3

19 6 7
                                    


Aku menyusuri taman belakang rumah, dengan beberapa macam jenis tanaman kaktus yang mulai mekar, dengan teliti aku menghitungnya mulai dari ujung depan hingga belakang menghitung setiap kaktus yang bunganya mulai tampak.

kebun ini sudah terlihat sepeti kebun kaktus, rumah kaca yang lumayan luas sengaja dihadiahkan untukku 3 tahun lalu saat aku mulai menyukai tanaman xerofit itu.

"Zen, tadi igo bilang penyakitmu kambuh yaa kemarin? emang kamu natap siapa?" tanya Eldon menghampiriku yang masih sibuk menghitung kaktus-kaktus itu sambil berjalan pelan agar tidak terlewati satu kaktus pun. Aku yakin Sygo menceritakan kejadian kemarin yang menimpaku, apalagi tadi malam mereka latihan renang.

"Nahh kann, sama saja. Kamu juga gak mau cerita sama kakak, ayoklah jangan memendam sendirian Zen, ada yang jahilin kamu kan?" tanyanya kembali dengan penasaran.

"12..13..14..15.." hitungku dengan mengeluarkan suara kali ini, mengode Eldon yang sejak tadi tidak mengerti mengapa aku tidak menjawab pertanyaannya.

"Nihil bro, dia enggan untuk bercerita...Oh yaudah, hati-hati bro"
Ujar Eldon menjawab telepon dari seseorang.

Meski sedang fokus menghitung, perhatianku juga terbagi dengan Eldon yang menelepon Sygo.

"Jangan lama-lama di kebun yaa, nanti kaktus mu berubah jadi monster berduri lohh" Kata Eldon menakutkan ku mengacak rambutku dahulu sebelum berlalu pergi kedalam rumah.

Eldon, kakak yang terkadang cerewet dan menjengkelkan itu selalu khawatir jika mendengar sesuatu yang tidak baik menimpaku. Bukannya tidak mau bercerita mengenai kejadian kemarin, hanya saja aku tidak ingin mereka berdua menjumpai Dendro dan bertengkar kembali hanya karena untuk membelaku.

"Dasar Dendro" gerutuku kesal,

"Pokoknya aku harus bisa menyelesaikannya sendirian, kalo begini terus mau sampai kapan mereka berdua selalu menyelesaikan masalah pribadiku? sampai rambutku memutih?"kataku berbicara sendiri menyemangati jiwa-jiwaku yang penakut.

Krek..krek..krekk

Seketika aku terdiam mematung, mendengar suara pintu kebun yang tertutup dengan sendirinya.

"Apa itu? masa iya ada monster kaktus?" batinku dengan ketakutan, perkataan menakuti dari Eldon seketika terngiang-ngiang dipikiranku, dengan sekuat tenaga aku mencoba berlari dari pintu belakang kebun.

Tap..tap..tap..

"Kok tiba-tiba susah yaa? gimana cara bukanya nih" Teriak ku berusaha untuk tetap tenang dan tidak bergetar untuk membuka pintu yang seharusnya mudah untuk dibuka itu, dan suara hentakan kaki seseorang itu mulai mendekat,
akhirnya setelah berusaha membuka aku berhasil keluar dari kebun dan berlari terpincang-pincang menyelamatkan diri.

"Kok lari? dikejar monster kaktus ya?" tanya Eldon yang melihatku mengatur napas setelah lelah berlari masuk ke dalam rumah dan menjumpai Eldon sedang membawa dua gelas yang biasanya disiapkan khusus tamu.

"Lahhhh kok diminum, ambil disana aja kenapa sihh?" Kesalnya

"Don, kamu tadi barusan ke kebun lagi yaa?, please jujur!" tanyaku sambil menahannya kembali ke arah dispencer berbalik mengisi jus jeruk yang ku habiskan tadi.

"Sejak 30 menit yang lalu aku udah balik dari kebun, minggir kita ada tamu" jawab Eldon dengan wajah herannya.

"Elehhh biasanya juga Sygo ambil minumnya sendiri, gk usah dimanjain lah" Jawabku dan mencoba melupakan kejadian horor di kebun tadi.

"Nahh itu dia Velzen anak perempuan saya" Ujar mama seketika saat melihatku datang dengan penampakan baju kaos putih kotor penuh dengan bercak lumpur dari kebun kaktus. Secara refleks tamu mama itu memakaikan kacamata hitam saat ia melihat kedatanganku.

"Maaf ma, Zen tadi dari kebun jadinya kotor begini,"

"Velzen tan" jelasku sembari memberi salam pada wanita yang duduk disamping mama itu.

"Ini teman mama Zen, tante Vero ini baru datang dari Amerika. Jadinya mampir main kerumah" ujar mama mengenalkan.

"ohh nice to meet you tan" Kataku kembali dengan berbahasa inggris, dan membuat keduanya tertawa.

"Yasudah, kamu siap-siap saja dulu yaa. Kita bakal makan malam bersama tante Vero"
"Mari diminum Vero, minuman buatan Eldon ini selalu tidak mengecewakan" Kata mama menawarkan minuman yang dibawa oleh Eldon yang disajikannya kembali setelah ku habiskan tadi di dapur.

"Cepat mandi sana, kotor amat udah kayak anak kecil main lumpur" bisik Eldon sembari menyimpan nampan minuman kembali ke dapur.

"Biarin" ejek ku padanya

Ternyata kelakuan kami disadari oleh mereka berdua hingga membuat tawa kecil diantaranya.

"Mungkin ini alasan anak laki-laki ku selalu berdiam diri dirumah Cis, Im tidak punya saudara yang bisa diusilkan hahaha" kata bu Tini sembari membuka kacamata hitam yang ia pakai.

"Tapi kata Eldon ia lebih usil dan cerewet di kelasnya Tin"

"Selain berebut juara di kelas, ternyata mereka berebut gadis yang disukai mereka di kelas" bisik Mama mendekat.

"Dan karena itu sepertinya titik awal permusuhan mereka Cis"
"Anak muda memang seperti itu yaa? pantas tadi im sulit untuk diajak kesini" balas bu Tini berbisik kembali.

"Ehh dia dimana yaa Tin? kok lama nelponnya?"tanya mama penasaran saat menyadari anak laki-laki bu Tini itu tak kunjung masuk kerumah setelah menerima panggilan telepon dari temannya.

...........

"hahahah Ada-ada aja, jatuh dimana lu, dirumah gue gak ada kubangan kerbau tuhh?" Tanya Eldon melihat tamunya itu tampak kotor dengan celana jeans yang dipakainya telah dipenuhi lumpur.

"Sini pinjam celana lu" Jawab cowok berwajah bule itu, mata biru dan rambutnya yang kecoklatan semakin menjelaskan bahwa dia adalah cowok yang blasteran.

"Untung aja lu tamu disini, coba aja  ini lagi di sekolah. Gak bakal gue pinjamin" Balas Eldon berjalan menuju kamarnya, dan diikuti oleh teman sekelasnya itu.

"Apaan ini? lu gemar koleksi boneka yaa?" ujar cowok itu melihat lemari kaca yang dipenuhi dengan mainan anak perempuan pada umumnya, seperti boneka dan bunga.

"Ehh bukan yaaa" Teriak Eldon sambil mencampakkan celana traningnya ke arahnya.

"Sudahlah, jujur aja lu" godanya dengan usil.

"Itu punya kembaran gue, macam-macam aja lu berpikiran begitu" Gerutu Eldon menarik pintu kamarnya meninggalkan temannya itu mengganti celananya.

.......

Situasi yang canggung terasa diantara kami saat makan malam dimulai bersama dengan tamu mama. Papa yang kami tunggu pulang sejak tadi sudah bergabung bersama dengan kami menikmati hidangan makanan yang sudah disediakan bi Lus sejak sore. Namun sesuatu mengganjal bagiku, melihat Bu Tini dan anak laki-lakinya itu memakai kacamata hitam membuat mereka terlihat tidak nyaman.

Aku berjalan menuju tempat duduk mama yang berada disebelah Eldon.

"Ma, sepertinya bu Tini dan Zimmer tidak perlu memakai kacamata hitamnya" Bisikku pada mama

"Maaf Tini, Zimmer kacamatanya dilepas saja, Zen merasa tidak enakan karena itu, dan juga akan menggangu kenikmatan makanan yang lezat ini"
kata mama, mendengarkan saranku.

"Maaf tante, tante tidak perlu memakainya kok. Lagian kita akan terbiasa bertemu kan? pasti mata Zen bakal baik-baik saja kalo kita sering jumpa" jelasku sambil menunduk.

Pada akhirnya tanpa kecanggunggan lagi, kami akhirnya menikmati makan malam bersama dengan tante Tini dan anak laki-lakinya Zimmer Ellstrand yang ternyata penolongku disekolah kemarin, Ternyata mata birunya itu asli dan bukan softlens seperti yang ku pikirkan. Perawakannya yang blasteran sangat mirip dengan mamanya, bu Tini, hanya saja ia memiliki kulit sawo matang seperti kulit lokal pada umumnya tidak seperti gen bu Tini dengan kulit putihnya.

Sesekali aku mencoba untuk saling bertatap mata dengannya memastikan kembali hari pertama aku berjumpa dengannya, yaitu tanpa kesakitan untuk menatap seseorang yang baru ku pandang. Kejadian dan tempat di belakang kelas di hari Rabu kami berjumpa itu jadi saksi bagiku  mampu memandangnya tanpa rasa takut.

👀👀

Sendu Gugus AlkilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang