Pagi ini aku menerima panggilan video call dari Sygo, memamerkan hari pertamanya menikmati pagi baru di kota Bandung, dia juga mengenalkanku pada paman dan tantenya beserta anak perempuan lucu yang masih berusia 3 tahun, sepertinya Sygo sudah memberitahu mereka dahulu untuk tidak menatapku secara langsung, sehingga mereka bertiga sudah terlihat memakai kacamata hitam meski sedang menikmati sarapan paginya, sungguh keluarga yang sanga ramah. Ya, paman Sygo memang baru menikah setahun yang lalu dengan seorang wanita single parent yang tak lain adalah mantan kekasihnya dahulu di bangku kuliah. Suaminya meninggal dua tahun yang lalu dan mempertemukan cinta lama mereka kembali.
Awalnya aku sangat kesal dengannya karena dia terlambat untuk memberi kabar kesampaiannya di Bandung, namun suasana hatiku berubah saat melihat tingkahnya yang nekat menyuruh om, tante dan adik yang berusia tiha tahun memakai kacamata untuk sekedar bisa mengobrol denganku.
“hahah…baiklah jaga dirimu ya, bersiaplah untuk berangkat ke kampus.” ucapnya mengakhiri dialog pagi kami, setelah lama berbicara dengannya di video call aku pun akhirnya tersadar hari sudah mulai pagi, perkuliahan akan dimulai sekitar dua jam lagi.
…
“Wah Zen, temanku sangat bahagia menerima kado yang kamu usulkan itu.”ucap Reni yang sudah berada di sampingku, dia menyamakan langkah kaki kami menuju kelas yang akan kami masuki.
“Benarkan? itu adalah kado yang sangat unik, apalagi cara merawatnya juga tidak sulit,”
“Ya, hanya hati doi saja yang sangat sulit untuk digapai.” ujarnya, hingga membuat kecepatanku meningkat meninggalkanya dengan kata-kata tidak pentingnya itu.
“Hei Zen, jalanmu kok cepat amat?”
…
Sepulang kuliah, kami berempat berkumpul di taman digital dimana tempat awal pertemuan kami saat menyelesaikan tugas kelompok minggu lalu. Hari ini suasana hati Zimmer sangat mendung semakin gelap diikuti dengan pakaiannya yang hitam. Hela napasnya lagi-lagi terdengar sambil memegang rambut panjangnya tersebut.
“Apa salah rambutku? hingga dosen menyuruhku untuk berpisah dengannya.”
Kami bertiga tiba-tiba membuang muka tidak menatapnya lagi saat kata-kata puitisnya terucap begitu saja.
“Yasudahlah ikuti aja saran bapak itu, beliau sepertinya risih melihat rambut panjangmu lebih badai dibanding kami para perempuan hahaha…” tawa Ori yang semakin membuat Zimmer menatap nanar ke arah rambutnya itu.
Sejak di kelas tadi pak dosen yang masih termasuk muda itu memberinya saran halus agar Zimmer memangkas rambutnya yang panjang itu, sebelumnya tidak ada dosen yang mengkritik rambutnya, bahkan anehnya dosen muda kami itu yang tampak keberatan mengizinkan Zimmer masuk ke mata kuliah selanjutnya, sebelum rambutnya dinormalkan kembali.
“Tapi aneh ya,malahan dosen yang sudah tua mengerti arti trendi zaman sekarang, dan bapak tadi malah terkesan tertinggal.”ucap Reni tidak menyangka.
“Aku setuju kok dengan pak Best, seharusnya rambut cowok itu ya yang rapi gitu…”ujarku yang berbeda pendapat dengan mereka bertiga.
“Ah sudahlah, ayok kita makan. Mau bagaimana pun model rambutmu tidak mempengaruhi pertemanan kita.” ucap Ori beranjak dari tempat duduknya untuk pergi makan siang ke kantin, sore nanti kami ada kelas sehingga kami memilih untuk tetap di kampus menunggu jadwal masuk.
“Ori lebih baik kita pergi makan keluar, aku bosan dengan makanan kantin.” teriak Zimmer memanggilnya, tangan kami refleks menutup mulutnya karena dia berteriak keras tepat di depan kantin, ibu kantin pun seketika menatap tajam ke arah suara yang membicarakannya tersebut.
…
“Wah… tempat ini lebih dinamakan sebuah markas,” ucap Ori takjub dengan seisi ruangan yang diusulkan oleh Reni untuk tempat markas terbaru kami itu.
“Iya, seluruh ruangan di gedung ini memang untuk kepentingan nongkrong-nongkrong gitu, tapi untuk kepentingan yang benar, setiap sisi ruangan di lengkapi CCTV jadi kalo ada kegiatan yang mencurigakan akan segera di usir.” jelas Reni membersihkan debu yang menempel pada plastik yang membungkus sofa di ruangan tersebut, debu disana sudah tiga bulan tertinggal disana.
“Sepertiya teman-temanmu pencinta KPOP ya?” Ory menatap dinding dinding yang tertempel foto para idol korea tersebut, terlihat juga beberapa lightstick dari beberapa fandom yang berjejer rapi di lemari kaca.
“Ya, begitulah.”
“Pasti kalo kamu rindu temanmu kamu akan datang sendirian kesini.” tanya Zimmer menyetel gitar yang didapatinya di pojok ruangan.
“Iya, aku juga datang sekedar membersihkan ruangan ini. siapa lagi yang bisa datang berkunjung kesini selain aku, temanku yang lainnya kan kuliah di luar kota semua.” kata Reni
“Aku sebelumnya juga pernah datang ke sini Ren, tapi gedung lantai 5.” ucapku, yang sehari sebelumnya datang berasama Glo menjemput Wiliam.
“Wahhh, benarkah? siapa yang kamu temui disana? dengar-dengar nih ya, orang-orang yang menyewa lantai 5 itu orang-orang kaya Zen, sebelumnya temanku sering melihat para CEO perusahaan nongkrong disana, wajahnya visual semua Zen.” jelas Reni padaku, dan benar saja ruangan itu memang berbeda dengan ruangan milik Reni, mulai dari interior, kelengkapan, dan kesan elitenya, terkait dengan orang-orang yang aku temui disana ku akui semua memang kelihatan seperti aktor.
“Haha Bukan siapa-siapa hanya temannya temanku.” kataku
...
Kami menemukan tempat berkumpul yang baru, Reni tidak keberatan untuk menerima kami sebagai tamu baru di markasnya tersebut, dia juga sudah izin dahulu dengan empat sahabatnya yang sedang terbentang jarak tersebut, semua sahabatnya jauh di berbagai kota untuk menempuh pendidikannya masing-masing, kami akan menggunakannya untuk tempat berkumpul, belajar bersama, kerja kelompok atau tempat untuk menunggu jadwal kuliah sore, kebetulan jaraknya tidak begitu jauh dengan kampus.
…
Malam ini Zimmer secara live menampilkan dia yang sedang di salon untuk memotong rambut panjangnya itu, dengan berat hati dia akan berpisah dengan rambut badainya itu. Ayah Zimmer , Pak Hari bahkan pergi menemaninya untuk ke salon karena bahagia anaknya sudah mau memotong rambut panjangnya itu.
Sembari menampilkan kegiatan memangkas rambutnya secara live via video call dengan kami bertiga, mulutnya tidak berhenti bercanda berbicara tentang ayahnya yang sudah mencabut kutukan darinya, ayahnya sebelumnya mengutuknya akan memiliki banyak kutu jika rambutnya itu tetap memanjang.
Terlihat Pak Hari hanya tertawa mendengarkan obrolan kami, disusul dengan abang tukang salon yang menahan nyinyirannya sejak tadi, abang tukang salon tidak kalah eksis, dia dengan sengaja berusaha menampakkan wajahnya agar kelihatan oleh kami, dia bahkan sejak tadi cerewet menjelaskan proses tutorial memangkas hingga selesai.“Wahhhh….” kami berempat keheranan melihat sinar silau dari pancaran wajah baru Zimmer, bak sehabis perawatan, akhirnya kontur wajah Zimmer terlihat sangat jelas setelah rambutnya sudah rapi seperti rambut lelaki normal pada umumnya.
“Oppa, aku padamu,” teriak Reni histeris mengambar bentuk hati dengan jarinya.
“Baiklah kita ada di tahap akhir, dengan sentuhan pomade rambutmu akan tertata sempurna, segera kunjungi salon saya di jalan bla...bla...bla….” curcol abang salon di penghujung tutorialnya tersebut.
….
👀👀👀👀👀

KAMU SEDANG MEMBACA
Sendu Gugus Alkil
Teen FictionSekeping kenangan indah dan buruk akan selalu menghampiri setiap manusia, Bagaikan Gugus Alkil, yang mana Alkana kehilangan atom H nya, Demikianlah Velzen tanpa cinta dari Zimmer. Akankah sendu itu dapat dirubah, saat ia kembali membuka hati dengan...