barusan saja ku ucapkan.
“Aduh, kamu ini Zen, alasan Sygo kan jelas, bahwa ia masih pekerja baru disana, jadi butuh konsentrasi dahulu pada pekerjaan barunya,” kata Bi Lus menerangkan
“Iya ya Bi, kelihatannya stasiun televisi itu tampak sangat sibuk sekarang, katanya semua acara itu Sygo yang handle untuk jadi cameramennya,”
“Nahh…itu sebabnya untuk memegang telepon saja dia pasti tidak akan sempat Zen,” Bi Lus membantu untuk menanamkan kaktus dalam pot yang sudah berisi tanah yang selesai ku kerjakan.
…
Angin berhembus.Sepertinya sore ini akan turun hujan, langit sudah hampir menghitam seluruhnya, memberi tanda tetesan air akan turun menjatuhi bumi sebentar lagi. Aku sudah mengisi semua pot yang akan menjadi wadah untuk kaktus-kaktus itu bertumbuh, setiap waktu memantau pertumbuhan kaktus yang semakin lama akan semakin bertumbuh dan menampakkan bunganya itu, adalah hal yang aku sukai sejak dulu.
Entah dari mana asalnya hobby bercocok tanaman kaktus ini kudapat, yang jelas selain dikeluargaku tidak ada yang menyuka hal ini selain aku.
Bahkan sejak kecil pun aku lebih senang jika dihadiahkan dengan tanaman ini dibandingkan dengan boneka-boneka yang tersusun rapi di kamar Eldon itu.
Mata besar boneka-boneka yang biasanya sangat lucu dilihat oleh anak-anak seusiaku dahulu berbanding terbalik denganku.
Aku malahan sangat ketakutan melihat mata boneka itu sehingga semuanya sengaja diletakkan di lemari kaca kamar Eldon,
teman-temannya yang pernah bermain kerumah dan tidak sengaja melihat-llihat kamar Eldon akan mengira dia bermain dengan boneka-boneka itu seperti anak perempuan padahal itu semua adalah boneka milikku.Angin yang semakin berhembus kencang menyusup ke dalam bajuku sehingga terasa sangat dingin, entah mengapa setiap akan datang hujan aku akan selalu mengingat Ley, mengingat kembali kenangan saat kami terjebak hujan bersama dan sebuah rahasia tentang dugaan Eldon lah yang membuat bekas memar di wajahnya itu. Apakah karena Ley dan Eldon masih mempunyai dendam yang belum terselesaikan, hingga Eldon selalu tidak suka jika aku berteman baik dengan Ley. Kini dia menghilang lagi, dan nanti datang membuat janji untuk bertemu. Seperti itulah Ley, datang dan pergi sesukanya saja.
“Velzen mari masuk sayang, hari mau hujan,” mama berteriak memanggilku dari luar kebun, melambaikan tangannya untuk segera masuk ke rumah karena hujan akan segera turun.
…
“Ma, kenapa papa belum pulang dari luar kota?” tanyaku, kami duduk di ruang tamu dan menikmati hujan yang turun yang terlihat di balik jendela kaca,
“hmm pekerjaannya belum selesai Zen, oh ya kamu mau goreng pisang biar mama masakin ya,” jawab mama dan menambahkan topik yang baru seketika.
“Iya, papa juga bilang gitu sama Velzen waktu telponan ma,” kataku memeluk kuat bantal kesayanganku,
sesekali terdengar mama menghela napas panjang, sepertinya ada sesuatu yang di sembunyikan mama hingga membuat raut wajahnya berubah, sesaat aku menanyakan hal tersebut.
Mengapa dalam kehidupan penuh dengan pertanyaan, atau ini adalah kesalahan ku yang terlalu sensitif akan sesuatu hal hingga membuatku menjadi sosok yang curigaan?
“Bi, matikan TVnya, nanti disambar petir,” ujar mama sebelum beranjak pergi ke dalam kamar, Bi Lus yang sejak tadi menikmati siaran televisi itu cepat-cepat mematikannya karena petir benar-benar langsung terdengar sangat kuat, hingga membuat aku dan Bi lus saling berpelukan ketakutan, benar saja suasana hati mama sedang tidak baik saat ini sehingga petir sampai terdengar menggelegar.
…
Seperti biasanya, jika hujan turun maka jalanan akan basah dengan genangan air dan akan sedikit berlumpur. Sygo yang biasanya akan mengantarkanku untuk saat ini tidak bisa aku harapkan, sepertinya dia mematikan handphonenya hingga panggilanku tidak masuk sejak kemarin. Hujan baru berhenti subuh tadi, sehingga membuatku sangat kesulitan untuk terbangun, dinginnya cuaca menenggelamkanku dalam mimpi tadi malam.
Dan pada akhirnya mama yang mengantarkanku ke kampus, ini adalah suatu kesempatan yang perdana mama mengantarkanku dan datang mengunjungi kampusku itu. Setiap perjalan kami berdua saling berbincang mengenai bagaimana aku sangat menikmati setiap perjalan ke kampus yang memakan waktu hampir sejam itu. Padahal untuk mencapai tempat itu bisa menempuh hanya dengan setengah jam saja, namun karena aku yang belum terlalu berpengalaman dalam mengendarai motor membuat kecepatan motor yang ku kendarai hanya berjalan dengan kecepatan di bawah rata-rata saja. Aku sudah beberapa kali mencoba teknik menyalip yang di ajarkan oleh Sygo, namun kecepatan motor yang ku tempuh selalu tidak sebanding dengan kendaraan yang ingin ku salip tersebut.
“Ma, nanti Zen ada kerja kelompok dengan teman Zen, jadi mama tidak usah menjemput ya, lagian mama hari ini kan lembur,”pamitku meyalam mama sebelum keluar mobil untuk masuk ke gedung kuliah.
“Kamu ternyata sudah mulai berbaur ya, jangan memaksakan diri untuk menatap jika kamu tidak mampu ya sayang, berlahan-lahan saja,” cubitan mama di pipiku membuatku kesakitan, dan berlari pergi sambil menunjukkan hearth sign padanya.
Di depan gedung kuliah ternyata ada Anando Zimmer yang sudah berdiri bersandar pada dinding gedung yang dilapisi keramik-keramik itu, dia menaikkan salah satu kakinya ke belakang dinding dan kacamata hitamnya menghadap menatap ke arahku, tanpa ku sadari sepertinya dia sudah lama berada disana.
“Pagi,” sapaku sekilas padanya tanpa berhenti melangkahkan kaki masuk ke dalam ruangan kelas.
“Morning too,” Ternyata dia mengambil tempat duduk bersampingan denganku.
“Setelah jadwal kuliah ya, kita selesaikan laporan kita yang belum rampung, mereka berdua sudah mengosongkan jadwalnya untuk bekerjasama menyelesaikan laporan kelompok ini,” Bisiknya padaku, gerak-geriknya mencari kesempatan untuk memiringkan sedikit tubuhnya ke arahku untuk membisikkan informasi tersebut, sementara dosen di depan sedang menjelaskan materinya yang terfokus pada laptopnya itu.
“Bahkan aku bisa makan disini, jika pak dosen hanya terfokus pada power point di laptopnya itu, huuh.” gerutunya kembali, sepertinnya dia tipe yang berani mengkritik seseorang.
Aku yang sejak tadi terfokus pada penjelasan dosen pada materi kuliahnya itu, kini buyar karena curhatan hati Zimmer yang membuatku tersenyum lirih, entah mengapa kali ini aku sependapat dengannya, padahal sebelumnya aku tidak pernah sependapat dalam hal mengomentari kebiasaan seseorang, karena bagiku suatu kebiasaan menjadi sebuah pola hidup yang sudah tidak bisa diubah lagi, jika seseorang tersebut sudah mencapai batas keterbatasannya. Serupa dengan kebiasaan takutku tidak bisa menatap mata seseorang,bahkan mata sebuah boneka mampu membuatku takut padahalkan itu adalah benda mati yang tidak bisa membalaskan tatapan mata seseorang.
👀👀👀👀
![](https://img.wattpad.com/cover/223624503-288-k543490.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sendu Gugus Alkil
Teen FictionSekeping kenangan indah dan buruk akan selalu menghampiri setiap manusia, Bagaikan Gugus Alkil, yang mana Alkana kehilangan atom H nya, Demikianlah Velzen tanpa cinta dari Zimmer. Akankah sendu itu dapat dirubah, saat ia kembali membuka hati dengan...